Bagaimana Nasib Kedua Orang Tua Nabi? Seri II

Bagaimana Nasib Kedua Orang Tua Nabi?

𝗕𝗔𝗚𝗔𝗜𝗠𝗔𝗡𝗔 𝗡𝗔𝗦𝗜𝗕 𝗞𝗘𝗗𝗨𝗔 𝗢𝗥𝗔𝗡𝗚 𝗧𝗨𝗔 𝗡𝗔𝗕𝗜 ? Bagian II

Oleh Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq 

Sebab perselisihan tentang nasib orang tua Nabi di akhirat apakah di neraka atau tidak adalah bermula dari perbedaan pandangan ulama apakah mereka semasa hidupnya termasuk ahlu fatrah atau bukan. 

Sebagian mereka menyatakan bahwa ibu bapak Rasulullah shalallahu'alahi wasaalam bukan ahli fatrah, namun sebagiannya lagi menganggap bahwa mereka hidup di masa di mana sedang terjadi kekosongan dari risalah kenabian khususnya di wilayah jazirah Arab.

Maka sebelum kita lanjut ke bahasan tentang perbedaan ulama, kita perlu mengetahui terlebih dahulu tentang ahlu fatrah siapa mereka dan bagaimana nasib mereka kelak di akhirat.

𝗔𝗵𝗹𝘂 𝗳𝗮𝘁𝗿𝗮𝗵

Ahlu al fatrah (اهل الفترة) terdiri dari dua kata Ahli yang artinya secara bahasa bisa pemilik, empu atau golongan. Sedangkan kata fatrah artinya terputus atau kosong.[1] Dikatakan dengan istilah “futur” adalah sesuatu yang tenang yang tadinya bergejolak, melunak yang tadinya keras.[2] Seperti dikatakan “Fattara al Mathar” yang artinya telah terhenti hujan.[3]

Dan fatrah yang merupakan bentuk dari kata fatara diistilahkan oleh Murtadha az Zabidi rahimahullah dengan :

ما بين كل رسولين من رسل الله عز وجل من الزمان الذي انقطعت فيه الرسالة

“𝘔𝘢𝘴𝘢 𝘢𝘯𝘵𝘢𝘳𝘢 𝘥𝘶𝘢 𝘶𝘵𝘶𝘴𝘢𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘢𝘻𝘻𝘢 𝘸𝘢𝘫𝘢𝘭𝘭𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘮𝘢𝘴𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘵𝘦𝘳𝘱𝘶𝘵𝘶𝘴 𝘳𝘪𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩.”[4]

Sedangkan al Imam Ibnu Katsir rahimahullah mendefinisikan dengan :

هي ما بين كل نبيين كانقطاع الرسالة بين عيسى عليه السلام ومحمد - صلى الله عليه وسلم

“𝘋𝘪𝘢 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘵𝘪𝘢𝘱 (𝘮𝘢𝘴𝘢) 𝘢𝘯𝘵𝘢𝘳𝘢 𝘯𝘢𝘣𝘪-𝘯𝘢𝘣𝘪, 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘮𝘢𝘴𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘱𝘶𝘵𝘶𝘴𝘯𝘺𝘢 (𝘬𝘦𝘯𝘢𝘣𝘪𝘢𝘯) 𝘢𝘯𝘵𝘢𝘳𝘢 𝘐𝘴𝘢 𝘢𝘭𝘢𝘪𝘩𝘪𝘴𝘴𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘕𝘢𝘣𝘪 𝘮𝘶𝘩𝘢𝘮𝘮𝘢𝘥 𝘚𝘩𝘢𝘭𝘢𝘭𝘭𝘢𝘩𝘶 𝘢𝘭𝘢𝘪𝘩𝘪 𝘸𝘢𝘴𝘢𝘭𝘭𝘢𝘮.”[5]

Adapun imam as Subki rahimahullah mengartikan dengan :

هي ما كانت بين رسولين لم يُرسل إليه الأول ولم يُدرِك الثاني

“𝘋𝘪𝘢 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘪𝘢𝘯𝘵𝘢𝘳𝘢 𝘥𝘶𝘢 𝘶𝘵𝘶𝘴𝘢𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩, 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘳𝘢𝘴𝘶𝘭 𝘴𝘢𝘵𝘶𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮 𝘥𝘪𝘶𝘵𝘶𝘴 𝘴𝘦𝘥𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯 𝘳𝘢𝘴𝘶𝘭 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘶𝘮𝘱𝘢𝘪 𝘮𝘢𝘴𝘢𝘯𝘺𝘢.”[6]

