Gagal Faham Tentang Muqallid dan Mujtahid

GAGAL FAHAM

Mau bermadzhab atau tidak itu kembali ke pribadi masing-masing sesuai kebutuhan

Namun mengatakan bahwa belajar madzhab melalui matan fikih adalah kemunduran dan menentukan salah satu madzhab adalah bid'ah besar dalam agama adalah pernyataan yang sesat menyesatkan sebagaimana yang pernah diungkapkan syaikh Shaleh Fauzan

Saya pingin tahu aja bagaimana tanggapan para fanatikus ustadz Abdul Hakim yang selalu membela pernyataan beliau padahal apa yang beliau sampaikan malah menciderai hampir mayoritas para ulama

Urusan bermadzhab atau tidak mah ini berputar pada taklid dan ijtihad

Siapa yang berhak ijtihad dan siapa yang wajib taklid itu sudah selesai dibahas para ushuliyyun di kitab-kitab mereka

Dan terkadang diskusi dengan sebagian kalangan malah gak nyambung karena istilah-istilah yang dibawakan oleh para ulama dipahami sebagaimana istilah dalam  bahasa atau 'urf dalam ormas tertentu kan kacau

Masak orang yang sekedar mengetahui dalilnya rukun wudhu dan syarat niat sudah dikatan bukan taklid. Kalau bukan taklid berarti mujtahid dong?

GAGAL FAHAM

Jika mau jujur dan berpihak pada salaf maka amat sangat tidak relevan dan ngeri jika Madrasah Fiqih yang dibangun ribuan tahun oleh ratusan bahkan ribuan ulama diadu dengan tarjihatnya segelintir ulama masa kini semisal Ahmad Surkati, A Hassan dan lain-lain. Dan framing yang dibangun adalah "kejumudan dan kemunduran". Cobalah ditelusuri secara mendalam sebelum mengeluarkan statement ; benarkah paran ulama di atas lahir dari kejumudan fikih atau pergerakan semangat menerapkan hukum islam secara umum?

Padahal dari sisi karya saja ada berapa kitab fikih madzhab dibanding non madzhab ? Dari sini penutut ilmu dituntut ilmiah dalam data serta memberikan penjelasan yang rinci apa itu kejumudan dan kemunduran serta apa saja indikatornya? Jika tidak mampu menjelaskan maka inilah yang dinamakan gagal faham

Seringkali gagal faham itu muncul berawal dari kurangnya pengetahuan yang dimiliki dan buntutnya salah dalam menyimpulkan. Kaedah fiqhiyyah mengatakan :

الحكم على الشيء فرع عن تصوره

"Menghukumi (menilai) sesuatu itu buah dari mengerti esensinya.

Maka janganlah menghukumi suatu perkara sebelum final dalam memahami secara lengkap akan hakikatnya, agar sesuai dengan kenyataannya. 

Polemik bermadzhab dan tidak bermadzhab hakikatnya berputar pada dua status dalam skala besar; muqallid dan mujtahdid. Para ulama telah memberikan penjelasan yang lengkap akan syarat-syarat ijtihad sehingga bagi siapapun yang belum memenuhi syarat tersebut hakikatnya ia adalah muqallid yang wajib taklid kepada para ulama

Belakangan ini sebagian penuntut ilmu justru gagal faham akan makna taklid. Mereka mengira bahwa dengan mengetahui dalil-dalilnya maka ia telah keluar dari area taklid. Padahal untuk keluar dari gagal faham di atas kita harus merujuk ke penjabaran para ulama akan syarat-syarat ijtihad di kitab-kitab ushul demi mengukur kemampuan diri apakah telah menggapai rutbah ijtihad atau belum

Perlu difahami bahwa sekedar mengetahui dalil atau hasil istimbat para ulama mujtahidin tidak serta merta dinamakan ijtihad atau telah keluar dari taklid. Dan rata-rata penuntut ilmu dalam mengupgrade keilmuannya akan melewati beberapa tahapan. Tahapan ini saya nuqil dari ulasan ustadz Ibnu Majah sebagai berikut :

Tidak semua yang sudah belajar Ilmu alat berarti sudah sampai tingkat mampu mandiri dalam memahami dalil fikih tanpa butuh kepada penjelasan fuqaha madzhab.

