Kisah Pendekar Sakti dan Sang Kakek
Ada seorang pendekar sakti yang berjalan bersama sebuah rombongan. Rombongan tersebut terdiri dari berbagai macam orang, ada yang tua dan ada yang muda, ada lelaki dan ada pula wanita.
Suatu saat rombongan tersebut tiba di sebuah persimpangan jalan. Satu jalan lebih dekat dengan tujuan tetapi terjal dan penuh rintangan. Jalan lainnya datar dan aman, tetapi jauh melingkar. Sang pendekar memutuskan agar rombongan melintasi jalan terjal. Tenang saja jurang terjal mudah dilompati dan berbagai rintangan mudah dibabat, katanya.
Seorang kakek maju ke depan. Ia mengatakan bahwa keputusan itu salah. Jalan yang benar adalah jalur yang aman untuk semua orang, bukan jalur yang dipilih sang pendekar.
Akhirnya pendekar itu menempuh jalurnya sendiri. Dia diikuti beberapa orang. Sisa rombongan memilih ikut jalur yang disarankan sang kakek.
Pada akhirnya mereka bertemu di tempat tujuan. Si pendekar selamat tanpa kurang apa pun, tetapi beberapa pengikutnya cedera. Sedangkan sang kakek dan rombongannya semuanya aman.
Dalam dunia nyata, keberadaan sosok seperti kakek di atas lebih dibutuhkan daripada sosok seperti pendekar hebat tadi. Ia tak sakti tetapi keputusannya mampu menyelamatkan banyak orang, sedangkan kesaktian pendekar itu hanya mampu menyelamatkan dirinya sendiri.
Sama seperti itu, dalam beragama kadang ada sosok hebat seperti pendekar dalam kisah di atas. Ia menguasai banyak ilmu sehingga semua mengakui kealimannya dan ada pula yang begitu tekun bermujahadah hingga tersohor sebagai waliyullah yang disegani. Tetapi ada kalanya Sang Alim tadi memilih pendapat syadz (nyeleneh) dan Sang Wali tadi mengatakan perkataan syathahat (ngelantur). Dalam kondisi semacam itu, perlu ada yang berperan seperti kakek di atas yang memperingatkan agar orang-orang tidak mengikuti pendapat syadz atau syathahat tersebut dan tetap memilih pendapat yang kuat dan paling aman untuk dipertanggung-jawabkan di akhirat.
Semoga bermanfaat.
Sumber FB : Abdul Wahab Ahmad
Favorit · 11 Februari 2021·