Catatan Hadis-Fikih Seputar Umrah
Apa hukum umrah? Ulama berbeda pendapat. Mazhab Syafi'i menghukumi wajib. Di antara dalil yang disampaikan adalah ayat:
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لله
“Dan sempurnakanlah haji dan umrah, karena Allah” (al-Baqarah 196)
Demikian pula hadis berikut:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ عَلَى النِّسَاءِ جِهَادٌ قَالَ نَعَمْ عَلَيْهِنَّ جِهَادٌ لاَ قِتَالَ فِيهِ الْحَجُّ وَالْعُمْرَةُ (رواه احمد وابن ماجه)
Aisyah berkata: “Wahai Rasulullah, adakah kewajiban jih4d bagi wanita?”. Nabi menjawab: “Ya, jih4d tanpa per4ng, yaitu haji dan umrah” (HR Ahmad dan Ibnu Majah)
Badal Umrah
Sebagaimana haji boleh dibadalkan atas nama orang yang sudah wafat atau sakit parah, demikian pula umrah juga diperbolehkan:
عَنْ أَبِي رَزِينٍ ، أَنَّهُ قَالَ : يَا رَسُولَ اللهِ ، إِنَّ أَبِي شَيْخٌ كَبِيرٌ لاَ يُطِيقُ الْحَجَّ ، وَلاَ الْعُمْرَةَ ، وَلاَ الظَّعْنَ ، قَالَ : حُجَّ عَنْ أَبِيكَ وَاعْتَمِرْ
Abu Razin berkata: “Wahai Rasulullah, ayah ku sangat tua, tak mampu haji, umrah dan berjalan. Nabi bersabda: “Lakukan haji dan umrah untuk bapakmu” (HR Ahmad, Nasai, Ibnu Majah dan Turmudzi, hasan-sahih)
Ulama dari Al Azhar, Syekh Athiyah memfatwakan:
وَلَوْ أَرَادَ أَنْ يَهَبَ ثَوَابَ الْعُمْرَةِ لِلأَمْوَاتِ فَلاَ مَانِعَ مِنْ ذَلِكَ أَبَدًا وَكُلُّ قُرْبَةٍ يَهَبُ اْلإِنْسَانُ ثَوَابَهَا إِلَى الْمَيِّتِ يُرْجَى انْتِفَاعُهُ بِهَا وَلَمْ يَرِدْ مَا يَمْنَعُهُ
"Jika seseorang (yang berkali-kali umrah) ingin menghadiahkan pahala umrahnya kepada orang-orang yang telah wafat, maka boleh saja. Setiap ibadah yang pahalanya dihadiahkan kepada orang yang telah wafat maka diharapkan bermanfaat baginya, dan tidak ada dalil yang melarangnya" (Fatawa al-Azhar 9/335)
Bolehkah Umrah Berkali-kali?
ﻗﺎﻝ أنس : اﻋﺘﻤﺮ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﺭﺑﻊ ﻋﻤﺮ، ﻛﻠﻬﻦ ﻓﻲ ﺫﻱ اﻟﻘﻌﺪﺓ، ﺇﻻ اﻟﺘﻲ ﻛﺎﻧﺖ ﻣﻊ ﺣﺠﺘﻪ
Anas berkata bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melakukan umrah 4 kali. Kesemuanya di bulan zulkaidah, kecuali umrah bersama hajinya (HR Bukhari)
Dari hadis ini menurut sebagian ulama membolehkan umrah 1x saja dalam setahun seperti yang dilakukan oleh Nabi.
Dalil Umrah Berkali-kali
Berdasarkan keutamaan hadis berikut:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا»
Dari Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda: “Umrah sampai umrah berikutnya adalah penghapusan terhadap dosa diantara keduanya.” (HR al-Bukhari)
Al-Hafidz Ibnu Hajar menarik kesimpulan:
وَفِي حَدِيث الْبَاب دَلَالَة عَلَى اِسْتِحْبَاب الِاسْتِكْثَار مِنْ الِاعْتِمَار
Dalam hadis di bab ini menunjukkan anjuran untuk memperbanyak umrah (Fath al-Bari 5/471)
Di Mana Tempat Miqat Umrah? Bolehkah Dari Hotel?
