Ulama Yang Menjadi Bukti Keajaiban Ilmu

Ulama Yang Menjadi Bukti Keajaiban Ilmu

𝗨𝗟𝗔𝗠𝗔 𝗬𝗔𝗡𝗚 𝗠𝗘𝗡𝗝𝗔𝗗𝗜 𝗕𝗨𝗞𝗧𝗜 𝗞𝗘𝗔𝗝𝗔𝗜𝗕𝗔𝗡 𝗜𝗟𝗠𝗨

Oleh Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq 

Sosok yang kita bicarakan ini memiliki berbagai julukan dan gelar mentereng yang diberikan oleh ulama yang hidup semasa dengannya maupun setelahnya. Hal ini karena beliau dikenal menguasai berbagai macam disiplin ilmu dan sekaligus menjadi pakar dalam ilmu tersebut.

 Al imam adz Dzahabi berkata tentang hal ini : “Dalam setiap cabang keilmuan, Ibnul Jauzi selalu mengambil peran penting lagi strategis. Pada bidang tafsir, beliau terkenal sebagai ulama yang paling ahli. Pada bidang hadits, beliau terkenal sebagai ulama yang bergelar Hafizh. 

Pada bidang sejarah, beliau tergolong sebagai ulama yang memiliki pengetahuan yang luas. Keahlian beliau pada bidang fikih juga cukup diperhitungkan. Adapun dalam bidang tafsir dan sajak, beliau adalah ulama yang memiliki kemampuan yang luar biasa.” [1]

Diantaranya gelarnya adalah Ustadz al-Aimmah (guru besarnya para imam), Hibr al-Ummah (tintanya umat), al Wa’iz (Pemberi nasehat yang ulung), al Faqih (Ahli fiqih), Jamaluddin (Orang yang sempurna agamanya), Bahr al-Ulum (lautan ilmu), Sayyid al-Huffadz (tuannya para ahli hadits), Faris al-Ma’ani wa al-Alfadz (pahlawan makna dan lafal) Syaikh al-Islam (guru besar Islam), Qudwah al-Anam (teladan besar manusia), dan Sulthan al-Mutakallimin (Rajanya para ahli kalam).

Beliau adalah al imam Ibnu Jauzi rahimahullah, kunyahnya Abul Faraj. Garis keturunnya bersambung kepada sayidina Abu Bakar Shidiq. Ulama besar yang lahir di abad ke 5 Hijriyah di kota Baghdad, beberapa tahun setelah kewafatan al imam Ghazali rahimahullah.

Sekedar tambahan, banyak orang yang keliru mengira bahwa beliau Ibnul Jauzi adalah orang yang sama dengan ibnu Qayyim al Jauziyah. Padahal antara beliau dengan Ibnul Qayyim terpaut usia yang jauh dan berbeda generasi. Beliau hidup di abad ke 6 H, sedangkan Ibnu Qayyim al Jauziyah yang merupakan murid emas Ibnu Taimiyah ini adalah ulama yang hidup di abad ke 8 H.

𝗣𝘂𝗷𝗶𝗮𝗻 𝘂𝗹𝗮𝗺𝗮 𝗸𝗲𝗽𝗮𝗱𝗮𝗻𝘆𝗮

Al imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata :

‌أحد ‌أفراد ‌العلماء... وتفرد بفن الوعظ الذي لم يسبق إلى مثله، ولا يلحق شأوه في طريقته وشكله، وفي فصاحته وبلاغته وعذوبة كلامه، وحلاوة ترصيعه، ونفوذ وعظه، وغوصه على المعاني البديعة، وتقريبه الأشياء الغريبة فيما يشاهد من الأمور الحسية، بعبارة وجيزة سريعة، هذا وله في العلوم كلها اليد الطولى

“Seorang ulama yang langka. Memiliki keunikan dalam ilmu wejangan yang mana tidak ada ulama sebelumnya yang seperti dia. Tiada yang menyamainya dalam gaya dan metodenya, juga dalam kefasihan, balaghah, indah dan bagusnya untaian kata-katanya.

