Pernahkah kita membaca puisi seperti ini di depan teman-teman, jamaah pengajian, atau di hadapan handai tolan, "Ya Allah, Engkaulah segalanya bagiku, aku akan melakukan apa saja untuk mendapatkan cinta Mu."
Kata-kata semacam ini boleh jadi hanya sekadar hiasan di bibir yang jauh dari hati. Kalau dibiarkan tanpa kendali, dia bisa berlanjut dengan rekayasa sehingga kental dengan penuh kemunafikan. Mengapa? Kita mengharapkan cinta Allah, tetapi kita mengumumkannya kepada orang-orang Sebetulnya saat mengucap itu, kita sedang berharap dicintai dan diakui oleh makhluk. Ini main-main. Kita "menjual" nama Allah demi dianggap saleh dan salehah. Dan, Allah Mahatahu.
Saudaraku, kalau kita mengharap cinta Allah Ta'ala, caranya bukan dengan membuat pengumuman kepada orang-orang Seperti puisi tadi, apalagi mencoret coret dinding rumah kontrakan. Tetapi, tanyakanlah padaha terdalam. Pernahkah kita benar-benar berharap menad hamba yang dicintai-Nya? Bulatkan tekad di dalam ha saja untuk menjadi hamba pilihan-Nya. Sesungguhnya Allah pasti tahu siapa yang benar-benar ingin deka kepada-Nya. Jadi, tekadkan dengan kuat di hati dan cukup di dalam hati. Hal ini adalah tahapan awal untuk mendapatkan cinta llahi.
Selanjutnya, kita harus berusaha mencari ilmu tentang Allah, yaitu tentang nama dan sifat-sifat-Nya. Kita bisa mencari ilmu ini kepada orang yang sudah yakin kepada Allah, bukan yang sekadar tahu maupun hebat menghafal. Bukankah orang yang tahu belum tentu meyakini? Maka, ilmu dari orang yang yakin kepada Allah akan lebih meyakinkan. Tahu menjadi ilmu, yakin menjadi hikmah. Orang yang sudah yakin kepada Allah, bicaranya tidak hanya kata-kata, tetapi juga nada, raut muka, dan sikapnya juga utuh serta mantap meyakinkan
Lalu, mujahadah. Ilmu yang didapatkan harus diamalkan Allah yang menakdirkan kita mendapat ilmu dan Allah melihat kita. Seperti sekarang ini, kita mendapat ilmu tentang bagaimana mendapatkan cinta Allah, yaitu bertanya dan bulatkan tekad di hati, dan mencari ilmu tentang Allah. Di sini pengamalan menjadi sangat penting. Tanpa adanya pengamalan, ilmu yang kita miliki tidak akan membawa manfaat apa-apa, baik bagi dirinya sendiri ataupun orang lain. Maka, tidak ada pilihan lain bagi kita selain bersungguh-sungguh mengamalkan ilmu yang sudah didapat. Sesungguhnya, siapa mengamalkan ilmu yang ada, Allah Ta'ala pasti akan mewariskan ilmu lain yang belum kita ketahui
Terakhir, carilah lingkungan yang kondusif. Bersyukurlah bagi saudara yang diberi karunia bisa ikut pesantren dan rutin mengikuti pengajian di masjid. Adapun bagi yang memang belum bisa karena terkendala aktivitas sehari-hari, tetap tenang Tidak mungkin semua orang meninggalkan pekerjaannya
Hadirnya lingkungan yang kondusif sangat diperlukan untuk menjaga kondisi hati dan kualitas amal kebaikan kita Maka, tidak ada salahnya kita beraktivitas, asalkan lingkungan pergaulannya tetap dijaga Bergaul dengan penjual minyak wangi akan ikut harum bergaul dengan pandai besi akan terkena bau pembakaran Tinggal di pesantren juga belum tentu menjadi saleh, jika hatinya tidak menghadap kepada Allah Ta'ala.
Selain upaya-upaya tersebut, kita pun layak untuk terus memohon pertolongan Allah Azza wa Jalla. Sesungguhnya, Dialah yang berkuasa untuk memilih siapa yang akan menjadi pecinta-Nya. Apabila ada halangan untuk berproses menjadi hamba pecinta Allah, semisal hambatan dari orangtua yang melarang kita untuk pergi ke pengajian; atau hambatan dari tempat kerja yang melarang karyawan perempuannya untuk berhijab, perkuat terus untuk selalu tersambung dengan Nya. Mohonlah kepada-Nya dengan penuh takzim dan kerendahan dan bukan dengan membuat laporan mendayu sendu layaknya curhat kepada teman-teman di Twitter atau Facebook. *
sumber : Buku Ikhtiar Meraih Ridha Allah Jilid 1
Sumber FB : KH. Abdullah Gymnastiar
30 Januari 2021 pada 20.00 ·