Qunut Witir
By. Ustadz Ahmad Sarwat, LC.MA
Hanya mulai dikerjakan di malam ke-16 dan seterusnya. Kedudukannya selevel dengan qunut shubuh, yaitu Sunnah Muakkadah sekaligus Sunnah Ab'adh.
Dibilang Sunnah Ab'adh bermakna sunnah yang merupakan bagian utuh dari ibadah, part-of.
Contoh Sunnah Ab'adh lainnya adalah duduk tahiyat awal, yang meski bukan rukun, tapi tidak mungkin dilewatkan begitu saja. Karena memang sudah bagian utuh dari shalat.
Sunnah Ab'adh bisa diibaratkan seperti keberadaan tangan dan kaki pada tubuh manusia. Tidak punya tangan atau kaki memang masih hidup, tapi statusnya orang cacat.
Makanya, bila lupa atau sengaja tidak qunut, ibaratnya orang cacat, tidak punya tangan atau kaki.
Lalu adakah yang bisa dilakukan? Ada, yaitu kompensasi sedikit meski tidak wajib, yaitu dua kali sujud sebelum salam, atau biasa disebut : sujud sahwi.
Ibaratnya sujud sahwi itu seperti kursi roda, yang bisa sedikit membantu orang yang kakinya cacat. Minimal dia bisa beraktifitas meski tidak senormal umumnya yang punya kaki utuh.
Beda Mazhab tentu beda lagi memposisikan qunut witir. Yang ini tentu saja qunut witir versi Mazhab Syafi'i. Hambali juga punya qunut witir, tapi tiap malam.
Lebih detail lagi tentang qunut witir, silahkan baca apa yang sudah dituliskan ustadz Fathoni Muhammad berikut ini.
Qunut Dalam Witir Paruh Kedua Ramadhan
Sumber FB Ustadz : Ahmad Sarwat
27 April 2021
Qunut Witir
by Ustadz Abdullah Al Jirani
Dalam mazhab Syafi’i, disunahkan (tepatnya sunah ab’adh) untuk melaksanakan qunut witir di separuh kedua dari bulan Ramadhan. Dimulai malam tanggal 16 Ramadhan sampai akhir bulan. Letaknya setelah rukuk atau pada saat i’tidal di rekaat terakhir. Redaksi doanya bebas, yang penting ada pujian kepada Allah dan permohonan. Tapi yang paling afdhal, adalah menggunakan redaksi sebagaiamana doa qunut Subuh :
اللَّهُمَّ اهْدِنَا فِيمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنَا فِيمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنَا فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لَنَا فِيمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنَا شَرَّ مَا قَضَيْتَ، إِنَّكَ تَقْضِي وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ، إِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ.وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
Redaksi dengan bentuk jamak seperti di atas untuk imam. Adapun apabila salat sendiri, maka dirubah kepada bentuk tunggal. Doa dilakukan dengan suara jahr (diperdengarkan) sambil mengangkat kedua telapak tangan dan mengusapkan keduanya ke wajah saat selesai (menurut sebagian pendapat, dan tidak dianjurkan menurut pendapat lain yang lebih kuat).
Untuk makmum, cukup mendengarkan dan mengaminkan doa imam sampai lafaz “wa qinaa syarra maa qadhait”. Mulai lafaz “innaka taqdhi wa laa yuqdha ‘alaik” - sampai lafaz - “tabarakta rabbana wa ta’alait”, makmum diam tidak mengaminkan, tapi ikut membacanya secara pelan. Lalu ketika sampai lafaz shalawat, makmum kembali mengaminkan.
Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.
(Abdullah Al-Jirani)
Sumber FB Ustadz : Abdullah Al Jirani
27 April 2021