"Apa yang cukup diniatkan secara global dan tidak disyaratkan untuk diniatkan secara spesifik jika ia diniatkan secara spesifik dan salah maka akan membatalkan"
Pada postingan sebelumnya (#1.3) kita tahu ada hal yang harus disebutkan secara spesifik dalam niat agar fungsi niat tercapai. Selain tiga hal itu ada juga hal yang harus dinyatakan di dalam niat tapi cukup diniatkan secara global saja tanpa perlu diniatkan secara spesifik, dalam kasus ini jika ia sebutkan secara spesifik apa yang seharusnya cukup diniatkan secara global lalu kemudian salah maka kesalahan itu akan membatalkan ibadahnya.
Contoh yang sering digambarkan adalah niat sebagai makmum, niat sebagai makmum harus dinyatakan karena seorang makmum terikat dengan hukum kewajiban mengikuti imam sebagaimana sabda Rasulullah:
إنما جعل الإمام ليؤتم به فإذا كبر فكبروا وإذا ركع فاركعوا
Namun niat sebagai makmum ini cukup secara global saja tanpa perlu dinyatakan secara spesifik "bermakmum kepada fulan" karena tanpa menyebutkan siapa imamnya pun niatnya sudah sah, justru jika imamnya disebutkan secara spesifik dalam niat dan ternyata salah maka shalatnya jadi batal karena diri sudah berniat mengikrarkan diri terikat dengan hukum makmum kepada Ahmad (misalkan) tapi ternyata imamnya bukan Ahmad.
Contoh lain seseorang membayar zakat atas hartanya, tapi dalam niatnya ia meniatkan bahwa harta yang dibayarkan itu adalah menzakatkan dari "hartanya yang ghaib" (di suatu tempat) dan ternyata harta ghaib yang ia niatkan itu kondisinya sudah tak lagi bernilai, dalam kasus ini harta yang ia bayarkan tidak dianggap sebagai zakat bagi harta yang ghaib tadi karena sejatinya ia sudah tak bernilai dan tidak bisa juga dianggap sebagai zakat bagi hartanya yang ada karena sejak awal ia meniatkan zakat itu untuk harta yang ghaib tadi. Jika saja ia hanya berniat membayar zakat dari hartanya tanpa menyebutkan secara spesifik harta yang mana yang hendak ia bayarkan zakatnya maka yang ia bayarkan tadi bisa dinyatakan sebagai zakat dari hartanya yang ada.
Contoh lain seseorang membayar kafarat seperti memerdekakan budak, tapi dalam niat ia menyatakan secara spesifik bahwa aktifitas ini adalah kafarat dzihar padahal kewajiban kafarat yang ia miliki adalah kafarat untuk kasus pembunuhan, dalam kasus ini kafarat yang ia bayar dengan niat kafarat dzihar tidak sesuai dengan kewajiban yang ia miliki maka kafarat yang ia bayarkan tidak dianggap sebagai kafarat dzihar maupun kasus pembunuhan. Jika saja ia hanya berniat secara global bahwa aktifitas yang dilakukan ini adalah untuk membayar kafarat tanpa perlu menyebutkan secara spesifik kafarat apa yang ia bayarkan maka sebenarnya itu saja sudah cukup dan bisa menggugurkan kewajibannya, justru ketika ia nyatakan secara spesifik kafaratnya apa lalu kemudian terntata penyebutannya itu salah maka kafarat yang ia lakukan tidak dianggap sebagai kafarat baik untuk dzihar maupun pembunuhan karena yang dimintanya hanya global saja tanpa perlu dinyatakan secara spesifik.
Sumber FB Ustadz : Fahmi Hasan Nugroho
Kaidah Fikih Utama I : Tentang Niat.