Begitu juga tiada yang pengaruh nasehatnya begitu kuat seperti dia dilihat dari gaya bahasa dan ungkapan yang digunakannya. Ia bisa memahamkan hal yang asing lewat perumpamaan dengan hal yang nyata yang bisa disentuh, dengan penggambaran yang cepat dan singkat. Dan beliau memiliki keunggulan dalam semua cabang ilmu.”[2]

Imam adz Dahabi berkata :

كان رأسًا في التذكير بلا مدافعة، يقول النظم الرائق، والنثر الفائق بديهًا، ويسهب، ويعجب، ويطرب، ويطنب، لم يأت قبله ولا بعده مثله؛ فهو حامل لواء الوعظ، والقيِّم بفنونه، مع الشكل الحسن، والصوت الطيب، والوقع في النفوس، وحسن السيرة، وكان بحرًا في التفسير، علامة في السير والتاريخ، موصوفًا بحسن الحديث، ومعرفة فنونه، فقيهًا، عليمًا بالإجماع والاختلاف، جيد المشاركة في الطب، ذا تفنن وفهم وذكاء، وحفظ واستحضار..

“Beliau adalah tokoh dalam masalah wejangan tanpa ada tandingannya. Beliau berucap dengan ucapan yang menakjubkan, beliau bertutur dengan penuturan yang melebihi orang lain. Beliau memberikan wejangan yang detail, indah, elok, dan rapi susunannya. Serta tak ada yang seperti beliau, baik sebelum beliau ataupun sesudah beliau. Dia adalah pengibar bendera nasehat. Penampilannya dan suaranya yang bagus.Mudah diterima orang lain. Mulia sejarah kehidupannya. 

Lautan dalam ilmu tafsir, sangat berilmu dalam ilmu sirah dan sejarah. Disifati dengan kebaikan dalam ilmu hadits. Sangat menguasai berbagai cabang ilmu. Ahli fiqih. Sangat mengilmui masalah ijma’ dan perbedaan pendapat. Punya peranan yang baik dalam kedokteran. Pemilik kejeniusan, kecerdasan, hafalan dan pandangan yang luas...”[3]

Nashihuddin bin Hanbali berkata :

اجتمع فيه من العلوم ما لم يجتمع فى غيره

“Telah berkumpul pada dirinya ilmu-ilmu yang tidak berkumpul kepada seorang pun selainnya.”[4]

Al Imam Ibnu Qudamah al Maqdisi berkata :

ابن الجوزي إمام أهل عصره في الوعظ، وصنف في فنون العلم تصانيف حسنة، وكان صاحب فنون، كان يصنف في الفقه، ويدرس وكان حافظًا للحديث

“Ibnul Jauzi adalah imamnya ulama pada masanya dalam urusan memberi nasehat. Telah menyusun dalam berbagai bidang ilmu karya-karya yang bagus. Dia adalah suhunya berbagai bidang ilmu.  Ia mempunyai karya dalam ilmu fiqih dan mengajarkannya. Ia juga seorang hafidz dalam ilmu hadits.

Kitab-kitab karyannya sungguh menakjubkan para pembaca dan menghanyukan mereka dalam keindahan. Tidak pernah ada sebelumnya dan sesudahnya orang yang mempunyai kecakapan seperti kecakapanya.”

Ad Dabitsi berkata :

شيخنا جمال الدين صاحب التصانيف في فنون العلوم: من التفسير والفقه والحديث والتواريخ وغير ذلك، وإليه انتهت معرفة الحديث وعلومه، والوقوف على صحيحه من سقيمه، وكان من أحسن الناس كلامًا، وأتمهم نظامًا، وأعذبهم لسانًا، وأجودهم بيانًا

“Syaikh kami Jamaluddin (Ibnu Al Jauzi) adalah pemilik berbagai karya dalam bidang tafsir, fikih, hadits, sejarah dan lainnya. Beliau adalah orang yang paling menguasai ilmu-ilmu hadits dan mengetahui shahih dan dha’ifnya. Beliau adalah orang yang sangat bagus susunan perkataannya, sangat sempurna bait syairnya dan sangat indah lisan dan keterangannya.”

