Tempat Ahli Suffah yang Sangat Istimewa di Masjid Nabawi
Di pojok Masjid Nabawi, terdapat sebuah tempat yang ditinggikan lantainya. Itulah tempat Ahli Suffah. Tempat tersebut tepatnya berada di belakang makam Rasulullah ﷺ. Tempat yang ditinggikan tersebut juga berdekatan dengan pintu Jibril.
Siapakah Ahli Suffah itu? Seberapa istimewakah mereka hingga tempat mereka ditinggikan di Masjid Nabawi?
Ahlussuffah adalah orang-orang yang memilih hidup zuhud beribadah siang malam, dan mendalami ilmu agama. Kedekatan mereka dengan Rasulullah ﷺ yang begitu intensif, membuat mereka tidak hanya mendapat bimbingan Rohani, tetapi juga menjadi periwayat hadits terkemuka.
Mereka yang tidak mempunyai pekerjaan dan datang dari luar Kota Madinah. Kedatangan mereka ke Madinah semata-mata untuk mempelajari ilmu dari Rasulullah ﷺ dan mereka sering menjadi tamu para sahabat رضي الله عنه. Waktu mereka umumnya dihabiskan untuk belajar, beribadah, dan berjihad di jalan Allah ﷻ.
Di zaman Rasulullah ﷺ, terdapat komunitas sahabat yang tinggal di serambi (shuffah) masjid Nabawi. Tempat ini semacam asrama bagi mereka yang belum atau tidak memiliki tempat tinggal yang permanen, fakir dan tidak memiliki keluarga. Sebagaimana diungkapkan Abu Hurairah, pimpinan mereka “Ahlu Shuffah adalah tamu-tamu Islam. Mereka tidak memiliki keluarga, harta dan hidup sebatang kara.”
Awalnya, mereka adalah para pengungsi (muhajirin) dari Mekkah dan sekitarnya yang hijrah ke Madinah. Mereka jumlahnya terlalu banyak, sehingga semuanya tidak dapat ditampung di rumah-rumah penduduk Madinah. Maka, Rasulullah ﷺ menyuruh mereka untuk tinggal di shuffah masjid Nabawi.
Meskipun Ahlusshuffah identik dengan orang-orang miskin, nyatanya tidak sedikit dari mereka yang berasal dari kalangan berkecukupan. Seperti Ka’ab bin Malik al-Anshari, Handhalah bin Abi ‘Amir al-Anshari yang dijuluki ‘Ghassilul Malaikah’ (orang yang jenazahnya dimandikan oleh malaikat), dan Haritsah bin an-Nu’man al-Anshari. Mereka yang hidup berkecukupan dan memilih menjadi tinggal di ash-Shuffah, biasanya karena lebih menyukai hidup dalam kezuhudan dan kefakiran, daripada bergelimang harta.
Abu Hurairah رضي الله عنه sendiri sebenarnya merupakan Ahlusshuffah dari kalangan berkecukupan. Ia lebih senang tinggal di ash-Shuffah dan bergaul secara intensif dengan Rasulullah ﷺ. Berkat kedekatan dengan beliau, Abu Hurairah رضي الله عنه berhasil meriwayatkan hadits sebanyak 5.374 hadits. Bahkan, tercatat 800-an orang dari kalangan sahabat maupun tabi’in meriwayatkan hadits darinya.
Sehari-harinya, makan dan minum mereka ditanggung oleh para sahabat رضي الله عنه yang kaya dan terkadang diambilkan dari baitul mal. Bahkan Rasulullah ﷺ sendiri biasanya membawakan makanan untuk mereka dan sesekali makan bersama mereka.
Di antara sahabat itu adalah Abu Bakar. Abu Bakar menyaksikan keanehan sewaktu ia mengundang mereka untuk makan malam di rumahnya. Malam itu, Abu Bakar mengajak 3 orang untuk makan di rumahnya. Sementara Rasulullah ﷺ sendiri menjamu 10 orang. Ketika makan malam berlangsung, salah seorang tamunya berujar, “Demi Allah, setiap kami mengambil makanan, makanan itu tidak pernah berkurang. Bahkan menjadi lebih banyak dari sebelumnya.”
Abu Bakar melihat makanan itu tetap seperti semula, dan ternyata makanan itu memang bertambah banyak, lalu ia bertanya kepada istrinya, “Ukhti Bani Firas, apa yang terjadi sebenarnya?” Istrinya menjawab, “Aku tidak tahu. Tapi sungguh makanan ini menjadi 3 kali lebih banyak dari sebelumnya.”
