Sunnah Nabi dalam Menghadapi Bid'ah (3)
Dalam hadits Shohih Bukhori riwayat sahabat Abu Sa'id Al Khudri ra., diceritakan serombongan sahabat kehabisan perbekalan dalam perjalanan. Mereka lalu singgah ke perkampungan sebuah suku, dan minta dijamu, karena menjamu tamu adalah bagian dari tradisi Arab sejak zaman jahiliyyah yang terus dipertahankan oleh Islam.
Ternyata suku tersebut karena satu dan lain hal menolak menjamu rombongan sahabat ini. Dan rombongan sahabat inipun hendak pergi meninggalkan perkampungan itu.
Saat hendak pergi, tiba tiba ada yang mengumumkan bahwa kepala suku digigit kalajengking, dan bertanya barangkali di antara rombongan sahabat tersebut ada yang bisa mengobati gigitan hewan berbisa.
Seorang sahabat langsung menyanggupi, dan mulailah dia mengobati kepala suku tersebut. Al hamdu lilLah, manjur. Kepala suku sembuh.
Selesai mengobati para sahabatnya bertanya : "apa kamu biasa mengobati ?".
Dia menjawab : "Tidak. Aku hanya meruqyahnya dengan Al Fatihah"
Sebagai hadiah, rombongan sahabat itu diberi 30 ekor kambing dan susu. Saat hendak disembelih, seorang sahabat berkata : "jangan dulu kita makan. Kita tanya Kanjeng Nabi dulu apa kambing ini halal kita makan".
Sesampainya di Madinah, para sahabat lalu menceritakan peristiwa tersebut.
Nabi lalu bersabda :
"Dari mana dia tahu bahwa Al Fatihah bisa dipakai mengobati".
Nabi pun lalu menyatakan bahwa kambing kambing itu halal dimakan, sambil bergurau : "jangan lupa aku diberi bagian lho ?"
Nabi pun membenarkan "praktek bid'ah" sahabat tersebut, walaupun Nabi tak pernah mengajarkan. Kenapa ? Karena ruqyah dengan Al Fatihah tidak bertentangan dengan ajaran Islam, walaupun Nabi tak mengajarkan secara langsung. Dalam bahasa lain, Nabi menganggap "bid'ah" yang dilakukan sahabat tersebut sebagai *bid'ah hasanah (perkara baru yang baik)*.
Lafadh hadits dalam Shohih Bukhori sebagai berikut :
٤- [عن أبي سعيد الخدري:] كُنّا في مَسِيرٍ لنا فَنَزَلْنا، فَجاءَتْ جارِيَةٌ، فقالَتْ: إنَّ سَيِّدَ الحَيِّ سَلِيمٌ، وإنَّ نَفَرَنا غَيْبٌ، فَهلْ مِنكُم راقٍ؟ فَقامَ معها رَجُلٌ ما كُنّا نَأْبُنُهُ برُقْيَةٍ، فَرَقاهُ فَبَرَأَ، فأمَرَ له بثَلاثِينَ شاةً، وسَقانا لَبَنًا، فَلَمّا رَجَعَ قُلْنا له: أكُنْتَ تُحْسِنُ رُقْيَةً - أوْ كُنْتَ تَرْقِي؟ - قالَ: لا، ما رَقَيْتُ إلّا بأُمِّ الكِتابِ، قُلْنا: لا تُحْدِثُوا شيئًا حتّى نَأْتِيَ - أوْ نَسْأَلَ - النبيَّ ﷺ، فَلَمّا قَدِمْنا المَدِينَةَ ذَكَرْناهُ للنبيِّ ﷺ فقالَ: وما كانَ يُدْرِيهِ أنَّها رُقْيَةٌ؟ اقْسِمُوا واضْرِبُوا لي بسَهْمٍ
البخاري (ت ٢٥٦)، صحيح البخاري ٥٠٠٧ • [صحيح] • شرح رواية أخرى
Dalam Shohih Muslim ada riwayat dengan lafadh sedikit berbeda.
WalLahu a'lam.
Sumber FB : Ahmad Halimy
5 Februari 2021 pada 17.31 ·
baca juga Sunnah Nabi :
1. Sunnah Nabi dalam Menyikapi Bid’ah (1)
2. Sunnah Nabi Dalam Menghadapi Bid’ah (2)
3. Sunnah Nabi Dalam Menghadapi Bid’ah (3)