Nur Muhammad Dalam Pengakuan Para Ulama Sunni

NUR MUHAMMAD DALAM PENGAKUAN PARA ULAMA SUNNI

NUR MUHAMMAD DALAM PENGAKUAN PARA ULAMA SUNNI 

Di tulisan sebelumnya saya sudah menyimpulkan bahwa pembatalan atas akidah Nur Muhammad dengan membuktikan kelemahan haditsnya saja itu bermasalah dari sudut metode ilmiah. Sebab, hadits dalam konteks ini bukan satu-satunya sandaran. Dan para ulama yang merumuskan adanya Nur Muhammad sebagai makhluk pertama—yang dipandang batil oleh AST itu—tidak hanya merujuk pada hadits. Batilnya sebuah dalil, seperti yang sudah kita katakan, tidak berkonsekuensi pada batilnya sebuah kesimpulan. Kecuali kalau kesimpulan itu hanya didasarkan pada dalil yang batil. Dan akidah tentang Nur Muhammad tidak begitu.  

Penting untuk dicatat juga bahwa yang menjadi masalah utama kita bukan soal apakah penamaan Nabi Muhammad sebagai “nur” itu hakiki atau majazi. Itu diskusi lain. Manakala disebut Nur Muhammad, Ruh Muhammadi, Haqiqah Muhammadiyyah, maka yang kita maksud itu ialah entitas non-materi dari Nabi Muhammad Saw, atau katakanlah ruhnya Nabi Muhammad, yang sudah ada mendahului keberadaan jasadnya. Dan itulah yang diyakini sebagai makhluk pertama. 

Bagi AST, itu adalah akidah yang batil dan harus kita hindari, seperti dia katakan. Tapi bagi kami tidak. Dan kali ini saya ingin menunjukkan kepada Anda beberapa pendapat ulama terkait Nur Muhammad yang dikatakan sebagai makhluk pertama itu. Pendapat yang akan saya kutip ini bukan dari filsuf neo-platonik, orang syiah, kaum liberal, apalagi zanadiqah. Tapi ini pendapat para ulama Sunni yang dihormati pada bidangnya masing-masing.

Dengan merujuk perkataan mereka, saya hanya ingin mengatakan, bahwa akidah seputar Nur Muhammad—dengan konsespi yang sudah kita rumuskan—itu bukanlah akidah yang menyimpang dari ajaran Sunni. Dan para ulama sendiri sudah banyak bicara tentang hal itu.

Saya ingin memulai pembuktian dengan mengutip kembali perkataan Imam Dardir, seperti yang dikutip oleh Syekh Ali Jum’ah dalam fatwanya. Ingat bahwa ad-Dardir adalah seorang ulama yang sangat dihormati dalam bidang Ilmu Akidah. Bukunya yang berjudul al-Kharidah al-Bahiyyah menjadi salah satu rujukan penting dalam pembelajaran akidah Sunni.

Apa yang dikatakan Imam Dardir terkait Nur Muhammad itu? Dalam kitab Hasyiyat as-Shawi ‘ala as-Syarh as-Shagir (Juz. 4/ hlm. 778), Imam Dardir, sebagaimana dikutip juga oleh Syekh Ali Jum’ah, mengakui kesahihan makna hadits yang menyebut Nur Nabi Muhammad sebagai entitas pertama itu. 

Berikut teks yang disebutkan Syekh Ali:

 وذكر العلامة الدردير المالكي إقراره لمعنى الحديث فقال : (ونوره) صلي الله عليه وسلم (أصل الأنوار) والأجسام كما قال صلي الله عليه وسلم لجابر رضي الله عنه : «أول ما خلق الله نور نبيك من نوره» الحديث فهو الواسطة في جميع المخلوقات.

Di sini Anda bisa lihat dengan jelas bahwa Imam ad-Dardir menyebut nurnya Nabi sebagai asal muasal dari segala sesuatu yang tampak (ashl al-anwar). Artinya, berdasarkan pengakuan tersebut, ruhnya Nabi Muhammad itu adalah makhluk pertama dan asal muasal semua makhluk. Siapa yang berkata begitu? Seorang pakar Ilmu Kalam yang bukunya banyak dijadikan rujukan dalam akidah Sunni. 

