Jika Masih Ada Hutang Qodho’ dan Fidyah Ramadhan

Jika Masih Ada Hutang Qodho’ dan Fidyah Ramadhan

7. Jika Masih Ada Hutang Qodho’ & Fidyah Ramadhan Saat Memasuki Ramadhan Berikutnya

14 Hari Menjelang Ramadhan 1442 H

16 Sya’ban 1442 H – 30 Maret 2021

Para ulama sepakat bahwa masa yang telah ditetapkan untuk mengqodho’ puasa yang terlewat adalah setelah habisnya bulan Ramadhan dan dapat dimulai dari sejak tanggal 2 Syawwal. 

Para ulama juga sepakat bahwa bagi yang menunda qodho’ puasa hingga bertemu dengan Ramadhan berikutnya, tetap diharuskan mengqodho’ puasanya setelah Ramadhan tersebut berlalu.

Sebagaimana para ulama juga sepakat, khususnya dari 4 mazhab, bahwa jika uzur tidak berpuasanya terus berlangsung, meskipun sampai bertemu Ramadhan akan datang, maka tidak ada ketentuan apapun yang dibebankan kepadanya selain kewajiban menunaikan kewajiban tidak puasanya, apakah berupa qodho’ atau fidyah. 

Imam an-Nawawi (w. 676 H) berkata dalam kitabnya, al-Majmu’ Syarah al-Muhazzab:(1) 

إذَا دَامَ سَفَرُهُ وَمَرَضُهُ وَنَحْوُهُمَا مِنْ الْأَعْذَارِ حَتَّى دَخَلَ رَمَضَانُ الثَّانِي فَمَذْهَبُنَا أَنَّهُ يَصُومُ رَمَضَانَ الْحَاضِرَ ثُمَّ يَقْضِي الْأَوَّلَ وَلَا فِدْيَةَ.

Jika perjalanannya atau sakitnya atau uzur lainnya berlangsung lama, hingga memasuki Ramadhan kedua, maka ia tetap wajib melakukan puasa di Ramadhan yang kedua itu, dan mengqodho’ Ramadhan pertama setelahnya, tanpa ada kewajiban fidyah.

Akan tetapi mereka berbeda pendapat jika penundaan itu tidak disebabkan karena adanya uzur syar’i, namun murni dari kelalaiannya. Apakah selain tetap diwajibkan qodho’, juga diwajibkan untuk membayar fidyah?

Mazhab Pertama: Hanya qodho’ saja.

Mazhab Hanafi dan Zhahiri, serta al-Muzani dari kalangan asy-Syafi’iyyah, berpendapat bahwa jika seseorang memiliki tanggungan puasa yang belum diqodho’ sampai datang bulan Ramadhan berikutnya, maka dia berpuasa untuk Ramadhan kedua. Karena memang waktu tersebut waktu untuk puasa yang kedua. Dan tidak diterima puasa selainya (puasa kedua). Kemudian setelah itu baru mengqodho’ puasa Ramadhan silam. Karena waktu tersebut adalah waktu qodho’. Dan tidak ada kewajiban membayar fidyah.

Imam Utsman bin Ali Fakhruddin az-Zaila’i (w. 743 H) berkata dalam kitabnya, Tabyin al-Haqo’iq Syarah Kanz ad-Daqo’iq:(2) 

إذَا كَانَ عَلَيْهِ قَضَاءُ رَمَضَانَ وَلَمْ يَقْضِهِ حَتَّى جَاءَ رَمَضَانُ الثَّانِي صَامَ رَمَضَانَ الثَّانِيَ لِأَنَّهُ فِي وَقْتِهِ وَهُوَ لَا يَقْبَلُ غَيْرَهُ ثُمَّ صَامَ الْقَضَاءَ بَعْدَهُ لِأَنَّهُ وَقْتُ الْقَضَاءِ وَلَا فِدْيَةَ عَلَيْهِ.

Jika ia memiliki kewajiban mengqodho’ puasa Ramadhan, dan belum ia lakukan hingga memasuki Ramadhan kedua, maka wajiblah ia berpuasa untuk Ramadhan kedua sebagai waktu yang masuk, dan tidak boleh dengan niat puasa yang lain. Kemudian mengqodho’ puasa Ramadhan yang lalu setelah Ramadhan kedua. Dan dalam hal ini tidak ada kewajiban fidyah.

Argumentasi mereka untuk tetap mengqodho’ puasa dan tidak ada kewajiban fidyah adalah karena kewajiban mengqodho’ itu bersifat tarakhi, yaitu tidak ada batasan waktu untuk diqodho’, namun boleh kapanpun dilakukan. Bahkan boleh melakukan puasa sunnah sebelumnya.

