Menggugat Dalil Kirim Pahala
Saya sangat bersyukur bisa silaturahmi dengan para Pengurus NU di Ranting Sukabumi Utara Kec. Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Di struktur organisasi NU tingkat kelurahan ini setiap bulan mengaji hadis-hadis yang saya rangkum sebanyak 40 hadis berkaitan dalil-dalil Amaliah NU. Rais Syuriyah Ranting bercerita pada saya bahwa ngajinya sudah sampai hadis ke 11. Mungkin faktor ikatan ilmu inilah kami dimudahkan berjumpa, bercerita program, semangat berorganisasi sampai saya bisa menginap di kediaman Rais Syuriyah.
Saya cuma menyampaikan beberapa dalil saja dari 40 hadis tersebut, yang paling banyak diserang, yaitu qunut, zikir suara keras dan seputar kematian. Setelah itu Alhamdulillah ada tambahan ilmu dari Kiai Cep Heri dari Bogor dan Wakil Katib PWNU Jawa Barat.
Seperti biasa saya selalu membuka ruang diskusi, dialog, bantahan atau tanya jawab. Ada seorang ustaz muda yang mengkritisi buku saya dan menggugat dalil kirim pahala. Beliau kurang lebih berkata: "Malam ini saya memposisikan di luar NU". Kemudian beliau mengajukan 3 poin, poin ketiga soal pahala yang ditujukan ke orang lain padahal Allah berfirman dalam Al Quran bahwa seseorang tidak bisa menanggung dosa orang lain. Namun menjawab pertanyaan poin ketiga ini. Maka saya uraikan lengkap di FB ini.
Sebenarnya dalam banyak dalil ada istilah pahala yang terus mengalir (pahala jariyah), seperti orang yang berinisatif melakukan kebaikan lalu diteruskan oleh generasi berkutnya, maka inisiator kebaikan tadi tetap mendapat pahala yang dia rintis. Demikian pula dosa jariyah. Berikut adalah dalilnya:
«ﻣﻦ ﺩﻋﺎ ﺇﻟﻰ ﻫﺪﻯ، ﻛﺎﻥ ﻟﻪ ﻣﻦ اﻷﺟﺮ ﻣﺜﻞ ﺃﺟﻮﺭ ﻣﻦ ﺗﺒﻌﻪ، ﻻ ﻳﻨﻘﺺ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ ﺃﺟﻮﺭﻫﻢ ﺷﻴﺌﺎ، ﻭﻣﻦ ﺩﻋﺎ ﺇﻟﻰ ﺿﻼﻟﺔ، ﻛﺎﻥ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻦ اﻹﺛﻢ ﻣﺜﻞ ﺁﺛﺎﻡ ﻣﻦ ﺗﺒﻌﻪ، ﻻ ﻳﻨﻘﺺ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ ﺁﺛﺎﻣﻬﻢ ﺷﻴﺌﺎ»
"Barang siapa yang mengajak pada kebaikan, maka dia mendapat pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, tidak mengurangi sedikit pun dari pahalanya. Dan barang siapa mengajak pada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa seperti salah orang yang mengikutinya, tidak mengurangi dosa mereka sediitpun" (HR Muslim)
di hadis lain, Nabi dengan kongkrit memberi contoh dosa jariyah ini;
«ﻻ ﺗﻘﺘﻞ ﻧﻔﺲ ﻇﻠﻤﺎ ﺇﻻ ﻛﺎﻥ ﻋﻠﻰ اﺑﻦ ﺁﺩﻡ اﻷﻭﻝ ﻛﻔﻞ ﻣﻦ ﺩﻣﻬﺎ» ﻭﺫﻟﻚ ﻷﻧﻪ ﺃﻭﻝ ﻣﻦ ﺳﻦ اﻟﻘﺘﻞ
"Tidaklah seseorang membunuh satu jiwa secara zalim, kecuali anak pertama Adam (Qabil) mendapat bagian dari dosanya". Sebab dialah yang pertama kali melakukan pembunuhan (HR Bukhari)
Dalil-dalil hadis di atas juga sesuai dengan firman Allah:
ليَحْمِلُوا أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۙ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُم بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ
Artinya: "(ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan)." (An Nahl 25)
Bagaimana dengan ayat yang menjelaskan bahwa seseorang yang berdosa tidak dapat menanggung dosa orang lain dalam surat An-Najm 39? Ayat tersebut juga dijadikan dalil seseorang tidak dapat kecuali apa yang ia lakukan sendiri? Ayat ini perlu kita pelajari lebih mendalam. Pertama, di ayat sebelumnya sudah dijelaskan oleh Allah bahwa ayat ini diturunkan pada Nabi Ibrahim dan Nabi Musa. Kedua, perlu melihat latar belakang ayat ini diturunkan. Ibnu Abbas menjelaskan:
كانوا قبل إبراهيم عليه السلام يأخذون الرجل بذنب غيره ، ويأخذون الولي بالولي في القتل والجراحة ; فيقتل الرجل بأبيه وابنه وأخيه وعمه وخاله وابن عمه وقريبه وزوجته وزوجها وعبده ، فبلغهم إبراهيم عليه السلام عن الله تعالى : ألا تزر وازرة وزر أخرى
Sebelum Ibrahim as, mereka biasa menghukum seseorang karena dosa orang lain, dan mereka menghukum wali (dalam keluarga) dengan wali yang lain, dengan membunuh dan melukai. Maka laki-laki itu dihukum mati karena kesalahan bapaknya, anaknya, saudara laki-lakinya, pamannya, pamannya, sepupunya, sanak saudaranya, isterinya, suaminya, dan budaknya. Kemudian Ibrahim, alaihis salam, memberitahukan mereka atas izin Allah Yang Mahakuasa: "Tidaklah seorang berdosa memikul dosa orang lain" (Tafsir Qurthubi, 17/105)
Pada intinya kita berusaha selalu melakukan kebaikan dan mengajak orang lain berbuat baik, agar menjadi 'passive income' kita sampai kiamat. Dan pahala kebaikan bisa sampai untuk orang lain yang kita niatkan untuk mengirimkan pahalanya kepada mereka.
Sumber FB Ustadz : Ma'ruf Khozin