Kendati ada ulama yang menghukumi lemahnya hadits itu, tapi ad-Dardir mengakui kesahihan maknanya, seperti ditegaskan oleh Syekh Ali. Di halaman selanjutnya (4/779), secara lebih jelas lagi ad-Dardir juga menyebut ruhnya Nabi itu sebagai “perantara semua makhluk, yang tanpa keberadaannya, maka makhluk itu tidak akan ada.” 

Berikut teksnya:

فَهُوَ الْوَاسِطَةُ فِي جَمِيعِ الْمَخْلُوقَاتِ وَلَوْلَاهُ مَا كَانَ شَيْءٌ

Di situ disebutkan bahwa tanpa adanya Nur Muhammad, maka tidak akan ada makhluk. Lagi-lagi ia mengakui Nur Muhammad itu sebagai makhluk pertama. Apakah Anda mengira bahwa seorang pakar Ilmu Akidah—yang bukunya dijadikan rujukan utama dalam bidang itu—sedang menyebarluaskan akidah yang batil dalam kitabnya?

Menariknya lagi kitab as-Syarh as-Shaghir ini diberikan anotasi (hasyiyah) oleh as-Shawi. Lagi-lagi, as-Shawi juga dikenal sebagai pakar Ilmu Akidah. Dia adalah penulis Syarh Jauharah at-Tauhid, yang dikenal sebagai rujukan penting dalam mazhab Sunni itu. AST membatilkan akidah yang menyebut Nur Muhammad itu sebagai asal muasal dari segala sesuatu. Tapi lihatlah apa yang dikatakan oleh as-Shawi di bawah ini: 

فَالْعَرْشُ وَالْكُرْسِيُّ مِنْ نُورِي، وَالْكَرُوبِيُّونَ وَالرُّوحَانِيُّونَ مِنْ الْمَلَائِكَةِ مِنْ نُورِي، وَمَلَائِكَةُ السَّمَوَاتِ السَّبْعِ مِنْ نُورِي، وَالْجَنَّةُ وَمَا فِيهَا مِنْ النَّعِيمِ مِنْ نُورِي، وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالْكَوَاكِبُ مِنْ نُورِي، وَالْعَقْلُ وَالْعِلْمُ وَالتَّوْفِيقُ مِنْ نُورِي، وَأَرْوَاحُ الْأَنْبِيَاءِ وَالرُّسُلِ مِنْ نُورِي، وَالشُّهَدَاءُ وَالسُّعَدَاءُ وَالصَّالِحُونَ مِنْ نَتَائِجِ نُورِي

Saya tidak memerlukan uraian panjang lebar terkait teks di atas. As-Shawi secara jelas mengakui bahwa segala sesuatu itu, dari mulai arsy, kursi, malaikat, sorga, neraka, dan termasuk arwah para nabi, itu berasal dari ruhnya Nabi Muhammad Saw. Apakah Anda mengira bahwa penulis Syarh Jauharah at-Tauhid—sebagai kitab rujukan kaum sunni—itu sedang mempromosikan akidah yang batil? 

Saya sudah menampilkan dua pakar Ilmu Akidah yang mengafirmasi akidah Nur Muhammad sebagai makhluk pertama itu. Ditambah persetujuan Syekh Ali Jum’ah dan pengakuan al-Ghumari pada tulisan yang lalu. 

Lihat juga perkataan Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitab Madarij as-Su’ud, sebuah syarah yang ia tulis atas karya al-Barzanji. Saya tidak perlu menjelaskan kepada Anda seperti apa kedudukan Syekh Nawawi di mata para pengkaji keilmuan Islam. Apalagi di Indonesia. Lalu apakah Syekh Nawawi mengingkari Nur Muhammad? Beliau malah mengafirmasinya. Dan buktinya ialah sebagai berikut: 

الحمد لله الذي (افتتح هذا الوجود) أي: وجود الخلائق (بالنور المحمدي) منسوب لمحمد صلى الله عليه وسلم

“Segala puji bagi Allah yang telah membuka wujud ini, maksudnya wujud para makhluk. Dengan Nur Muhammad, yang dinisbatkan kepada Muhammad Saw.” (Madarij as-Shu’ud, hlm. 2). 