Al Muafaq al Maqdisi berkata :

كان ابن الجوزي لطيف الصورة، حلو الشمائل، رخيم النغمة، موزون الحركات والنغمات، لذيذ المفاكهة، يحضر مجلسه مائة ألف أو يزيدون، لا يضيع من زمانه شيئًا، يكتب في اليوم أربع كراريس، وله في كل علم مشاركة، لكنه كان في التفسير من الأعيان، وفي الحديث من الحفاظ، وفي التاريخ من المتوسعين، ولديه فقه كاف، وأما السجع الوعظي فله فيه ملكة قوية.

“Ibnu Al Jauzi adalah orang yang rupawan, baik perangainya, indah suaranya, santun tingkah lakunya dan menyenangkan sendau guraunya. Majelis ilmunya dihadiri oleh seratus ribu orang bahkan lebih, beliau tidak menyia-nyiakan waktu sedikitpun. 

Setiap harinya, beliau menulis karya ilmiyah lebih dari empat kitab kecil. Beliau mengetahui berbagai ilmu. Namun yang paling menonjol adalah bidang tafsir. Dalam ilmu hadits dia adalah seorang hafidz. Dalam ilmu sejarah termasuk orang sangat luas pengetahuannya. Pengetahuannya atas fiqih mencukupi. Dan dalam masalah urusan retorika dan nasehat dia adalah penguasanya.”

𝗞𝗮𝗿𝘆𝗮𝗻𝘆𝗮 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝘀𝗮𝗻𝗴𝗮𝘁 𝗯𝗮𝗻𝘆𝗮𝗸 𝗱𝗮𝗻 𝗯𝗲𝗿𝗺𝗮𝗻𝗳𝗮𝗮𝘁

Beliau memiliki karya yang sangat banyak, hingga al imam adz Dzahabi mengatakan :

ما عرفت أحدا صنف ما صنف

“Aku tidak mengetahui ada orang yang punya karya seperti karyanya.”[5]

Syaikh Abdul Fattah Abu Ghudah rahimahullah mengatakan :

وعاش تسعة وثمانين سنة والف تأليفا اربت خمس مئة كتاب

“Ia hidup sampai usia 89 tahun dan telah meninggalkan karya tulis sebanyak 500 kitab.”[6]

Ibnu Taimiyah rahimahullah menyebutkan angka yang lebih banyak, yakni sekitar 1000 karya tulis, beliau berkata :

كان الشيخ أبو الفرج مفتيا كثير التصنيف والتأليف. وله مصنفات فى أمور كثيرة، حتى عددتها فرأيتها أكثر من ألف مصنف. ورأيت بعد ذلك له ما لم أره

“Syaikh Abul Faraj (Ibnul Jauzi) adalah seorang mufti yang  banyak karya tulisnya. Ia punya karya-karya dalam banyak cabang masalah. Sampai aku pernah menghitung dan melihatnya lebih banyak dari 1000 karya. Aku telah melihat pada itu semua, sesuatu yang belum pernah aku lihat.”[7]

Sedangkan imam Ibnu Rajab al Hanbali menyebutkan bahwa hasil tulisan Ibnul Jauzi lebih banyak lagi dari itu, beliau menyebutkan sebuah riwayat bahwa karya sang imam mencapai 2000 buah karya tulis.[8]

Diantara karya beliau yang terkenal dan menjadi bacaan para penuntut ilmu dan juga orang umum hingga hari ini adalah Talbis Iblis, Shaidul Khatir, Shifatus Shafwah, al Maudhu’at, al Adzkiya, Akhbar al Hamqa’ wal Mughafalin dan lainnya.