Imam Alusi rahimahullah berkata :

أجمع المفسرون بأن الفترة هي انقطاع ما بين رسولين

“𝘛𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘦𝘱𝘢𝘬𝘢𝘵 𝘱𝘢𝘳𝘢 𝘢𝘩𝘭𝘪 𝘵𝘢𝘧𝘴𝘪𝘳 𝘣𝘢𝘩𝘸𝘢 “𝘧𝘢𝘵𝘳𝘢𝘩” 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘢𝘴𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘱𝘶𝘵𝘶𝘴  (𝘳𝘪𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩) 𝘢𝘯𝘵𝘢𝘳𝘢 𝘥𝘶𝘢 𝘳𝘢𝘴𝘶𝘭.”[7]

Sehingga jika digabungkan antara kata ahlu dengan fatrah akan terdefinisi diantara dengan pengertian : “Golongan atau umat yang hidup di masa antara dua utusan Allah, yang mereka tidak bertemu dengan utusan Allah yang pertama dan tidak juga menjumpai utusan Allah yang kedua. Seperti umat yang hidup di zaman antara telah diutusnya Isa ‘alaihissalam dan sebelum diutusnya Rasulullah ﷺ. Yang di masa mereka tidak ada Rasul yang diutus kepada mereka.”[8]

Sehingga dengan definisi ini, ahlu fatrah tidak ada lagi setelah diutusnya Nabi Muhammad ﷺ, karena memang tidak ada sepeninggal nabi atau Rasul yang diutus oleh Allah ta’ala. Namun meskipun demikian para ulama menyatakan meskipun secara penamaan ahli fatrah ini tidak ada lagi, namun secara hukum ahli fatrah bisa saja terjadi di masa setelah diutusnya Rasulullah ﷺ . Yakni mereka yang hidup di suatu masa atau tempat namun dakwah Islam tidak sampai kepada mereka. Nah mereka ini juga dihukumi sebagai ahlu fatrah.

𝗡𝗮𝘀𝗶𝗯 𝗔𝗵𝗹𝗶 𝗙𝗮𝘁𝗿𝗮𝗵 𝗱𝗶 𝗔𝗸𝗵𝗶𝗿𝗮𝘁

Tentang keadaan para ahli fatrah itu nanti di akhirat, secara umum ada tiga pendapat ulama tentangnya. Yang pertama mereka akan selamat, yang kedua mereka dimasukkan ke dalam neraka dan yang ketiga mereka akan diuji terlebih dahulu untuk ditentukan surga atau nerakanya.[9]

Berikut adalah penjelasan masing-masing pendapat dalam masalah ini :

𝟭.𝗔𝗵𝗹𝗶 𝗳𝗮𝘁𝗿𝗮𝗵 𝘀𝗲𝗹𝗮𝗺𝗮𝘁 𝗱𝗶 𝗮𝗸𝗵𝗶𝗿𝗮𝘁

Pendapat pertama ini dipegang oleh kalangan ulama Asy’ariyyah dari madzhab aqidah dan dari sebagian Syafi’iyyah dari madzhab fiqih.[10]

Dalilnya yang digunakan oleh kalangan ini adalah ayat dan hadits berikut ini :

𝗗𝗮𝗹𝗶𝗹 𝗽𝗲𝗿𝘁𝗮𝗺𝗮

وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِيْنَ حَتّٰى نَبْعَثَ رَسُوْلًا

“𝘋𝘢𝘯 𝘒𝘢𝘮𝘪 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘥𝘻𝘢𝘣 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮 𝘒𝘢𝘮𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘵𝘶𝘴 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘳𝘢𝘴𝘶𝘭.” (QS. Al Isra: 15)

Sisi pendalilannya : Allah ta’ala telah menyatakan bahwa Dia tidak akan mengadzab suatu kaum sebelum diutusnya seorang rasul kepada mereka. Sedangkan ahli Fatrah tidak diutus kepada mereka seorang rasul pun sehingga mereka tidak akan diadzab, artinya mereka akan dimasukkan ke dalam syurga.

