Iman Dalam Ateisme
Beberapa kali saya menulis bahwa ateis adalah orang yang beriman, bahkan orang yang imannya sangat kuat hingga ia mencampakkan semua logika dan akal sehat demi mempertahankan keimanannya itu. Namun iman seorang ateis bukan kepada Tuhan Pencipta Alam tapi pada alam yang diberinya atribut ketuhanan.
Maksudnya, mereka menyematkan atribut ketuhanan pada alam lalu meyakininya kuat-kuat meski semua dalil tidak mendukung keyakinan itu. Sama seperti keimanan Kristen yang menyematkan atribut ketuhanan pada manusia yang bernama Yesus meskipun semua dalil tidak mendukungnya.
Atribut ketuhanan yang disematkan oleh ateisme kepada alam adalah sifat qidam dan baqa'. Keduanya merupakan sifat yang seharusnya hanya dimiliki oleh Tuhan, tapi oleh para ateis diberikan kepada alam. Akhirnya alam alam diyakini sudah ada sejak dahulu tanpa awal mula dan diyakini bahwa keberadaannya juga tidak akan berakhir. Dari situ muncullah teori-teori yang sebenarnya berupa doktrin bahwa alam semesta selalu statis seperti halnya konsekuensi dari sifat qidam, semisal teori Steady State. Ada juga doktrin yang menyatakan bahwa ada tasalsul dan daur bagi alam semesta, misalnya teori The Oscillating, teori Big Crunch dan Teori Ekspansi dan Kontraksi.
Semua teori ini, atau lebih tepatnya doktrin ini adalah keimanan murni sebab ini adalah sekedar kepercayaan. Logika yang sehat jelas mematahkan semua doktrin ini. Bila ada yang berkata bahwa keimanan bukan hal yang ilmiah sebab sekedar kepercayaan, maka itu berlaku bagi keimanan yang semacam ini.
Ada pun keimanan yang diperkenalkan Islam tidak demikian sebab keimanan dalam islam harus dimulai dari pengamatan dan logika sehat. Tentang ketidak-statisan alam maupun kemustahilan tasalsul dan daur yang menjadi pondasi keimanan para ateis sudah lama dijelaskan dalam ilmu kalam. Bila anda mau berdialog dengan ateis, pastikan paham tentang bab ini. Jangan malah membahas tentang fikih atau perkara sam'iyat dengan mereka sebab itu tidak akan nyambung.
Sumber FB Ustadz : Abdul Wahab Ahmad