Bukan Hanya Dalil Tapi Pemahaman Terhadap Dalil
Sering kita jumpai dari apa yang disampaikan seseorang terkadang tidak sesuai praktek yang ada di lapangan, sehingga tak heran kita banyak yang disalahkan prateknya, "kamu beramal tak sesuai dalil, katanya". Padahal dalilnya tak salah hanya saja pemahaman terhadap dalillah yang perlu diperbaiki, saudara menyampaikan dalil tersebut menurut pemahaman sendiri atau mengikuti pemahaman ulama/para ahli?
Kalau mengikuti pemahaman sendiri ya jelas tapi jika mau berlapang dada dengan melihat pendapat ulama, akan berubah pikiran ternyata ada pandangan lain dari para ulama, selama ini sayalah yang kurang literasi begitu seharusnya. Tapi terkadang tidak begitu yang terjadi dalam kenyataannya, dapat satu hadits lansung sampaikan tanpa melihat pendapat atau mencari referensi lain sebagai penguat
Kemaren saya mendengar salah seorang mengatakan bagaimana membaca sholawat kepada Nabi? tidak perlu ditambah katanya, saya coba lihat haditsnya memang benar, dalam hadits itu tidak ada tambahan sayyidina, jadi tidak perlu ditambah katanya. Seakan-akan yang benar hanya yang dipahaminya saja yang lain tidak ada dasarnya.
Sebenarnya masalah ini sudah lama dikaji oleh ulama tempo dulu namun diulang kembali entah apalah tujuannya saya juga ndak tahu. Saya coba kembali melihat kitab rujukan ternyata di dalamnya ada keterangan tambahan:
الأولى ذكر السيادة لأن الأفضل سلوك الأدب
Yang lebih baik (utama) mengucapkan "sayyidina" sebelum nama Nabi, karena yang afdhal adalah bersopan terhadap Nabi.
(I'anatut Thalibin I hal. 169 dan 172)
Hal ini juga memiliki sandaran satu dintaranya terdapat dalam Q.S. An-Nur ayat 63:
لا تجعلوا دعآء الرسول بينكم كدعآء بعضكم بعضا
Janganlah kamu memanggil Rasul sebagaimana panggilan sesama kamu.
Ayat ini menyatakan bahwa memanggil Nabi Muhammad S.A.W mestilah secara hormat dan sopan, misalnya dengan ucapan: Ya Nabi Allah atau Ya Rasulullah, dengan suara yang lemah lembut dan penuh rendah hati (lihat Tafsir Jalalain).
Andai seseorang membaca sholawat sesuai yang terdapat dalam hadits tiada tambahan boleh itu sudah cukup, tapi mengatakan tidak boleh ditambah-tambah, seolah-olah ada larangan dari Nabi bagi yang menambah kalimat sayyidina dan lain sebagainya ini yang kurang pas. Karena memang tambahan sayyidina itu tidak dilarang Nabi.
Nah, sampai di sini kita paham ternyata tidak hanya sekedar dalil tapi pemahaman terhadap dalil juga lebih penting. Jadi, baik yang pakai sayyidina ataupun tidak kedua boleh diamalkan, jangan lagi membuat keruh air yang sudah jernih, saya lebih memilih yang pakai sayyidina, tapi saya juga tak memaksa saudara untuk mengikuti pendapat yang saya pilih.
#AyoNgaji📚
Sumber FB Ustadz : Pardi Syahri