Maulid Nabi Sama Dengan Natal?
Seorang kiai di Modung, Madura, kali ini kelewatan dalam menolak Maulid Nabi. Ia menyamakan Maulid Nabi dengan Natalan.
Perlu diketahui bahwa kiai tersebut dulu belajar dan mengaji kepada kakek saya, KH Yahya Syabrowi di Raudhatul Ulum Ganjaran, Malang. Saya perlu menjawab masalah ini sebab kakek saya tiap tahun mengamalkan Maulid Nabi. Kalau dia masih berkeyakinan seperti Natal berarti sama halnya menuduh gurunya juga melakukan ajaran yang menyimpang. Saya tidak akan diam kalau soal begini.
Kiai tersebut membawa sebuah hadis:
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ , قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ : فَمَنْ
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim no. 2669).
Maulid Nabi karena mengikuti agama Nasrani, berdasarkan hadis ini, katanya. Benarkah demikian? Pernyataan beliau ini semakin memantapkan saya bahwa beliau tidak banyak mendalam bacaan hadis dan syarahnya. Berikut penjelasan ulama ahli hadis, Syekh Abdurrauf Al-Munawi, soal batasan apa saja yang gemar ditiru:
ﻭﻫﻮ ﻛﻨﺎﻳﺔ ﻋﻦ ﺷﺪﺓ اﻟﻤﻮاﻓﻘﺔ ﻟﻬﻢ ﻓﻲ اﻟﻤﺨﺎﻟﻔﺎﺕ ﻭاﻟﻤﻌﺎﺻﻲ ﻻ اﻟﻜﻔﺮ
Hadis ini adalah kinayah tentang umat Nabi yang gemar mengikuti ahli kitab dalam lingkup pertentangan dan maksiat, bukan kekufuran (Faidh Al-Qadir, 6/261)
Jadi, kalau umat Islam meniru ahlul kitab adalah dalam perbuatan dosa. Sekarang kita perjelas Maulid Nabi dosa apa bukan? Maulid Nabi larangan yang sampai haram berdasarkan dalil Qur'an atau sekedar pemahaman sekelompok orang saja?
Perhatikan Sabda Nabi shalallahu alaihi wasallam berikut:
« مَا أَحَلَّ اللَّهُ فِى كِتَابِهِ فَهُوَ حَلاَلٌ وَمَا حَرَّمَ فَهُو حَرَامٌ وَمَا سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ عَافِيَةٌ فَاقْبَلُوا مِنَ اللَّهِ عَافِيَتَهُ فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُنْ نَسِيًّا ». ثُمَّ تَلاَ هَذِهِ الآيَةَ ( وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا) (رواه البيهقى والطبراني ورجاله ثقات)
“Apa yang dihalalkan oleh Allah dalam kitab Nya maka halal. Apa yang Ia haramkan maka haram. Jika Allah diam atas sesuatu, maka itu adalah kebolehan. Maka terimalah. Sebab Allah tidak pelupa [QS Maryam: 64]” (HR al-Baihaqi dan Thabrani, hadis hasan).
Mari kita nalar secara jernih, kalau Maulid Nabi adalah haram dan masuk neraka, mengapa tidak ada satupun ayat Al-Qur'an yang melarangnya? Kalau sampai dosa besar karena sama seperti agama lain kenapa kok orang Madura yang menyampaikan dan bukan ayat atau hadis Nabi?
• Foto dari kiri: Habib Hasan Baharun Dalwa, Bangil, Sayid Muhammad Al-Maliki, paling kanan di gambar depan mihrab adalah KH Yahya Syabrowi, Malang. Semua pengamal Maulid Nabi.
Sumber FB Ustadz : Ma'ruf Khozin