𝗠𝗲𝗻𝗷𝗮𝗱𝗶 𝗯𝘂𝗸𝘁𝗶 𝗸𝗲𝗮𝗷𝗮𝗶𝗯𝗮𝗻 𝗱𝘂𝗻𝗶𝗮 𝗶𝗹𝗺𝘂

Banyak sekali hal-hal luar biasa yang dilakukan oleh sang imam Ibnul Jauzi kaitannya dengan dunia keilmuan. Diantaranya disebutkan bahwa Al Imam Ibnu Wardi mengatakan : 

إنه جمعت الكراريس التي كتبها وحسبت مدة عمره وقسمت الكراريس على المدة فكان ما خص كل يوم تسع كراريس

“Seandainya lembaran-lembaran yang ditulis oleh Ibnu Jauzi dikumpulkan, lalu dihitung sesuai umurnya, maka ia telah menulis dalam seharinya 9 buah buku dengan ukuran ketebalan seperti buku tulis.”[9]

Diriwayatkan bahwa beliau pernah berkata :  

إني طالعت عشرين ألف مجلد، كان أكثر، وأنا بعد في الطلب

“Aku Telah mempelajari lebih dari 20.000 kitab dan aku masih terus membaca.”[10]

Al Qumi menyebutkan sebuah riwayat bahwa rautan pena Ibnu Jauzi untuk menulis hadits pernah dikumpulkan, dan jumlahnya ternyata sangat banyak. Ia berwasiat agar itu nanti digunakan untuk memanaskan air saat memandikan jenazahnya bila ia telah wafat. 

Dan ketika ia telah meninggal wasiat itu pun dilaksanakan. Ternyata sisa rautan itu cukup untuk mendidihkan air bahkan masih tersisa.[11]

𝗝𝗮𝘀𝗮𝗻𝘆𝗮 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗜𝘀𝗹𝗮𝗺

Selain karyanya yang sangat banyak, diantara jasa al imam Ibnu Jauzi untuk umat adalah telah mengislamkan begitu banyak orang. Cucunya mengatakan, bahwa kakeknya (Ibnu Jauzi) pernah berkata kepadanya :

وتاب على يدي مائة ألف، وأسلم على يدي عشرون ألفا

“Telah bertaubat lewat perantara diriku 100.000 orang dan yang masuk Islam 20.000 orang.”[12]

𝗡𝗮𝘀𝗲𝗵𝗮𝘁𝗻𝘆𝗮 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗶𝗻𝗱𝗮𝗵 𝗱𝗮𝗻 𝗺𝗲𝗻𝘆𝗲𝗻𝘁𝘂𝗵

Diantara hal yang sulit didapatkan dari ulama lain pada diri al imam Ibnu Jauzi rahimahullah adalah kemampuannya menyampaikan nasehat yang sangat menyentuh dalam kalimat indah yang tersusun dengan rapi. 

Bahkan seorang ulama kontemporer yang juga dikenal dengan nasehat-nasehatnya yang “mak jleb”, yakni syekh Thanthawi pernah mengatakan :

قرأت لأكثر من سبعين سنة .. فما وجدت حكمة أجمل من

“Aku telah membaca lebih dari 70 tahun, namun aku belum pernah menemukan kata bijak paling indah seperti apa yang dikatakan oleh Ibnul Jauzi rahimahullah berikut ini :

إن مشقة الطاعة تذهب ويبقى ثوابها، وإن لذة المعاصي تذهب ويبقى عقابها

“Sesungguhnya keletihan karena melakukan ketaatan akan hilang, dan tinggallah pahalanya. Dan kenikmatan melakukan maksiat akan hilang dan tinggallah hukumannya.”

كُن مع الله ولا تُبالي، ومُدّ يديك إليه في ظُلُمات اللّيالي، وقُل: يا رب ما طابت الدّنيا إلاّ بذكرك، ولا الآخرة إلاّ بعفوك، ولا الجنّة إلاّ برُؤيتك

Teruslah bersama Allah dan jangan pedulikan (apa kata orang). Tengadahkan tanganmu kepada-Nya di kegelapan malam, sambil berdoa : Ya Rabb, Dunia ini takkan indah kecuali dengan mengingat-Mu. Akhirat takkan indah kecuali dengan ampunan-Mu. Dan surgapun takkan indah kecuali dengan melihat wajah-Mu.