Setelah itu Syekh Nawawi pun mengutip hadits lain tentang keberawalan Nur Muhammad. Perkataan an-Nawawi, ad-Dardir dan as-Shawi di atas itu praktis mematahkan pandangan AST dan orang-orang sejenisnya. Kalau memang akidah tentang Nur Muhammad itu batil, kenapa Syekh Nawawi malah mengafirmasi akidah itu? Apakah Anda juga mengira bahwa Syekh Nawawi sedang mempromosikan akidah yang batil, dan tidak tahu hadits-hadits lemah yang dijadikan sandaran oleh AST itu?

Ulama pasti tahu. Tapi dalam saat yang sama mereka juga sadar, bahwa sandaran akidah itu bukan hanya hadits. Tapi al-Quran. Bahkan hadits itu pun, kendatipun penisbatan redaksinya lemah, tapi maknanya masih bisa dipandang sahih. Apalagi dia tidak menyalahi ayat al-Quran. Al-Quran tidak hanya menyebut nabi sebagai “nur”. Tapi kita juga menemukan isyarat bahwa ruh beliaulah yang menjadi makhluk pertama itu.

Mari kita lihat juga apa yang dikatakan oleh Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya. Al-Qurtubi adalah pakar hukum Islam. Bukan seorang sufi dalam arti yang ketat. Tapi, dia tidak mengingkari pendapat yang menyebut Nur Muhammad sebagai makhluk pertama. Bahkan ia malah menyetujinya. Al-Qurthubi berbicara tentang ayat yang menyebut Nabi sebagai “sosok muslim pertama” (awwal al-muslimin).

قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ لَا شَرِيْكَ لَهٗ ۚوَبِذٰلِكَ اُمِرْتُ وَاَنَا۠ اَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ

“Katakanlah (Nabi Muhammad), “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Itulah yang diperintahkan kepadaku. Aku adalah orang yang pertama dalam kelompok orang muslim.” (QS. al-An’am: 162-163).

Di sini ada pertanyaan, bagaimana mungkin ia disebut sebagai sosok muslim pertama, sementara ia didahului oleh para nabi sebelumnya, yang juga sudah berserah diri kepada Allah Swt? Jawaban yang dikemukakan oleh al-Qurthubi mengafirmasi akidah para sufi itu. Katanya, kita punya beberapa jawaban. Berikut saya kutipan penjelasan al-Qurthubi dalam tafsirnya (Juz. 7/hlm. 155).

قُلْنَا عَنْهُ ثَلَاثَةَ أَجْوِبَةٍ: الْأَوَّلُ: أَنَّهُ أَوَّلُ الْخَلْقِ أَجْمَعُ مَعْنًى، كَمَا فِي حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ مِنْ قَوْلِهِ عَلَيْهِ السَّلَامُ: (نَحْنُ الْآخِرُونَ الْأَوَّلُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَنَحْنُ أَوَّلُ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ). وَفِي حَدِيثِ حُذَيْفَةَ (نَحْنُ الْآخِرُونَ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا وَالْأَوَّلُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمَقْضِيُّ لَهُمْ قَبْلَ الْخَلَائِقِ) الثَّانِي: أَنَّهُ أَوَّلُهُمْ لِكَوْنِهِ مُقَدَّمًا فِي الْخَلْقِ عَلَيْهِمْ، قَالَ اللَّهُ تَعَالَى:" وَإِذْ أَخَذْنا مِنَ النَّبِيِّينَ مِيثاقَهُمْ وَمِنْكَ وَمِنْ نُوحٍ(٨) ". قَالَ قَتَادَةَ: أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: (كُنْتُ أَوَّلَ الْأَنْبِيَاءِ فِي الْخَلْقِ وَآخِرَهُمْ فِي الْبَعْثِ.

Perhatikan ungkapan al-Qurthubi yang menyebut Nabi Muhammad Saw itu sebagai “awwal al-khalqi ajma’” (awal dari semua makhluk). Apakah Anda mau menyebut al-Qurthubi sedang menyebarkan akidah yang batil? Tentu yang al-Qurthubi maksud bukan jasadnya nabi Muhammad. Karena jasad beliau memang datang setelah para nabi. Kalau bukan jasad, lantas apalagi namanya kalau bukan ruh? 