ﻗﺎﻝ أنس: " اﻋﺘﻤﺮ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﺭﺑﻊ ﻋﻤﺮ، ﻛﻠﻬﻦ ﻓﻲ ﺫﻱ اﻟﻘﻌﺪﺓ، ﺇﻻ اﻟﺘﻲ ﻛﺎﻧﺖ ﻣﻊ ﺣﺠﺘﻪ: ﻋﻤﺮﺓ ﻣﻦ اﻟﺤﺪﻳﺒﻴﺔ ﻓﻲ ﺫﻱ اﻟﻘﻌﺪﺓ، ﻭﻋﻤﺮﺓ ﻣﻦ اﻟﻌﺎﻡ اﻟﻤﻘﺒﻞ ﻓﻲ ﺫﻱ اﻟﻘﻌﺪﺓ، ﻭﻋﻤﺮﺓ ﻣﻦ اﻟﺠﻌﺮاﻧﺔ، ﺣﻴﺚ ﻗﺴﻢ ﻏﻨﺎﺋﻢ ﺣﻨﻴﻦ ﻓﻲ ﺫﻱ اﻟﻘﻌﺪﺓ، ﻭﻋﻤﺮﺓ ﻣﻊ ﺣﺠﺘﻪ "
Anas berkata bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam umrah 4 kali. Kesemuanya di bulan Zulhijjah, kecuali saat bersama hajinya. Umrah dari Hudaibiyah, juga tahun depannya, Umrah dari Jikronah saat membagikan harta rampasan per4ng, dan umrah bersama hajinya (HR Bukhari)
Karena jemaah haji dan umrah sudah berstatus mukim lebih dari 3 hari, maka ketentuan miqatnya dijelaskan oleh Imam Nawawi:
ﻭﺃﻣﺎ ﺇﺣﺮاﻣﻪ ﺑﺎﻟﻌﻤﺮﺓ ﻓﻘﺪ ﻗﺪﻣﻨﺎ ﺃﻥ ﻣﻴﻘﺎﺗﻪ اﻟﻮاﺟﺐ ﻓﻴﻬﺎ ﺃﺩﻧﻰ اﻟﺤﻞ ﻭﻟﻮ ﺑﺨﻄﻮﺓ ﻭاﻟﻤﺴﺘﺤﺐ ﺇﺣﺮاﻣﻪ ﻣﻦ اﻟﺠﻌﺮاﻧﺔ ﻓﺈﻥ ﻓﺎﺗﻪ ﻓاﻟﺘﻨﻌﻴﻢ ﺛﻢ اﻟﺤﺪﻳﺒﻴﺔ
Ihramnya orang mukim dengan umrah melalui miqat yang wajib adalah tanah di luar Haram yang terdekat, meski terpaut selangkah. Anjurannya adalah dari Ji'ronah, lalu Tan'im, lalu Hudaibiyah (Al-Majmu', 6/209)
Apakah boleh dikiyaskan dengan haji sehingga miqat dari hotel? Mayoritas ulama berpendapat tidak boleh, karena Nabi memerintahkan Sayidah Aisyah ambil miqat di Tan'im:
وَهَكَذَا قَالَ جُمْهُور الْعُلَمَاء أَنَّهُ يَجِب الْخُرُوج لإِحْرَامِ الْعُمْرَة إِلَى أَدْنَى الْحِلّ , وَأَنَّهُ لَوْ أَحْرَمَ بِهَا فِي الْحَرَم وَلَمْ يَخْرُج لَزِمَهُ دَم . وَقَالَ عَطَاء : لا شَيْء عَلَيْهِ . وَقَالَ مَالِك : لا يُجْزِئهُ حَتَّى يَخْرُج إِلَى الْحِلّ .
Ini adalah pendapat kebanyakan ulama bahwa wajib keluar dari Tanah Haram ke tanah Halal terdekat. Jika miqat dari Tanah Haram maka wajib Dam. Atha' berkata: "Tidak kena apa-apa". Imam Malik berkata: "Tidak sah umrahnya hingga ia keluar ke tanah Halal" (Syarah Muslim, Kitab Al-Hajj/151)
Sumber FB Ustadz : Ma'ruf Khozin