صافح وسامح ودع الخلق للخالق فنحن وهم راحلون، افعل الخير مهما استصغرته، فإنك لا تدري أي حسنة تدخلك الجنة.

Lapangkan dadamu. Maafkan (orang yang bersalah padamu). Biarkan (urusan) makhluk untuk sang Khaliq, karena kita dan mereka akan pergi (meninggalkan dunia).

Lakukanlah kebaikan walau engkau menganggapnya sepele, karena sesungguhnya engkau tidak tahu kebaikan mana yang akan memasukkanmu ke dalam surga.”[13]

Nasehat beliau lainnya adalah :

‌الواجب ‌على ‌العاقل ‌أخذ ‌العدة ‌لرحيله؛ ‌فإنه ‌لا ‌يعلم ‌متى ‌يفجؤه ‌أمر ‌ربه ‌ولا ‌يدري ‌متى ‌يستدعى

“Sudah seharusnya bagi orang yang berakal untuk senantiasa mempersiapkan bekal kepulangannya. Karena ia tidak mengetahui kapan datangnya keputusan Tuhannya untuk dirinya dan kapan ia akan dipanggil.”[14]

وإني رأيت خلقاً كثيراً غرهم الشباب، ونسوا فقد الأقران، وألهمهم طول الأمل

“Aku melihat begitu banyak orang yang tertipu oleh usianya yang masih muda, dia lupa hilangnya sebagian teman dekatnya (yang bisa mati di usia muda). Dan mereka ini tertipu oleh angan-angan yang panjang.”[15]

رأيت كثيرًا من الناس يتحرزون من رشاش نجاسة ولا يتحاشون من غيبة ويكثرون من الصدقة ولا يبالون بمعاملات الربا و يتهجدون بالليل ويؤخرون الفريضة عن الوقت

“Aku melihat ada banyak orang yang begitu berhati-hati dari cipratan najis, namun mereka tidak menjaga mulut dari ghibah; mereka banyak bershadaqah namun seakan tidak peduli dengan riba dalam keseharian mereka; mereka bertahajjud di malam hari namun mereka mengakhirkan perkara fardhu dari waktunya.”[16]

لقيت مشايخ، أحوالهم مختلفة، يتفاوتون في مقاديرهم في العلم، وكان ‌أنفعهم لي في صحبته العامل منهم بعلمه، وإن كان غيره أعلم منه

“Aku bertemu dengan banyak ulama. tingkatan keilmuan dan keadaan mereka berbeda-beda. Namun yang paling bermanfaat dari mereka bagiku adalah yang mengamalkan ilmunya, walaupun yang lain lebih berilmu darinya.”[17]

Semoga bermanfaat.

__________

[1] Siyar A’lam Nubala (21/365)

[2] Bidayah wa Nihayah (16/707)

[3] Jami’ li Ulum (1/170)

[4] Adz Dzail ‘ala Thabaqat al Hanabilah (1/411)

[5] Jami’ li Ulum (1/170)

[6] Qaimah az Zaman ‘inda al Ulama hal. 56

[7] Dzail ‘ala Thabaqat al Hanabilah (1/415)

[8] Tadkiratul Hufaz (4/1344)

[9] Qaimatuzzaman ‘inda al Ulama hal. 63

[10] Shaidul Khatir hal. 454

[11] Qaimatuzzaman ‘inda al Ulama hal. 63

[12] Siyar A’lam Nubala (21/370)

[13] Berbagai sumber di web, sebagian tulisan hanya mencantumkan bait yang pertama.

[14] Shaidul Khatir hal. 28

[15] Ibid

[16] Shaidul Khatir hal. 177

[17] Shaidul Khatir hal. 158

baca juga kajian tentang ulama berikut :

Sumber FB Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Ulama Yang Menjadi Bukti Keajaiban Ilmu - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®