𝗗𝗮𝗹𝗶𝗹 𝗸𝗲𝗱𝘂𝗮

رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُل

“(𝘔𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘒𝘢𝘮𝘪 𝘶𝘵𝘶𝘴) 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘬𝘶 𝘳𝘢𝘴𝘶𝘭-𝘳𝘢𝘴𝘶𝘭 𝘱𝘦𝘮𝘣𝘢𝘸𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢 𝘨𝘦𝘮𝘣𝘪𝘳𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪 𝘱𝘦𝘳𝘪𝘯𝘨𝘢𝘵𝘢𝘯 𝘢𝘨𝘢𝘳 𝘴𝘶𝘱𝘢𝘺𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘥𝘢 𝘢𝘭𝘢𝘴𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘨𝘪 𝘮𝘢𝘯𝘶𝘴𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘯𝘵𝘢𝘩 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘶𝘵𝘶𝘴𝘯𝘺𝘢 𝘳𝘢𝘴𝘶𝘭-𝘳𝘢𝘴𝘶𝘭 𝘪𝘵𝘶..” (QS. Nisa: 165)

Sisi pendalilannya : Allah akan membungkam hujjah orang-orang kafir di akhirat dengan bukti rasul-rasulNya yang telah diutus untuk memberikan peringatan kepada mereka namun justru oleh mereka didustakan.

Sedangkan ahlu fatrah tidak datang kepada mereka para utusan untuk memberikan peringatan apapun sehingga ini menjadi dalil akan keselamatan mereka di Akhirat.

𝗗𝗮𝗹𝗶𝗹 𝗸𝗲𝘁𝗶𝗴𝗮

... قَدْ جَاءَنَا نَذِيرٌ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نَزَّلَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا فِي ضَلَالٍ كَبِيرٍ

“..𝘚𝘦𝘴𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘪 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪 𝘱𝘦𝘳𝘪𝘯𝘨𝘢𝘵𝘢𝘯, 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘬𝘢𝘮𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘶𝘴𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯(𝘯𝘺𝘢) 𝘥𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘮𝘪 𝘬𝘢𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯, "𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘶𝘳𝘶𝘯𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘱𝘶𝘯; 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘭𝘢𝘪𝘯 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘪 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘬𝘦𝘴𝘦𝘴𝘢𝘵𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘴𝘢𝘳.” (QS. Al Mulk: 9)

Sisi pendalilannya : Di ayat ini jelas bahwa Allah ta’ala menyatakan tidak akan mengadzab seorang hamba atau suatu kaum kecuali telah tegak hujjah atas mereka dan diakui pula oleh mereka. Sedangkan itu tidak berlaku untuk ahlu fatrah karena tidak ada utusan Allah kepada mereka.

𝗗𝗮𝗹𝗶𝗹 𝗸𝗲𝗲𝗺𝗽𝗮𝘁

وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ يَتْلُونَ عَلَيْكُمْ آيَاتِ رَبِّكُمْ وَيُنْذِرُونَكُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا قَالُوا بَلَى وَلَكِنْ حَقَّتْ كَلِمَةُ الْعَذَابِ عَلَى الْكَافِرِينَ

"𝘈𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮 𝘱𝘦𝘳𝘯𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮𝘶 𝘳𝘢𝘴𝘶𝘭-𝘳𝘢𝘴𝘶𝘭 𝘥𝘪 𝘢𝘯𝘵𝘢𝘳𝘢𝘮𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘤𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮𝘶 𝘢𝘺𝘢𝘵-𝘢𝘺𝘢𝘵 𝘛𝘶𝘩𝘢𝘯𝘮𝘶 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘱𝘦𝘳𝘪𝘯𝘨𝘢𝘵𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘵𝘦𝘮𝘶𝘢𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘩𝘢𝘳𝘪 𝘪𝘯𝘪?" 𝘔𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘸𝘢𝘣: "𝘉𝘦𝘯𝘢𝘳 (𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨)". 𝘛𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘱𝘢𝘴𝘵𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘭𝘢𝘬𝘶 𝘬𝘦𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱𝘢𝘯 𝘢𝘻𝘢𝘣 𝘵𝘦𝘳𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘧𝘪𝘳.” (QS. Az Zumar : 71)

Sisi pendalilannya : Di ayat digambarkan bahwa ketika orang-orang kafir digiring menuju neraka kepada mereka ditanyakan tentang adanya rasul yang pernah diutus kepada mereka sebagai hujjah dan orang-orang kafir itupun mengakuinya. Sedangkan ahlu Fatrah tentu tidak akan disertakan karena mereka tidak pernah didatangi oleh utusan Allah sebelumnya.

