Albani vs Ishaq bin Rahawaih: Sedekap Shalat di Dada
Ini menurut Saya ya, yang membedakan Albani dengan ulama lainnya salah satunya adalah Albani cukup provokatif dan sering menggunakan diksi yang meyakinkan bagi para pembaca tulisannya.
Maka bagi yang jarang membandingkan tulisan beliau dengan tulisan ulama lain, akan mudah terpana dan merasa yakin.
Misal saja, beliau dengan yakin menuliskan bukunya tentang sifat shalat dengan judul: "Sifat Shalat Nabi dari Takbir Sampai Salam Seolah-Olah Kamu Melihatnya".
Kalo ulama dulu, ketika menulis tentang tatacara shalat, kebanyakan cuma menyebut "Bab Sifat Shalat". Udah begitu saja.
Tapi kalo antum mau shalat ikut versi Albani seperti melihat Nabi ya tak masalah, silahkan saja. Bebas!
Tapi kali ini, kita coba bahas satu poin dalam nukilan beliau ketika menyebutkan letak tangan di dada ketika berdiri shalat.
Dalam kitabnya Sifat Shalat Nabi, Albani menuliskan:
و " كان يضعهما على الصدر "... هذا الذي ثبت عنه صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ولم يثبت غيره
Artinya: :(Nabi) meletakkan kedua tangannya di atas dada. Ini adalah yang valid dari Nabi, lainnya tidak valid." (Albani, Ashl Sifat Shalat Nabi, hal. 215).
Dalam kitab Irwa’ al-Ghalil, beliau berani memastikan bahwa yang “shahih” dari Nabi adalah meletakkan tangan diatas dada.
Pernyataan beliau adalah:
والذى صح عنه صلى الله عليه وآله وسلم فى موضع وضع اليدين إنما هو الصدر، وفى ذلك أحاديث كثيرة أوردتها فى تخريج صفة الصلاة
Artinya: "Yang shahih dari Nabi adalah meletakkan tangan diatas dada. Hal ini didasari dari hadits-hadits yang banyak yang telah saya sampaikan dalam kitab takhrij sifat shalat Nabi. (al-Albani w. 1420 H, Irwa’ al-Ghalil, h. 2/ 70)
Kita dapati al-Albani (w. 1420 H) dengan cukup yakin menyatakan bahwa inilah sifat shalatnya Nabi.
Darimanakah keyakinan itu dibangun?
Menurut al-Albani (w. 1420 H), salah satu ulama yang paling mengamalkan sunnah Nabi ini adalah Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H). Al-Albani (w. 1420 H) berargumentasi dan berujar:
وأسعد الناس بهذه السنة الصحيحة الإمام إسحاق بن راهويه، فقد ذكر المروزى فى " المسائل " (ص 222) : " كان إسحاق يوترُ بنا ... ويرفع يديه فى القنوت ويقنت قبل الركوع، ويضع يديه على ثدييه، أو تحت الثديين "
Artinya “Orang yang paling bahagia mengamalkan sunnah yang “shahih” ini adalah Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H). Al-Maruzi dalam kitabnya al-Masail menyebutkan: Ishaq suatu ketika pernah shalat witir bersama kami. Lalu beliau mengengkat tangannya ketika qunut, beliau qunut sebelum ruku’. Beliau meletakkan kedua tangannya diatas kedua susunya, atau dibawah susunya..”(al-Albani w. 1420 H, Irwa’ al-Ghalil, h. 2/ 70)
Disini al-Albani (w. 1420 H) cukup provokatif dengan mengatakan bahwa "sunnah yang shahih" terkait meletakkan tangan diatas dada ini telah dilakukan oleh Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H).
Apakah benar seperti itu? Kita coba diskusikan ya!
Pertama, tidak tepat jika pernyataan al-Maruzi al-Hanbali (w. 251 H) dipakai sebagai dalil bahwa Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H) meletakkan tangan diatas dada ketika shalat.
al-Maruzi (w. 251 H) dalam hal ini, sedang membicarakan tentang mengangkat tangan ketika doa qunut di bulan Ramadhan.
Lebih jelasnya kita baca secara langsung dan lengkap pernyataan al-Maruzi (w. 251 H) dalam kitab al-Masail:
وكان إسحاق يرى قضاء الوتر بعد الصبح ما لم يصل الفجر، ويرفع يديه في القنوت الشهر كله، ويقنت قبل الركوع، ويضع يديه على ثدييه أو تحت الثديين
Artinya: "Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H) berpendapat bahwa seorang boleh qadha’ shalat witir setelah masuknya waktu shubuh, asalkan belum shalat shubuh. Doa qunut itu dengan mengangkat kedua tangan sebulan penuh (Bulan Ramadhan), beliau qunut sebelum ruku’. Beliau meletakkan tangannya diatas kedua susu atau dibawahnya. (Ishaq bin Manshur al-Maruzi al-Kausaj w. 251 H, Masa’il al-Imam Ahmad wa Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H), h. 9/ 4851)
Jadi maksud meletakkan tangan diatas kedua susu yang dilakukan oleh Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H) adalah mengangkat tangan setinggi kedua susu/ dada saat doa qunut.
Maka istidlal al-Albani (w. 1420 H) dengan apa yang dilakukan oleh Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H) adalah kurang tepat dan cenderung dipaksa-paksakan.
Kedua, masih dalam kitab yang sama, bahkan al-Maruzi (w. 251 H) malah menyatakan bahwa pendapat Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H) tidak seperti yang dinyatakan oleh al-Albani (w. 1420 H).
al-Maruzi (w. 251 H) menuliskan:
قال إسحاق: كما قال تحت السرة أقوى في الحديث وأقرب إلى التواضع
Artinya: "Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H) berkata: (meletakkan tangan saat shalat) dibawah pusar itu lebih kuat secara hadits dan lebih dekat kepada tawadhu’. (Ishaq bin Manshur al-Maruzi al-Kausaj w. 251 H, Masa’il al-Imam Ahmad wa Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H), h. 2/ 552)
Hal itu bisa dikonfirmasi juga dari pernyataan Ibnu al-Mundzir (w. 319 H) dalam kitabnya al-Ausath. Beliau menyatakan:
وَقَالَ إِسْحَاقُ: تَحْتَ السُّرَّةِ أَقْوَى فِي الْحَدِيثِ، وَأَقْرَبُ إِلَى التَّوَاضُعِ.
Artinya: "Ishaq berkata: (Melatakkan tangan di bawah pusar) itu lebih kuat dari sisi hadis dan lebih dekat kepada tawadhu’. (Ibnu Mundzir (w. 319), al-Ausath di as-Sunan wa al-Ijma’ wa al-Ikhtilaf, juz 3, hal. 94).
Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H) malah berpendapat bahwa meletakkan tangan dibawah pusar itu yang lebih kuat secara dalil hadits, bukan seperti yang dinyatakan oleh al-Albani (w. 1420 H).
Maka, pernyataan bahwa Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H) telah mengamalkan "sunnah shahihah"; meletakkan tangan di dada saat shalat ini kuranglah tepat.
Uniknya lagi, ulama mazhab empat malah berpendapat jika sedekap shalat tidak di dada. Silahkan dibaca: https://www.rumahfiqih.com/fikrah/315
Nah, jadi jangan heran jika ada yang membandingkan bukunya Albani dengan ulama lain. Bukunya Albani katanya seperti langit, yang lain seperti bumi. hehe
Sumber FB Ustadz : Hanif Luthfi