Tingkatan belajar fikih itu :

1. Ta’liq yaitu hanya tahu gambaran masalah tanpa tahu dalil dan khilaf yang terjadi di dalam nya, dan banyak yang belajar ilmu alat baru sampai pase ini.

2. Tahqiq yaitu tahu permasalahan berserta dalil nya, kalau pembelajar udah sampai tahap ini maka kepercayaan kepada madzhab Insya Allah kuat karena dia akan sadar tidak ada satupun permasalahan fikih dalam sebuah madzhab yang tidak dibangun di atas dalil.

3. Tadqiq dan ini juga ada tiga pase yaitu yang pertama tahu hilaf internal madzhab dengan dalil dan sisi pendalilan nya, kemudian pase kedua adalah tahu hilaf yang terjadi antar madzahab, dan yang ketiga tahu dalil setiap madzhab

Setelah itu anda bisa jadi seorang Mujtahid, saya kurang yakin dari semua yang mengklaim dirinya sudah memiliki ilmu alat hingga tidak butuh madzhab lansung ke dalil dia sudah sampai tahapan kedua atau bahkan pertama dari tahapan berfikih ini (selesai kutipan)

_____

Dan Mujtahid tingkatan paling rendah adalah selevel imam Nawawi (dalam madzhab syafi'i)

Siapa sekarang baik alumni Lipia atau timur tengah lainnya yang dah selevel dengan Imam An Nawawi?

Maka jangan sok-sok mentarjih kalau memang belum sampai rutbah ijtihad

Kata syaikh Shaleh Al Ushaimi : Banyak tarjihat yang dilakukan para penunutut ilmu sekarang hakikatnya adalah taklid kepada ikhtiyarat syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah atau syaikh Bin Baz, Ibnu Ustaimin atau Syaikh sholeh al Fauzan 

Sumber FB Ustadz : Muhammad Fajri 

Menjadi Muqollid, Taqlid Pada Ke Empat Imam Mazhab

Menjadi Muqollid, Taqlid Pada Ke Empat Imam Mazhab

Pengetahuan kita akan dalil dari sebuah pendapat, tidak lantas mengeluarkan kita dari derajat muqollid.

Karena kita sebenarnya taqlid kepada imam mujtahid pada dua hal, taqlid terhadap dalil dan taqlid terhadap istinbath dalil.

Jika kita mengetahui dalil suatu masalah, kita masih taqlid kepada imam terhadap cara beliau mengolah dan memahami dalil itu.

Misalnya kita tahu bahwa iddah perempuan yg ditalak satu itu 3 kali suci, walaupun kita tahu bahwa dalilnya adalah firman Allah (ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ), tapi kita masih taqlid ke Imam Syafii yg memilih makna quru' itu suci.

Imam Syafi'i dengan metode ijtihad beliau ditambah sekian dalil penguat, memilih makna qur'un (قرء) sebagai suci, di mana Imam Ahmad memilih makna kata itu sebagai haidh.

__

Ala kulli hal, tidak ada masalah menjadi muqollid, selama kita bertaqlid ke 4 Imam madzhab yg telah disepakati kealimannya.

Mengapa kita mau digiring untuk meninggalkan pendapat mereka dan lebih memilih tarjihan pendapat ulama muta'akhirin?

أَتَسْتَبْدِلُونَ الَّذِي هُوَ أَدْنَىٰ بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ 

Sumber FB Ustadz : Amru Hamdany 

Madzhab sahabat apa..??!

Pertanyaan seperti ini termasuk pertanyaan konyol yang tidak sepantasnya dilontarkan oleh seorang Ustadz, dan ini salah pahaman tentang madzhab itu sendiri.