𝗗𝗮𝗹𝗶𝗹 𝗸𝗲𝗹𝗶𝗺𝗮

وَمَا كَانَ رَبُّكَ مُهْلِكَ الْقُرَى حَتَّى يَبْعَثَ فِي أُمِّهَا رَسُولًا يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا

“𝘋𝘢𝘯 𝘛𝘶𝘩𝘢𝘯𝘮𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘪𝘯𝘢𝘴𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘯𝘦𝘨𝘦𝘳𝘪-𝘯𝘦𝘨𝘦𝘳𝘪, 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮 𝘋𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘵𝘶𝘴 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘳𝘢𝘴𝘶𝘭 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘬𝘰𝘵𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘤𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘺𝘢𝘵-𝘢𝘺𝘢𝘵 𝘒𝘢𝘮𝘪 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢...” (QS. Al Qashash :59)

Sisi pendalilannya : Allah tidak akan mungkin mendzalimi suatu kaum dengan memberikan adzab di akhirat tanpa adanya rasul yang diutus ke tengah-tengah mereka yang kemudian oleh kaum tersebut didustakan. Sedangkan ahlu fatrah tidak mendustakan seorang pun dari utusan Allah sehingga tentu mereka tidak akan diadzab oleh Allah.

Dalil ayat selanjutnya yang kurang lebih sama ada pada surah al Maidah ayat 19 dan surah al An’am ayat 130.

𝗗𝗮𝗹𝗶𝗹 𝗸𝗲𝗲𝗻𝗮𝗺

Rasulullah ﷺ bersabda :

وَلَا أَحَدَ أَحَبُّ إِلَيْهِ الْعُذْرُ مِنْ اللَّهِ وَمِنْ أَجْلِ ذَلِكَ بَعَثَ الْمُبَشِّرِينَ وَالْمُنْذِرِينَ

“..𝘋𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘥𝘢 𝘴𝘢𝘵𝘶𝘱𝘶𝘯 𝘱𝘪𝘩𝘢𝘬 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘴𝘶𝘬𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪 𝘶𝘥𝘻𝘶𝘳 𝘥𝘢𝘳𝘪𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩, 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘪𝘵𝘶𝘭𝘢𝘩 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘵𝘶𝘴 𝘱𝘢𝘳𝘢 𝘳𝘢𝘴𝘶𝘭 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪 𝘱𝘦𝘮𝘣𝘢𝘸𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢 𝘨𝘦𝘮𝘣𝘪𝘳𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪 𝘱𝘦𝘳𝘪𝘯𝘨𝘢𝘵𝘢𝘯.” (HR. Bukhari)

Sisi Pendalilan : Allah ta’ala adalah Dzat yang penuh kasih sayang kepada hamba-hambaNya, selama masih ada udzur atau alasan dari pelanggaran yang dilakukan oleh seorang hamba, maka Dia akan menerima dan memberikan ampunan.

 Karena itulah untuk mematahkan alasan-alasan orang-orang kafir ketika ngeles dari kedurhakaan mereka, Dia menjadikan diutusnya para nabi dan rasul sebagai hujjah, sedangkan ahli fatrah termasuk karena tidak tegak atas mereka hujjah dalam masalah ini.

Bersambung...

•┈┈•••○○❁🌻AST🌻❁○○•••┈┈•

[1] Al Mufradat fi Gharib al Qur’an (1/622)

[2] Mu’jam al Maqayis (4/470)

[3] Lisanul Arab (5/43)

[4] Taj al Arus (13/294)

[5] Tafsir Ibnu Katsir (2/35)

[6] Jam’ul Jawami’ hal. 58

[7] Ruhul Ma’ani (6/103)

[8] Tahrirul Maqal (1/413)

[9] Ahlu Fatrah wa man fi Hukmihim hal. 71

[10] Al Hawi (2/353)

Baca juga Serial Bahasan Nasib Orang Tua Nabi :

Sumber FB Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Bagaimana Nasib Kedua Orang Tua Nabi? Seri II - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®