Sehulu Tiga Aliran
MD, NU dan Perti, dua lahir di pulau Jawa (MD dan NU) satu di pulau Sumatera lebih khusus Minangkabau. Beliau belajar kepada banyak ulama, kita ambil satu saja diantaranya yakni Syekh Ahmad Khatib bin Abdul latif al-Minangkabawi.
Maka secara sanad ketiga ulama besar ini ujungnya ke satu orang guru (sesanad) ketika mereka pulang ke Nusantara barulah lahir MD, NU dan Perti, Mbah Ahmad Dahlan, Syekh Hasyim Asy'ari dan Inyiak Canduang.
Seiring berjalannya waktu, Ketiga Ormas tadi mulai berkembang di pulau Jawa ada NU dan MD di Minang Perti, Perti mulai berkembang hingga sampai ke Aceh, Medan, pendeknya pulau Sumatera. Kemudian MD juga melebarkan sayapnya hingga sampai ke Minangkabau dibawa oleh Ayahanda Buya Hamka.
Inyiek Dotor (Deer) yang secara keilmuan juga sama satu sanad dengan tiga ulama pendiri ormas di atas, di Minang dulu ada istilah kaum tuo dan kaum mudo, kaum tuo (perti) kaum mudo (MD). Seiring berjalannya waktu terjadi sedikit gesekan antara kaum tuo dan mudo.
Gesekkan ini cukup lama terjadi, akhirnya ada seorang ulama kita yang secara sanad juga sama yakni Inyiek Jaho "Syekh Muhammad Djamil Djaho." beliaulah yang jadi penengah mendinginkan suasana, meskipun beliau dari kaum tuo (Perti).
Yang jadi teka-teki dan pertanyaan bagi saya sampai hari ini, MD lahir di Jawa kemudian besar dan berkembang hingga sampai ke Sumatera, sejak awal dipelopori Mbah Dahlan secara keilmuan tentu sama, baik Mbah Dahlan, Mbah Hasyim dan Inyiak Canduang.
Antara amalan NU dan Perti nyaris tidak ada berbedaan hanya beda nama saja, tentu harusnya MD juga sama dikarenakan belajarnya sama tempatnya sama bahkan gurunya juga sama. Kenapa dengan MD ada sedikit perbedaan meskipun kita tetap bisa berdamai, tidak seperti kelompok sebelah ya.
Kira-kira Apa Penyebabnya?
Saya pernah membaca dalam satu karya ulama kaum tuo, Alm Buya Sirajuddin Abbas serta sumber bacaan lainnya, disebutkan karena MD terispirasi oleh pemikiran atau gerakan pembaharuan Islam yakni Syekh Rasyid Ridha murid dari Syekh Muhammad Abduh, ujungnya tentu ke Syekh Ibnu Taimiyah.
Kurang lebih begitu, polemik antara kaum tuo dan kaum mudo ini juga pernah saya baca dalam salah satu referesi bahwa telah terjadi perdamaian/kesepakatan diantara keduanya isinya sbb:
"Masalah Khilafiyah bukanlah bid'ah, bertaklid kepada Imam Madzhab mutlak bagi yang bukan mujtahid, serta menghindarkan diri dari cela mencela satu sama lain "kita dakwah seiring sejalan" (Ayah Kita oleh Buya Baharuddin Rusli).
Sumber FB Ustadz : Pardi Syahri