Mazhab Kedua: Wajib membayar fidyah di samping qodho’.

Jumhur ulama (Maliki, Syafi’i, Hanbali), berpendapat bahwa jika seseorang mempunyai kewajiban puasa Ramadhan kemudian tidak puasa dan mengakhirkan qodho’ sampai masuk Ramadhan berikutnya sedangkan ia mampu untuk menqodho’nya (sebelum datang Ramadhan kedua), maka ia dalam kondisi menanggung dosa, dan dibebakan atasnya selain qodho’, berupa pembayaran fidyah sejumlah hari yang belum diqodho’.

Imam an-Nawawi (w. 676 H) berkata dalam kitabnya, al-Majmu’ Syarah al-Muhazzab:(3) 

من أَخَّرَ قَضَاءَ رَمَضَانَ بِغَيْرِ عُذْرٍ حَتَّى دَخَلَ رَمَضَانُ آخَرُ ... أَنَّهُ يَلْزَمُهُ صَوْمُ رَمَضَانَ الْحَاضِرِ ثُمَّ يَقْضِي الْأَوَّلَ وَيَلْزَمُهُ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ فِدْيَةٌ .

Barang siapa yang mengakhirkan pelaksanaan qodho’ Ramadhan tanpa adanya uzur, hingga masuk Ramadhan berikutnya, … wajiblah ia melakukan puasa Ramadhan kedua, lalu mengqodho’ puasa Ramadhan sebelumnya. Dan dalam kasus ini, ia juga wajib membayar fidyah atas setiap hari yang belum diqodho’nya.

Mereka mendasarkan pendapat ini pada atsar Aisyah - radhiyallahu ‘anha - berikut ini:

عَن عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهَا -: كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَهُ إِلاَّ فِي شَعْبَانَ، لِمَكَانِ النَّبِيِّ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - (متفق عليه)

Dari Aisyah - radhiyallahu ‘anha - berkata: Aku memiliki tanggungan qodho’ puasa Ramadhan, dan aku tidak dapat melakukannya kecuali di bulan Sya’ban (satu bulan sebelum Ramadhan), karena kedudukan Nabi - shallallahu ‘alaihi wasallam -. (HR. Bukhari Muslim)

***

Hukum yang sama berlaku pula untuk fidyah yang belum dibayarkan hingga bertemu dengan Ramadhan berikutnya. Di mana para ulama sepakat bahwa fidyah itu harus dibayarkan hingga batas masuknya bulan Ramadhan tahun berikutnya, sebagaimana masa mengqodho’ puasa. Namun bila sampai Ramadhan tahun berikutnya belum dibayarkan juga, dalam hal ini para ulama menyepakati beberapa hal dan berbeda dalam beberapa hal lainnya.

Para ulama sepakat bahwa bila alasan belum terbayarkannya fidyah itu karena udzur yang syar'i, maka orang tersebut tidak dibebankan fidyah tambahan atas fidyah pokok. 

Sedangkan yang tidak disepakati adalah bila seorang yang mempunyai hutang puasa Ramadhan, dan sudah mempunyai waktu serta kesempatan untuk mengganti puasanya dengan fidyah. Namun lalai dan belum juga membayarnya, sehingga masuk ke Ramadhan tahun berikutnya, apakah selain fidyah pokok, juga diwajibkan membayar fidyah lainnya?

Mazhab Pertama: Berlipat ganda.

Mayoritas ulama (Maliki, Syafi’i, Hanbali) berpendapat bahwa orang yang lalai dalam menunaikan fidyah, padahal ia mampu, hingga memasuki Ramadhan tahun berikutknya, wajiblah ia membayat fidyah itu menjadi berlipat ganda. Artinya harus dibayarkan dua kali, satu untuk tahun lalu dan satu lagi untuk sebab kelalaiannya. 

Imam an-Nawawi (w. 676 H) berkata dalam kitabnya, al-Majmu’ Syarah al-Muhazzab:(4) 

وَلَوْ أَخَّرَهُ حَتَّى مَضَى رَمَضَانَانِ فَصَاعِدًا فَهَلْ يَتَكَرَّرُ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ بِتَكَرُّرِ السِّنِينَ أَمْ يَكْفِي مُدٌّ عَنْ كُلِّ السِّنِينَ فِيهِ وَجْهَانِ مَشْهُورَانِ ذَكَرَهُمَا الْمُصَنِّفُ بِدَلِيلِهِمَا (أَصَحُّهُمَا) يَتَكَرَّرُ.

