NABI MENINGGALKAN SUATU PERBUATAN
Ada kaidah yang sering dinukil oleh jumhur (mayoritas) ulama dalam pembahasan bidah yang berbunyi : “At-Tarku yaitu meninggalkannya nabi terhadap suatu perbuatan, tidaklah menunjukkan akan dilarang atau diharamkannya perbuatan tersebut.” Menurut syekh Dr. Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi rhm, kandungan makna kaidah tersebut diterima dan disepakati oleh para ulama.
Lalu ada sebagian pihak yang salah paham, katanya kaidah itu tidak mutharidah (tidak berlaku umum) dan layak dikritik. Buktinya, tidak sedikit hal-hal yang ditinggalkan nabi, ternyata hukumnya haram, bukan mubah.
Padahal, kaidah tersebut di atas berlaku seperti itu ketika “At-Tarku” bersendiri, di mana tidak didapatkan nash (teks dalil) yang menunjukkan kepada hukum lain. Adapun jika didapatkan, maka bisa jadi berubah dari makna asalnya yang mubah atau tidak dilarang kepada hukum lain, seperti haram, atau makruh atau yang lainnya. Berarti yang seperti ini di luar konteks kaidah di atas.
Demikian dijelaskan oleh ‘Allamah syekh Abdullah bin Muhammad bin Shiddiq Al-Ghumari rhm dalam Husnu At-Tafahhum wa Ad-Dark, hlm. (11). Sebagai pelengkap, silahkan dibaca juga di dalam kitab ; Miftahul Wushul fil bina’i Al-Furu’i ‘ala Al-Ushul, hlm. (25), karya Imam At-Tilmisani rhm. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.
(Abdullah Al-Jirani)
Sumber FB Ustadz : Abdullah Al Jirani