Lalu pendengar digiring untuk mengambil langsung dari Al-Qur'an dan Sunnah, trus yang menulis/ menyalin Al dan Sunnah hingga keduanya sampai ke kita sekarang siapa?.

Imam Bukhari dan Muslim yang menyusun kitab shahih saja bermadzhab, ko madzhab dipermasalahkan?, bahkan dianggap kemunduran dan musibah?.

Mau ambil langsung ilmu dari Para sahabat?, gimana caranya??. sahabat g ada yg nulis buku.

Pendapat para sahabat pun bisa kita temui karena disalin, dan yang menyalinnya ya ulama madzhab juga.

Buku buku yang dianjurkan untuk dipelajari seperti Bulughul maram dan umdatul Ahkam pun yang menulis dan menyusunnya ulama yang bermadzhab, yang pertama bermadzhab Syafi'i dan yang kedua bermadzhab Hambali, dan tentu saja mereka menyusun ayat ayat dan hadits hadits hukum sesuai dengan ketentuan madzhab mereka masing-masing sedikit maupun banyak.

Bahkan yang mengaku mentarjihpun akan memilih salah satu pendapat, dan pendapat yang dipilih bisa dipastikan pendapat dari salah satu madzhab yang ada.

Mau lari kemana kita dari madzhab?.

Sumber FB Ustadz : Dody Kurniawan 

INI YANG SELALU DITUTUP TUTUPI WAHABI TATKALA BERKATA TENTANG TAQLID KEPADA MADZHAB

*INI YANG SELALU DITUTUP TUTUPI WAHABI TATKALA BERKATA TENTANG TAQLID KEPADA MADZHAB*

Saya perhatikan ustad ustad Wahabi tatkala berbicara tentang taqlid kepada madzhab selalu memframing bahwa orang yang mewajibkan taqlid kepada salah satu madzhab telah mewajibkan secara mutlak. 

Apakah ini karena faktor bodoh, tidak tahu atau memang sengaja ditutup tutupi ?

Mereka tidak pernah mengutip perkataan ulama di dalam madzhab yang mengharamkan taqlid bagi orang yang ahli ijtihad mutlak.

ﻭﺃﻣﺎ ﻣﻦ ﻓﻴﻪ ﺃﻫﻠﻴﺔ اﻻﺟﺘﻬﺎﺩ اﻟﻤﻄﻠﻖ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﺤﺮﻡ ﻋﻠﻴﻪ اﻟﺘﻘﻠﻴﺪ

Dan adapun orang yang di dalam masalah furu ahli ijtihad mutlak, maka haram terhadapnya taqlid.

Kitab Nihayatuz Zain. Fiqih Madzhab Syafi'iy. Hal. 7.

Itu artinya tatkala seseorang memutuskan tidak taqlid, maka sama dengan telah menetapkan dirinya sendiri sebagai mujtahid mutlak seperti Imam Syafi'iy, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Malik dan Imam Abu Hanifah.

Jadi tidak pernah ada ulama yang mewajibkan taqlid secara mutlak.

Ya silahkan saja tidak taqlid. Namun tatkala seseorang tidak taqlid, maka akan kami anggap sebagai mujtahid mutlak.

Jika ilmunya setara dengan imam syafi'iy ya tidak masalah.

Tapi jika 100 hadits saja tidak hafal maka akan kami anggap sebagai orang tidak waras, putus urat malunya.

Ibarat anak Paud tapi dengan pedenya mengklaim seperti Imam Syafi'iy.

Para ustad Wahabi juga tidak pernah memberi tahu syarat keilmuan seorang mujtahid mutlak kepada para jama'ahnya.

Minimal dari sisi hafalan haditsnya.

Seandainya mereka memberi tahu, mungkin jama'ahnya akan menyimpulkan bahwa taqlid kepada madzhab itu paling teliti di dalam mengikuti sunnah. 

Abdurrachman asy Syafi'iy

Sumber FB Ustadz : Abdurrachman Asy-Syafi'iy

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Gagal Faham Tentang Muqallid dan Mujtahid - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®