𝗞𝗔𝗧𝗔 𝗞𝗨𝗟𝗟𝗨 𝗠𝗘𝗡𝗨𝗥𝗨𝗧 𝗔𝗛𝗟𝗜 𝗜𝗟𝗠𝗨
Oleh Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq
Dalam hadits tentang perkara bid’ah para ulama berbeda pendapat tentang lafadz kata kullu yang ada dalam kalimatnya. Apakah kata kullu yang artinya adalah semua berarti semua di sini tanpa kecuali, ataukah makna semua yang bersifat umum namun tidak bermakna mutlak.
Yang jelas dalam bahasa arab kata kullu (semua) ada yang bersifat semua tanpa kecuali dan ada juga yang bersifat untuk menunjukkan sebagiannya saja. Sehingga di makna ke dua ini penggunakan kullu (semua) hanya untuk menegaskan atau menyebutkan sebagian besar dari sesuatu.
Dalam bahasa lainnya termasuk bahasa Indonesia hal ini juga digunakan. Kita ambil contoh untuk bentuk pertama : “Semua ayah adalah laki-laki”, maka kata “semua” di sini bersifat mutlak adanya, tidak ada ayah yang berjenis kelamin perempuan. Contohnya lagi : “Semua orang pasti pernah mengalami masa kanak-kanak” dan contoh lainnya.
Sedangkan contoh kata semua tapi tidak bersifat mutlak misalnya kalimat : “Semua orang dibuat kaget dengan kejadian tadi malam.” lafadz tersebut meskipun menggunakan kata semua orang tapi tidaklah menunjukkan semua tanpa kecuali. Ia menunjukkan sebagian atau sebagian besar orang, karena tentu ada saja orang yang tidak kaget dengan kejadian tadi malam. Dan contoh lainnya.
Nah demikian juga dengan kata kullu dalam kaidah bahasa Arab. Ada yang menunjukkan semua tanpa kecuali dan yang bermakna sebagian. Karenanya berkata al imam Ibnu Atsir rahimahullah :
موضع كل، الإحاطة بالجميع، وقد جاء استعماله بمعنى بعض، وعليه حمل قول عثمان رضي الله عنه حين دخل عليه فقيل له: أبأمرك هذا فقال: كل ذلك أي بعضه عن أمري، وبعضه بغير أمري
“Topik dari kata kullu adalah makna yang mencakup keseluruhan. Namun demikian bisa juga bermakna sebagian. (Contohnya) makna ini diarahkan ucapan Sayyidina Utsman radhiyallahu’anhu, Ketika beliau didatangi seseorang kemudian ditanya, “Apakah ini perintahmu?” Beliau Radhiyallahu Anhu menjawab, “Kullu (sebagian) itu adalah perintahku dan sebagiannya bukan perintahku.”[1]
Al imam Fairus al Abadi rahimahullah, salah seorang pakar dalam bidang bahasa juga menjelaskan hal yang sama :
الكل... اسم لجميع الأجزاء، للذكر والأنثى، أو يقال: كل رجل، وكلة امرأة... وقد جاء بمعنى بعض
"Kullu adalah nama bagi semua bagian, baik bagi kata maskulin atau feminim. Ada pula yang mengatakan bagi maskulin kullu bagi feminim kullatu. … Dan ada kalanya kullu bermakna sebagian.”[2]
Jadi lafadz dalam ayat al Qur’an dan hadits yang menggunakan kata kullu itu memiliki dua kemungkinan makna, yang pertama kullu yang bermakna semua mutak tanpa kecuali dan yang kedua kullu yang berarti sebagian saja.
𝗖𝗼𝗻𝘁𝗼𝗵 𝗸𝘂𝗹𝗹𝘂 𝗽𝗲𝗿𝘁𝗮𝗺𝗮 (𝘀𝗲𝗺𝘂𝗮)
Firman Allah ta’ala dalam surah al Ankabut ayat 57 :
كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ ثُمَّ اِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَ
“𝘚𝘦𝘵𝘪𝘢𝘱 𝘫𝘪𝘸𝘢 𝘱𝘢𝘴𝘵𝘪 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘮𝘢𝘵𝘪𝘢𝘯, 𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘒𝘢𝘮𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘢𝘭𝘪𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘬𝘦𝘮𝘣𝘢𝘭𝘪𝘬𝘢𝘯.”
