Definisi Bid'ah Paling Kacau
Ada banyak definisi bid'ah, kebanyakan darinya punya kelemahan dari satu sisi meskipun bisa dibilang valid dari sisi lain. Namun ada satu yang paling kacau sebab sama sekali tidak mungkin dipakai secara konsisten. Setiap digunakan, definisi ini pasti menabrak nash, kaidah ushul fikih dan realitas sekaligus.
Definisi paling kacau itu adalah yang mendefinisikan bid'ah sebagai: "Melakukan hal yang tidak ada contohnya di masa Nabi".
Itu adalah definisi yang sama sekali tidak akurat dari segi apa pun, meskipun sayangnya justru banyak dipakai dan dikutip di mana-mana. Padahal, ia menabrak banyak hal, di antaranya:
1. Nash yang memperbolehkan melakukan hal-hal yang tidak ada contohnya di masa Nabi, misalnya: al-Hadid: 27 dan hadis yang memuji sunnah hasanah serta mencela sunnah sayyi'ah. Selain itu hadis tentang inovasi-inovasi para sahabat yang tidak ada di zaman Nabi, seperti tarawih terus menerus dengan berjamaah di awal waktu, shalat sebelum dihukum mati dan banyak lainnya juga ditabrak.
2. Kaidah ushul fikih tentang qiyas juga ditabrak sebab definisi tersebut menempatkan semua sisi ibadah di ranah ta'abbudi padahal ada yang ta'aqquli. Pembagian hukum taklifi yang lima juga bisa semrawut dengan definisi yang bersifat hitam putih tersebut, padahal tidak ada hukum taklifi yang bernama bid'ah. Sebagai pengecoh, pemakai definisi absurd di atas biasanya lalu membuat kaidah baru yang berbunyi "la qiyasa fi al-ibadah" padahal itu salah sebab harusnya "la qiyasa fi at-ta'abbudiyat"
3. Realitas juga ditabrak oleh kaidah tersebut sebab sejak zaman sahabat, banyak sekali hal-hal yang bernuansa ibadah yang tidak ada di masa Rasulullah, demikian juga di masa-masa setelahnya, termasuk di masa Wahab-Taymiy sekali pun. Lihat saja misalnya tradisi membaca doa khatam qur'an di dalam shalat tarawih yang terus dilestarikan di masjidil Haram, itu jelas ibadah yang tidak ada di zaman Rasulullah.
Sumber FB Ustadz : Abdul Wahab Ahmad