Jika penunaian fidyah ditangguhkan hingga melewati beberapa Ramadhan, apakah jumlahnya juga dilipat gandakan atas kewajiban dasarnyam atau cukup ditunaikan fidyah sejumlah hari yang tidak berpuasa di dalamnya? Dalam hal ini ada dua pendapat yang masyhur dan paling shahih adalah berlipat ganda.

Mazhab Kedua: Tidak berlipat ganda. 

Mazhab Hanafi berpendapat bahwa fidyah itu cukup dibayarkan sekali saja meski telat dalam membayarnya, sebagaimana wajibnya qodho’ saja meski bertemu dengan Ramadhan berikutnya. 

---------------------------

(1) Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarah al-Muhazzab, hlm. 6/366.

(2) Utsman bin Ali Fakhruddin az-Zaila’i, Tabyin al-Haqo’iq Syarah Kanz ad-Daqo’iq, (Kairo: Bulaq, 1313 H), cet. 1, hlm. 1/336.

(3) Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarah al-Muhazzab, hlm. 3/158.

(4) Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarah al-Muhazzab, hlm. 6/364.

Silahkan baca juga artikel kajian ulama tentang puasa berikut :

  1. Pengertian Puasa dan Puasa Ramadhan
  2. Sejarah Pensyariatan Puasa
  3. Keutamaan Ibadah Puasa
  4. Jenis-jenis Puasa
  5. Keistimewaan Bulan Ramadhan
  6. Hukum Puasa Bulan Sya'ban
  7. Jika Masih Ada Hutang Qodho’ dan Fidyah Ramadhan
  8. Hukum Puasa Ramadhan
  9. Syarat Wajib Puasa Ramadhan : Islam
  10. Syarat Wajib Puasa Ramadhan : Berakal
  11. Syarat Wajib Puasa Ramadhan : Berumur Baligh
  12. Syarat Wajib Puasa Ramadhan : Sehat
  13. Syarat Wajib Puasa Ramadhan : Mampu
  14. Syarat Wajib Puasa Ramadhan : Muqim Bukan Musafir
  15. Syarat Wajib Puasa Ramadhan : Suci Dari Haid atau Nifas
  16. Syarat Sah Puasa Ramadhan : Beragama Islam
  17. Syarat Sah Puasa Ramadhan : Berakal
  18. Syarat Sah Puasa Ramadhan : Suci Dari Haid atau Nifas
  19. Syarat Sah Ibadah Puasa : Pada Hari Yang Tidak Diharamkan
  20. Rukun Puasa Ramadhan : Niat
  21. Rukun Puasa Ramadhan : Imsak
  22. Imsak Yang Bukan Puasa
  23. Sunnah Dalam Puasa : Makan Sahur
  24. Sunnah Dalam Puasa : Berbuka Puasa (Ifthor)
  25. Sunnah Dalam Puasa Ramadhan : Memperbanyak Ibadah Sunnah Lainnya
  26. Sunnah Dalam Puasa : Menahan Diri Dari Perbuatan Yang Dapat Merusak Pahala Puasa dan Mandi Janabah Bagi Yang Berhadats Besar
  27. Pembatal Puasa : Empat Kondisi Seputar Pembatal Puasa
  28. Pembatal Puasa : Pembatal-pembatal Puasa Secara Global
  29. Pembatal Puasa : Batalnya Syarat Sah Puasa
  30. Pembatal Puasa : Makan Minum (Pertama)
  31. Pembatal Puasa : Makan Minum (2)
  32. Pembatal Puasa : Jima’
  33. Pembatal Puasa : Muntah Dengan Sengaja
  34. Pembatal Puasa : Mengeluarkan Mani Dengan Sengaja
  35. Pembatal Puasa: Apakah Berbekam & Mengeluarkan Darah Dari Tubuh Membatalkan Ibadah Puasa?
  36. Ibadah Ramadhan : Shalat Witir di Bulan Ramadhan
  37. Ibadah Ramadhan : Shalat Tarawih di Bulan Ramadhan
  38. Rukhshoh Puasa : Orang-orang Yang Mendapatkan Keringanan Untuk Boleh Tidak Berpuasa Ramadhan Serta Konsekwensinya
  39. Rukhshoh Puasa Ramadhan : Sakit
  40. Rukhshoh Puasa Ramadhan : Musafir (1)
  41. Rukhshoh Puasa Ramadhan : Musafir (2)

Sumber FB Ustadz : Isnan Ansory MA

29 Maret 2021· 

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Jika Masih Ada Hutang Qodho’ dan Fidyah Ramadhan - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®