Abu Bakar menyantap makanan itu, bersama tamu-tamunya, Abu Bakar menyantapnya lagi, kemudian membawa makanan itu kepada Rasulullah ﷺ dan meletakkannya di hadapan beliau.
Pada waktu itu, sedang ada perjanjian antara sahabat-sahabat kaya dengan ashab shuffah. Mereka lalu berpencar menjadi 12 kelompok, dan setiap dari mereka membawa sekian orang yang jumlahnya hanya Allah yang tahu. Mereka semua menikmati makanan yang dibawa Abu Bakar.”
Shuffah tidak hanya dijadikan asrama penampungan saja, tetapi fungsinya sebagai lembaga pendidikan atau semacam madrasah untuk belajar membaca, mempelajari, mengkaji dan memahami Al-Qur’an dan Islam. Oleh karena itu, menurut sebagian ahli shuffah dianggap sebagai universitas Islam pertama (the first Islamic University) di Madinah.
Mengenai penampilan mereka, Abu Hurairah رضي الله عنه bercerita:
لَقَدْ رَأَيْتُ سَبْعِينَ مِنْ أَصحَابِ الصّفَّةِ مَا مِنْهُمْ رَجُلٌ عَلَيْهِ رِدَاءٌ إِمَّا إزَارٌ وَإِمَا كِسَاءٌ قَدْ رَبَطُوا فِي أَعْنَا قِهِمْ فَمِنْهَا مَا يَبْلُغُ نِصْفَ السَّا قِيْنِ وَمِنْهَا مَا يَبْلُغُ الْكَعبَيْنِ فَيَجْمَعُهُ بِيَدِهِ كَرَاهِيَةَ أنْ تُرَى عَوْ رَتُهُ
“Saya melihat 70 orang dari ahlu shuffah, tidak seorang pun di antara mereka yang memakai rida‘ (Sejenis kain penutup bagian atas tubuh). Mereka hanya mengenakan sarung atau kisa’ (potongan kain). Mereka mengikatkan potongan kain tersebut pada leher mereka. Ada yang menjulur sampai separuh betis dan ada yang sampai kedua mata kaki. Kemudian dia mengumpulkannya dengan tangan karena khawatir terlihat auratnya.”
Ahlus Shuffah tinggal di emperan masjid Nabawi cukup lama. Mulai zaman Rasulullah ﷺ hingga masa pemerintahan Abu Bakar. Menurut keterangan dari Al-Qurthubi, jumlah mereka tidak tetap, terkadang mencapai 400 orang. Sementara Abu Nu’aim al-Ashfihani dalam kitabnya Hilyat al-Auliya’ wa Thabaqat al-Ashfiya’ menyebutkan 70 orang.
Di antara mereka adalah Abu Hurairah, Shafwan bin Baidha’, Khuraim bin Fatik al-Asadi, Khubaib bin Yasaf, Salim bin Umair, Jurhud bin Khuwailid, Abu Suraihah Al Ghifari (syahid dalam Hudaibiyah), Haritsah bin Nu’man al-Anshari, Abdullah Dzu al-Bajadain (syahid dalam perang Tabuk), Tsaqif bin Amr (syahid dalam perang Khaibar) Asam bin Haritsah bin Sa’id al-Aslami, Hanzhalah bin Abu Amir al-Anshari, Hazim bin Harmalah, Hudzaifah bin Usaid, Jariyah bin Jamil bin Syabat bin Qarath, Ju’ail bin Saraqah al-Dhamri, Sa’ad bin Malik, Irbadh bin Sariyyah, Gharfat bin al-Azdi, Abdurrahman bin Qarth, Ubbad bin Khalid Al-Ghifari, Salim, mantan budak Abu Hudzaifah (syahid dalam perang Yamamah), Safinah, mantan budak Rasulullah ﷺ dan lain-lain.
Pada zaman pemerintahan Umar bin Khatthab, ahlus suffah dibubarkan. Mereka dikirim ke berbagai negara untuk membantu menyebarkan Islam, baik sebagai muballigh, pendidik atau pengajar. Mereka juga diberi nasihat oleh khalifah umar agar mereka mencari penghidupan (rizqi) sendiri.
Wallahu A’lam.
Semoga suatu saat nanti sahabat semua dengan Izin dan kuasa Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ dapat menunaikan Ibadah Haji dan Umrah di tanah suci sehingga bisa berziarah ke tempat-tempat bersejarah di Dua tanah suci Makkah Al-Mukarromah dan Madinah Al-Munawah bersama keluarga.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin 🤲🤲🤲
#kembarasahabatharamain
#perindupencintaharamain
#manjaddawajada
Sumber FB Ustadz : Mohd Faridzul Yop Kembara Sahabat Haramain