Lihat juga bagaimana al-Qurthubi menyebut Nabi Muhammad Saw itu mendahului para nabi dari sisi penciptaan (muqaddam fi al-khalqi ‘alaihim). Lalu ia pun mengaitkannya dengan sebuah ayat dalam al-Quran yang mengisahkan perjanjian Allah dengan para nabi di alam ruhani. Bukankah itu bukti bahwa al-Qurthubi, yang dikenal sebagai pakar tafsir, juga mengakui adanya Nur Muhammad, yang diciptakan sebagai makhluk pertama itu? Ketika ia menyinggung ayat terkait klaim tersebut, tidakkah itu juga menjadi petunjuk, bahwa keyakinan akan Nur Muhammad itu ada dalilnya dalam al-Quran? 

Ayat di yang dikomentari oleh al-Qurthubi di atas menyebut Nabi Muhammad Saw sebagai sosok yang pertama kali berserah diri kepada Allah. Syihabuddin al-Alusi, dalam tafsir Ruh al-Ma’ani, juga mengutip pendapat yang menjadikan ayat itu sebagai isyarat akan kebermulaan Nur Muhammad  (4/312). Dia tidak mengingkari pendapat itu. 

Memang ada ahli tafsir yang mengatakan bahwa pertama yang dimaksud di situ ialah pertama dari umatnya. Itu satu penafsiran yang sah. Tapi Anda juga nggak bisa menafikan penafsiran lain yang menyebut keberawalan di sana itu sebagai keberawalan yang mutlak. Dalam arti bahwa dialah yang paling pertama berserah dari semua makhluk. 

Perhatikan ungkapan as-Syaukani dalam kitab Fath al-Qadir (2/210-211) berikut ini:

قَوْلُهُ: ﴿وأنا أوَّلُ المُسْلِمِينَ﴾ أيْ أوَّلُ مُسْلِمِي أُمَّتِهِ، وقِيلَ: أوَّلُ المُسْلِمِينَ أجْمَعِينَ، لِأنَّهُ وإنْ كانَ مُتَأخِّرًا في الرِّسالَةِ فَهو أوَّلُهم في الخَلْقِ.

Lagi-lagi kita menjumpai uraian seorang ahli tafsir (meski bukan seorang sunni dalam arti yang ketat) yang tidak memandang asing—apalagi membatilkan—keyakinan yang menyebut ruh Nabi Muhammad Saw itu sebagai makhluk pertama (awwal al-khalq). Dengan demikian, berdasarkan penjelasan as-Syaukani, ayat tersebut bisa dimaknai dalam arti bahwa nabi itu adalah orang yang pertama kali berislam dibandingkan umatnya. Tapi bisa juga bermakna bahwa nabilah orang yang pertama kali berislam (pasrah) itu dari seluruh makhluk. 

Dan ada ayat al-Quran yang menyebutkan bahwa kepada Allahlah berpasrah segala apa yang ada di langit dan di bumi (QS. Al Imran [3]: 83). Lalu ayat sebelumnya menyebut Nabi sebagai yang pertama dari sosok yang berpasrah itu. Tidakkah itu memberikan isyarat bahwa nabi itu adalah makhluk pertama, karena Allah menyatakan bahwa semua makhluk itu berpasrah, dan nabi adalah yang pertama dari yang berpasrah itu? 

Sekali lagi saya katakan, Anda boleh tidak setuju dengan penafsiran di atas. Dan kami tidak memaksa semua Muslim untuk meyakininya. Karena ini tidak termasuk ushul al-aqaid. Tapi dalam saat yang sama kami juga mengingatkan agar jangan seenaknya menyebut akidah itu sebagai akidah yang batil. Apalagi dikatakan wajib untuk dihindari, seperti yang dikatakan AST dan orang-orang yang sealiran dengan dirinya itu. 

Akidah itu memiliki landasan dari ayat al-Quran. Isyarat dari hadits yang sahih (yang akan kami jelaskan secara lebih detail nanti). Diamini oleh banyak ulama besar. Juga dikuatkan oleh pengalaman spiritual kaum arifin. Meski tidak bisa dijadikan hujjah, tapi pengalaman orang-orang yang memiliki kedekatan khusus dengan Allah itu sangat layak untuk dipertimbangkan. Apalagi dia tidak menyalahi ayat al-Quran. Demikian. Wallahu ‘alam. 

Baca juga kajian tentang Nur Muhammad Berikut:

Yang Pro tentang Nur Muhammad :

Yang Kontra tentang Nur Muhammad : 

Sumber FB Ustadz : Muhammad Nuruddin

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Nur Muhammad Dalam Pengakuan Para Ulama Sunni - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®