Seorang teman membawakan sebuah presentasi dengan tema "Tasawuf Ibnu Taimiyah dalam Tinjauan Lokalitas Minangkabau". Sebuah tema yang cukup menarik bagi saya mengingat perang pemikiran yang masih saja panas di ranah minang antara Sufi-Asy'ari dengan kelompok Salafi.
Menurut saya tema ini bisa menjadi penengah dan peredam karena bisa menjadi titik temu dua kelompok ini.
Hanya saja polemik dan protes, seperti yang sudah saya duga, timbul dari segala arah. Pertanyaan seperti: " Bukankah Ibnu Taimiyah dikenal dengan tokoh puritan yang sangat anti Tasawuf dan Tarekat?", "Bukankah Ibnu Taimiyah bermazhab Hambali yang anti Tasawuf?", " Bukankah pengikut Ibnu Taimiyah di mana-mana mengobarkan perang terhadap Tasawuf?", "Bukankah Ibnu Taimiyah menghujat Tasawuf dalam Fajmu' Fatawanya?", dan pertanyaan2 lain yang senada.
Kembali mendengar itu saya awali dengan senyum sebelum ikut masuk ke dalam diskusi. Saya teringat pernah menulis sebuah tulisan dengan judul " Ibnu Taimiyah, Ulama yang Terzalimi". Beliau terzalimi dari dua arah. Terzalimi oleh pembenci beliau seolah tidak ada satu pun kebaikan dari tokoh ini. Beliau pun terzalimi oleh mereka yang mengaku sebagai pecinta beliau. Pemikiran Ibnu Taimiyah yang tidak sesuai dengan pakem mereka disembunyikan atau sengaja didistorsi sehingga berpaling dari makna sebenarnya.
Padahal Ibnu Taimiyah banyak sekali meninggalkan turats ilmiyah bertema sufi dan tasawuf yang menunjukkan perhatiannya yang sangat besar terhadap kajian ini. Di antaranya: Risalah Tadmuriyah, Darajat Al-Yaqin, Al-Ubudiyah, Tuhfah 'Iraqiyah fi A'mal Al-Qulub, Al-Furqan baina Auliya Al-Rahman wa Auliya Al-Syaitan dan dalam maha karya Fajmu' Fatawa, Vol. 11 (Seri khusus Kitab Tasawuf), beliau berbicara panjang lebar tentang sufisme dan tasawuf.
Dalam Majmu' Fatawa, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa kaum sufi adalah "Mujtahidun fi Tha'atillah" (Orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam ketaatan kepada Allah). Ibnu Taimiyah membagi sufi kepada tiga kelompok:
1. "Shufiyyah Al-Haqaiq": Sufi sejati yang memiliki kebersihan hati, keshalehan yang luar biasa dan kezuhudan yang sangat tinggi. Mereka diistilahkan oleh Ibnu Taimiyah dengan " Shiddiqun".
2. "Shufiyyah Al-Arzaq": Sufi yang mencari penghidupan dengan jalan sufi, mengharapkan sumbangan dari masyarakat.
3. " Shufiyyah Al-Rasm": Sufi yang mementingkan "takah", penampilan bak ulama tapi otak dan hatinya kosong.
Setelah semua ini bagaimana mungkin kita katakan Ibnu Taimiyah tidak ada sama sekali memiliki sumbangsih dalam perkembangan Tasawuf Islam?
Yang membuat tertawa adalah pendapat si kawan bahwa Sufisme Ibnu Taimiyah tertolak karena beliau bermazhab Hambali. Adakah yang lebih lucu dari ini? Tidak bisa membedakan mazhab aqidah, mazhab fiqh, mazhab pergerakan dan tarekat tasawuf! Teringat perdebatan teman2 ketika mengatakan bermazhab Syafi'i kok aqidahnya Asy'ari bukan Syafi'i. Tuduhan ke Ikhwan Muslimin sebagai kelompok sufi dari satu pihak dan kelompok wahabi radikal dari pihak lain. Padahal IM adalah organisasi pergerakan bukan sekte agama :D
Ketika saya katakan: Apakah anda tahu Abdul Qadir Al-Jailani? Dia bilang tahu. Maka saya katakan beliau adalah pendiri Tarekat Qadiriah dan mazhab fiqh beliau adalah Hambali wokwokwok :D
Sumber FB Ustadz : Yahya Ibrahim