Ayat di atas jelas dipahami bahwa kata kullu yang digunakan artinya semua secara mutlak. Karena memang tidak akan ada makhluk yang tidak bertemu dengan kematian, semua pasti masti. Orang kaya mati, orang miskin mati, raja-raja mati orang biasa mati …
Firman Allah ta’ala dalam surah al Baqarah ayat 20 :
إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“𝘚𝘦𝘴𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘢𝘵𝘢𝘴 𝘴𝘦𝘨𝘢𝘭𝘢 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘶𝘢𝘴𝘢.”
Dalam ayat ini, jelas bahwa kata kullu juga berarti semua tanpa kecuali, karena memang demikianlah kekuasaan Allah yang tanpa adanya batas.
Firman Allah ta’ala dalam surah al Baqarah ayat 276 :
وَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ اَثِيْمٍ
“𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘶𝘬𝘢𝘪 𝘴𝘦𝘵𝘪𝘢𝘱 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘬𝘶𝘧𝘶𝘳 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘨𝘦𝘭𝘪𝘮𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘰𝘴𝘢.”
Kata kullu yang digunakan di ayat ini juga menunjukkan semua tanpa kecuali, karena mustahil Allah subhanahu wata’ala akan menyukai atau meridhai bentuk kekufuran.
𝗖𝗼𝗻𝘁𝗼𝗵 𝗸𝘂𝗹𝗹𝘂 𝗸𝗲𝗱𝘂𝗮 (𝘀𝗲𝗯𝗮𝗴𝗶𝗮𝗻)
Berikut ini di antara kata kullu yang tidak mungkin dibawa kepada makna semua tanpa kecuali, tapi harus dimaknai sebagiannya. Berikut di antara contoh ayatnya :
وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِيْنَةٍ غَصْبَا
“𝘋𝘪 𝘣𝘦𝘭𝘢𝘬𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘢𝘥𝘢 𝘳𝘢𝘫𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘢𝘮𝘱𝘢𝘴 𝘴𝘦𝘮𝘶𝘢 𝘬𝘢𝘱𝘢𝘭 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘱𝘢𝘬𝘴𝘢 ”(QS. Al Kahfi: 79)
Kata merampas semua kapal di sini tidak mungkin dimaknai seluruh kapal, karena pada kenyataannya raja tersebut hanya merampas kapal-kapal yang masih bagus dan hanya di wilayah tertentu saja.
إِنِّي وَجَدْتُ امْرَأَةً تَمْلِكُهُمْ وَأُوتِيَتْ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ وَلَهَا عَرْشٌ عَظِيمٌ
“𝘈𝘬𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘮𝘶𝘪 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘸𝘢𝘯𝘪𝘵𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘦𝘳𝘪𝘯𝘵𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘢 𝘥𝘪𝘣𝘦𝘳𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘨𝘢𝘭𝘢 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘱𝘶𝘯𝘺𝘢𝘪 𝘴𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘴𝘢𝘯𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘴𝘢𝘳.” (QS. An Naml : 23)
Pada ayat ini pun tidak bisa diartikan segala sesuatu secara mutlak karena realitanya ratu Bilqis tidaklah diberikan segala-galanya. Ia tidak memiliki apa yang dikuasai oleh nabi Sulaiman dan juga tentunya raja-raja lainnya, sehingga meskipun lafadz ayat menggunakan kata semua, ia hanya menunjukkan sebagian saja bukan segala sesuatu.
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ
“𝘔𝘢𝘬𝘢 𝘵𝘢𝘵𝘬𝘢𝘭𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘮𝘦𝘭𝘶𝘱𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘪𝘯𝘨𝘢𝘵𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘣𝘦𝘳𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢, 𝘒𝘢𝘮𝘪 𝘱𝘶𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘬𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘮𝘶𝘢 𝘱𝘪𝘯𝘵𝘶 (𝘬𝘦𝘴𝘦𝘯𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯) 𝘴𝘦𝘨𝘢𝘭𝘢 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢.” (QS. Al An’am 44)
Demikian juga dengan ayat ini, tidak mungkin Allah akan memberikan segala sesuatu kepada orang-orang kafir yang disebutkan di ayat tersebut.
