Menjadi Wahabi Perlu Keahlian Ngeles Tingkat Tinggi
Shalat janazah yang dilakukan Wahabi di kuburan Yazid Abdul Qadir Jawas adalah ibadah. Ibadah mereka lebih sempurna daripada amalan masyarakat Ahlussunnah wal Jama'ah yang membacakan al-Qur'an bagi orang yang sudah wafat dan berdoa kepada Allah di kuburan Rasulullah, para Wali Allah, orang shalih, dan keluarga mereka yang sudah wafat. Shalat mereka ini sekaligus menjadi bukti bagi dunia bahwa Wahabi sesungguhnya meyakini amalan orang hidup sampai dan bermanfaat bagi orang yang sudah wafat.
Perlu dipahami dengan baik bahwa tidak ada dalam ajaran Ahlussunnah wal Jama'ah yang mengajarkan umat berdoa kepada kuburan dan meminta kepada orang yang sudah wafat. Silahkan buktikan dengan mendengarkan langsung doa-doa yang dilantunkan masyarakat Ahlussunnah wal Jama'ah di pekuburan. Doa mereka dimulai dengan redaksi Allahumma (ya Allah), Rabbana ( Wahai Tuhan kami), ya Rabbana (ya Tuhan kami). Dan masyarakat Ahlussunnah wal Jama'ah kalau bertawassul mereka meminta kepada Allah, bukan kepada orang yang sudah wafat. Tuduhan meminta kepada orang yang sudah wafat selama ini hanyalah fitnah dan framing Wahabi untuk menghukumi syirik kepada umat Rasulullah Ahlussunnah wal Jama'ah.
Klaim Wahabi bahwa di komplek pemakaman hanya boleh shalat yang tidak ada ruku' dan sujud dan tidak boleh shalat yang ada ruku' dan sujud adalah DUSTA. Tidak ada dalilnya. Justru dalil yang ditemukan adalah sebaliknya, yaitu; diantara lima keistimewaan Rasulullah dibandingkan Nabi-Nabi sebelum Beliau; diperkenankan shalat di mana saja. Selama tempat itu bersih dari najis, yang merupakan syarat sah shalat. Serta tidak ada ulama yang membedakan hukum shalat yang ada ruku' dan sujud dengan yang tidak ada ruku' dan sujud di komplek pekuburan. Meskipun para Imam yang menjadi rujukan Wahabi.
Di dalam pembahasan fiqh janaiz dijelaskan bahwa hikmah shalat janazah tidak ada ruku' dan sujud adalah agar jangan sampai orang awam mengira ternyata boleh menyembah makhluk! Bukan untuk membedakan hukum mengerjakannya dengan shalat yang berbeda kaifiyat dengan shalat janazah di komplek pekuburan.
Keyakinan Wahabi yang mengklaim bahwa amalan orang hidup tidak sampai kepada orang yang sudah wafat juga dibantah oleh perbuatan mereka yang melarang keluarga mayat menangis saat melihat/mencium mayat sebelum kain kafan ditutup rapat dengan alasan tangisan keluarga mayat bisa menjadi sebab azab bagi mayat.
Kepercayaan Wahabi ini juga bertentangan dengan pandangan Imam rujukan Wahabi, Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim. Kata Ibnu Taimiyah, QS: an-Najm : 39 yang substansinya menyatakan bahwa seseorang tidak mendapatkan manfaat kecuali dari usaha dia sendiri dan Hadis Rasulullah yang menyatakan bahwa seseorang bila wafat terputus semua amalnya kecuali tiga hal; sedekah jariyah, ilmu bermanfaat, dan do'a anak shalih, sama sekali tidak menafikan sampainya pahala bacaan al-Qur'an, zikir, tasbih, dan doa orang hidup untuk orang yang sudah wafat. Keyakinan itu adalah keyakinan primer dalam Islam yang disepakati para ulama rujukan umat Islam berdasarkan dalil Al-Qur'an, Sunnah, dan Ijma'. Dan orang yang mengingkarinya adalah termasuk dari kalangan ahli bid'ah!
Dan tuduhan Wahabi bahwa keyakinan dan amaliyah masyarakat Ahlussunnah wal Jama'ah Indonesia yang menganut Mazhab Syafi'i berbeda dengan Mazhab Syafi'i dan Imam Syafi'i terkait sampainya pahala orang yang masih hidup untuk orang yang sudah wafat adalah DUSTA. Karena Imam Syafi'i menjelaskan di dalam kitab-kitab Beliau dan para ulama Mujtahid Fatwa Mazhab Syafi'i membolehkan dan menganjurkan agar orang hidup membacakan al-Qur'an dan mendoakan orang yang sudah wafat. Penjelasan ini bisa ditemukan di dalam kitab-kitab referensi otoritatif Mazhab Syafi'i
BTW, kami yang Ahlussunnah wal Jama'ah tidak mempermasalahkan shalat janazah di kuburan Yazid Abdul Qadir Jawas sejak sebelum Wahabi muncul!
Sumber FB Ustadz : Alnofiandri Dinar