Belajar Tawadhu' Dari Nabi Musa
Abdul Wahid Al-Faizin
Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir mengajarkan pada kita sikap tawadhu' dan rendah hati. Nabi Musa adalah Nabi dan sekaligus Rasul. Bahkan beliau termasuk salah satu Rasul Ulul 'Azmi. Meski pangkat beliau yang tinggi beliau rendah hati dan mau belajar kepada Nabi Khidir yang hanya seorang Nabi
قَالَ لَهُۥ مُوسَىٰ هَلۡ أَتَّبِعُكَ عَلَىٰٓ أَن تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمۡتَ رُشۡدٗا
Musa berkata kepadanya (Khidir), “Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku (ilmu yang benar) yang telah diajarkan kepadamu (untuk menjadi) petunjuk?” (-Surat Al-Kahfi, Ayat 66)
Menurut Al-Qurthubi pertanyaan Musa pad Khidir tersebut menunjukkan adab beliau yang luar biasa. Al-Qurthubi menegaskan
هَذَا سُؤَالُ الْمُلَاطِفِ، وَالْمُخَاطِبِ الْمُسْتَنْزِلِ الْمُبَالِغِ فِي حُسْنِ الْأَدَبِ،
"Ini adalah pertanyaan orang yang ramah dan lemah lembut, rendah hati, serta memiliki adab yang sangat bagus"
Ayat menurut Al-Qurthubi juga menunjukkan tata kerama Nabi Musa terhadap Nabi Khidir meski Nabi Khidir tingkatannya lebih rendah dibandingkan Nabi Musa. Al-Qurthubi melanjutkan
فِي هَذِهِ الْآيَةِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ الْمُتَعَلِّمَ تَبَعٌ لِلْعَالِمِ وَإِنْ تَفَاوَتَتِ الْمَرَاتِبُ، وَلَا يُظَنُّ أَنَّ فِي تَعَلُّمِ مُوسَى مِنَ الْخَضِرِ مَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ الْخَضِرَ كَانَ أَفْضَلَ مِنْهُ، -الى ان قال- فَالْخَضِرُ إِنْ كَانَ وَلِيًّا فَمُوسَى أَفْضَلُ مِنْهُ، لِأَنَّهُ نَبِيٌّ وَالنَّبِيُّ أَفْضَلُ مِنَ الْوَلِيِّ، وَإِنْ كَانَ نَبِيًّا فَمُوسَى فضله بالرسالة
[القرطبي، شمس الدين، تفسير القرطبي، ١٧/١١]
"Ayat ini menunjukkan bahwa seorang murid mengikuti dan mematuhi gurunya meski derajatnya di atas sang guru (guru lebih rendah tingkatannya). Belajarnya Musa pada Khidir tidak menunjukkan bahwa Khidir yang menjadi gurunya lebih utama dan mulia dibandingkan Musa yang menjadi muridnya. Karena Khidir adalah seorang Wali dan Musa adalah seorang Nabi. Sedangkan Nabi lebih utama dan mulia dibandingkan Wali. Jika Khidir memang seorang Nabi, maka Musa juga lebih utama karena Allah menganugerahinya menjadi Rasul"
Ketawadhuan seperti ini yang harus kita jadikan tauladan. Betapa banyak orang yang menolak nasehat karena dia merasa lebih tua dan lebih berpengalaman dibandingkan yang menasehati. Seorang pimpinan menolak nasehat bawahan karena merasa bahwa dia atasannya yang lebih tinggi derajatnya. Bahkan seorang ustadz malas atau bahkan menolak untuk mendengarkan nasihat dari orang lain terlebih ketika menganggap orang yang menasehati ilmunya jauh di bawahnya. Menurut saya pribadi ini adalah salah satu bentuk kesombongan tersembunyi. Wallahu A'lam
Sumber FB Ustadz : Abdul Wahid Alfaizin
3 Agustus 2021 pada 10.04 ·