ﻭَﺟَﻌَﻠْﻨَﺎ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤَﺎﺀِ ﻛُﻞَّ ﺷَﻴْﺊٍ ﺣَﻲ
“𝘋𝘢𝘯 𝘒𝘢𝘮𝘪 𝘫𝘢𝘥𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘨𝘢𝘭𝘢 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱 𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘢𝘪𝘳.” (QS. Al Anbiya’: 30)
Sepintas ayat ini membawa makna kata kullu (semua) kepada makna semua secara mutlak. Namun bila kita teliti lagi akan kita temukan ayat yang menyebutkan bahwa ada makhluknya yang tidak diciptakan dari air namun dari unsur lain. Seperti firman Allah ta’ala :
ﻭَﺧَﻠَﻖَ ﺍﻟْﺠَﺂﻥَّ ﻣِﻦْ ﻣَﺎﺭِﺝٍ ﻣِﻦْ ﻧَﺎﺭٍ
“𝘋𝘢𝘯 𝘋𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘪𝘱𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘑𝘪𝘯 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘱𝘦𝘳𝘤𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘱𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘢𝘭𝘢.” (QS. Ar Rahman : 15)
𝗟𝗮𝗹𝘂 𝗞𝘂𝗹𝗹𝘂 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗵𝗮𝗱𝗶𝘁𝘀 𝗶𝗻𝗶 𝗺𝗮𝘀𝘂𝗸 𝗸𝗲 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗮𝗻𝗮 ?
Nah di sinilah kemudian para ulama berbeda pendapat dalam memaknai kata kullu dalam hadits tentang masalah bid’ah ini.
ﻓَﺈِﻥَّ ﺧَﻴْﺮَ ﺍﻟْﺤَﺪِﻳْﺚِ ﻛِﺘَﺎﺏُ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭَﺧَﻴْﺮَ ﺍﻟْﻬُﺪَﻯ ﻫُﺪَﻯ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَﺷَﺮَّ ﺍْﻷُﻣُﻮْﺭِ ﻣُﺤْﺪَﺛَﺎﺗُﻬَﺎ ﻭَﻛُﻞَّ ﺑِﺪْﻋَﺔٍ ﺿَﻼَﻟَﺔٌ
“𝘚𝘦𝘴𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘪𝘬-𝘣𝘢𝘪𝘬 𝘱𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢𝘢𝘯 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘪𝘵𝘢𝘣 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩, 𝘥𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘪𝘬-𝘣𝘢𝘪𝘬𝘯𝘺𝘢 𝘱𝘦𝘵𝘶𝘯𝘫𝘶𝘬 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘱𝘦𝘵𝘶𝘯𝘫𝘶𝘬 𝘔𝘶𝘩𝘢𝘮𝘮𝘢𝘥, 𝘴𝘦𝘣𝘶𝘳𝘶𝘬-𝘣𝘶𝘳𝘶𝘬 𝘱𝘦𝘳𝘬𝘢𝘳𝘢 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘱𝘦𝘳𝘬𝘢𝘳𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘢𝘳𝘶, 𝘥𝘢𝘯 كل (𝘴𝘦𝘵𝘪𝘢𝘱) 𝘣𝘪𝘥’𝘢𝘩 (𝘩𝘢𝘭 𝘣𝘢𝘳𝘶) 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘴𝘢𝘵.” (HR Muslim)
Sekelompok ulama seperti al imam Asy Syatibi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan mayoritas ulama dari kalangan Hanabilah memaknai bahwa kata kullu dalam hadits di atas masuk ke dalam kategori pertama, yakni semua secara mutlak.
Sedangkan mayoritas ulama dari kalangan Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyyah dan Sebagian Hanabilah memaknai sebaliknya, kata kullu dalam hadits tersebut masuk ke dalam kategori yang kedua, yakni kullu (semua) yang menunjukkan sebagian atau sebagian besarnya.
Mari kita Simak penjelasan dari masing-masing kelompok pendapat ini. Bersambung...
📚Wallahua'lam
____________
[1] Taj al Arus (30/339)
[2] Al Muhith hal. 1053
Baca juga kajian Ustadz AST tentang Bid'ah :
- Kata Kullu Menurut Ahli Ilmu part III
- Kata Kullu Menurut Ahli Ilmu part II
- Kata Kullu Menurut Ahli Ilmu
- Pembagian Bid'ah Menurut Jumhur Ulama
- Lima Pembagian Bidah
- Dua Kubu Pendapat Masalah Bid'ah
- Bershalawat Saat Berjabat Tangan Apakah Bid'ah?
- Membuka Acara Dengan Al Fatihah Bid'ah?
- Ucapan Selamat Tahun Baru Islam Bid'ah?
- Tahlilan Apakah Bid'ah?
Sumber FB Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq