"Apa yang harus disebutkan secara spesifik dalam niat maka kesalahan padanya akan membatalkan"
Kita tahu fungsi niat adalah membedakan antara ibadah dengan non ibadah dan membedakan antara ibadah satu dengan ibadah lainnya (lihat #1.1), agar fungsi itu tercapai maka dalam niat perlu ada spesifikasi, perbuatan apa itu? hukumnya apa? jenisnya apa? dan sebagainya.
Ketika ingin membedakan antara shalat dzuhur dan ashar yang dijamak dan qashar atau membedakan antara shalat tahiyat masjid, qabliyah subuh dan shalat subuh, maka perlu ada spesifikasi dalam niat. Dari sinilah muncul redaksi niat seperti "ushalli-fardha-dzuhri" atau "ushalli-sunnata-tahiyatil masjid". Kenapa perlu ada kata "ushalli"? untuk menegaskan bahwa aktifitas yang dilakukan adalah shalat, kenapa perlu ada kata "fardha" atau "sunnah"? untuk menegaskan bahwa aktifitas shalat itu merupakan shalat fardhu atau sunnah, kenapa perlu ada kata "dzuhri" atau "tahiyatil masjid"? untuk menegaskan bahwa jenis shalat itu adalah yang disebutkan itu.
Puasa bisa fardhu (Ramadhan, qadha, kafarat, nadzar) ataupun sunnah (Senin, Kamis, Syawwal, dsb.), maka perlu ada spesifikasi agar fungsi niat itu tercapai, dari sinilah kenapa muncul redaksi niat "nawaitu shauma ghad 'an ada fardhi syahri Ramadhan hadzihis sanah lillah", kata "shaum" harus spesifik disebut untuk membedakan antara ga makan karena puasa atau diet, kata "fardhi" harus spesifik disebut untuk menyatakan puasa ini adalah fardhu bukan sunnah, kata "ramadhan" harus spesifik disebut agar menyatakan ini adalah puasa fardhu Ramadhan bukan puasa fardhu yang lain. Tiga hal itulah yang wajib dinyatakan secara spesifik, yaitu: aktifitas apa, hukumnya apa dan jenisnya apa, adapun selain itu maka itu adalah tambahan agar spesifikasi itu lebih tercapai, seperti kata "ghad" karena hadisnya bilang niat puasa harus sejak malam, kata "hadzihis sanah" untuk menegaskan bahwa Ramadhannya itu tahun ini bukan tahun yang lalu atau tahun yang akan datang, dan kata "lillah" untuk menegaskan bahwa puasa ini beneran untuk Allah.
Nah, kembali kepada kaidah di atas, jika dalam hal yang harus dinyatakan secara spesifik dalam niat (aktifitas, hukum dan jenis) ada kesalahan dalam penyebutan spesifikasi maka ibadahnya tidak sah atau batal, shalat dzuhur tapi niatnya magrib, puasa Ramadhan tapi niatnya puasa senin, mandi wajib tapi niatnya mandi biasa, harusnya zakat mal tapi niatnya sedekah, ibadah-ibadah itu akhirnya ga dianggap karena niatnya salah.
Sumber FB Ustadz : Fahmi Hasan Nugroho
Kaidah Fikih Utama I : Tentang Niat.