DUA KAIDAH TENTANG KONTEN AL-QUR'AN
Beberapa waktu lalu kurang lebih sebulan ada seorang Kristen yang mampir di kolom komentar menyinggung mushaf Ubay bin Ka'ab yang memuat dua surat yang tidak dicantumkan dalam mushaf standar. Dia bertanya sambil mengesankan bahwa al-Qur'an standar tidak terjaga karena menurut dia kontennya masih dihapus oleh para sahabat. Kemudian beberapa hari lalu seorang sahabat menyinggung soal mushaf mushaf Ibnu Mas'ud yang justru tidak memuat al-Fatihah dan Mu'awwidatain lalu dia bertanya-tanya apakah benar semua isi Al-Qur'an mutawatir? Jauh sebelum itu, para orientalis barat sudah membahas itu semua demi menciptakan keraguan atas al-Qur'an dan lebih jauh dari mereka para ulama sudah membahas semuanya secara tuntas.
Namun, secara umum pertanyaan semacam itu dapat dijawab dengan dua kaidah penting tentang konten al-Qur'an yang wajib diketahui oleh semua muslim, yaitu:
كل رواية آحادية لا تقبل في إثبات شيء من القرآن.
"Semua riwayat perorangan (ahad) tidak dapat diterima untuk menetapkan satu pun bagian dari Al-Qur'an ".
كل رواية آحادية تخالف المتواتر من القرآن لا تقبل، ويضرب بها عرض الحائط
"Seluruh riwayat perorangan (ahad) yang menyelisihi riwayat mutawatir dari al-Qur'an, maka tidak diterima dan dibuang ke tembok".
(Muhammad Abu Syuhbah, al-Madkhal Li Dirasat al-Qur'an al-Karim)
Dari kedua kaidah itu, dapat terjawab seluruh masalah yang mengesankan seolah al-Qur'an standar masih bermasalah baik dari segi kuantitas jumlah suratnya mau pun dari segi kualitas sanadnya. al-Qur'an standar seluruhnya hanya memuat riwayat mutawatir atau riwayat yang disampaikan sama persis oleh banyak orang dari Rasulullah sehingga validitasnya tidak mungkin diragukan. Meragukan riwayat mutawatir hanya menandakan akal yang bermasalah atau murni kesalahpahaman.
Kemutawatiran al-Qur'an tidak bisa disanggah atau dibenturkan dengan riwayat fulan atau fulan yang hanya sendirian. Tidak bisa juga dikesankan bahwa Ubay atau Ibnu Mas'ud atau sahabat siapapun seolah tidak mungkin salah (makshum) dalam meriwayatkan al-Qur'an, meskipun mereka adalah orang yang kepakarannya diakui semua pihak. Bagaimana pun juga, harus dipahami bahwa derajat validitas riwayat perorangan hanya sampai pada derajat dhanniyah (praduga) tidak sampai pada dejarat kebenaran yang meyakinkan seperti halnya riwayat mutawatir. Jadi terbalik apabila berpedoman pada riwayat perorangan kemudian mempermasalahkan yang mutawatir. Itu sama seperti berpedoman pada satu orang baik yang menyatakan bahwa Makkah di sebelah timur Indonesia lalu mempermasalahkan semua orang lain yang menyatakan bahwa Makkah ada sebelah baratnya Indonesia. Kemutawatiran berita bahwa Makkah ada di sebelah barat juga tidak bisa gugur sebab ada orang baik yang terkenal jujur yang menyangkanya berada di timur.
Semua mengakui kepakaran Ubay bin Ka'ab dan Ibnu Mas'ud, tapi tidak ada yang menganggap bahwa mereka berdua tidak mungkin salah. Ketika salah satu dari mereka berbeda dengan seluruh sahabat lain, tentu pendapat mereka yang ditolak dan dibuang karena terbukti salah. Hanya saja mereka saat itu dimaklumi sebab tidak tahu bahwa dirinya berlawanan dengan riwayat mutawatir. Pada akhirnya mereka pun menerima mushaf standar yang diriwayatkan secara mutawatir itu. Ibnu Mas'ud pun terbukti menjadi salah satu perawi riwayat al-Qur'an standar yang menyebutkan al-Fatihah dan Mu'awwadatain sehingga mushafnya sendiri yang masih kurang itu terbukti ditinggalkan olehnya sendiri. Itu pun kalau kita bisa membayangkan seorang Ibnu Mas'ud pernah mengimami shalat banyak Tabi'in besar tanpa membaca Fatihah, tapi kalau saya sih sulit membayangkan hal itu. Sedangkan Ubay bin Ka'ab, dalam mushaf riwayat Anas yang ditulis sendiri olehnya dari dikte Ubay ternyata isinya sama persis dengan mushaf standar tanpa tambahan apa pun yang lagi-lagi menunjukkan bahwa mushafnya sendiri dia tinggalkan, itu pun kalau riwayat tentang surat tambahan itu kita anggap valid. Kemungkinan besar Ubay hanya menulis doa Nabi dalam mushafnya dan belakangan disangka sebagai mushaf yang memuat tambahan surat. Mushaf dan qira'at pribadi para sahabat lain juga sama kasusnya dengan kasus Ubay dan Ibnu Mas'ud yang saya contohkan di sini.
Ada pun orientalis dan para pembebeknya yang tidak pernah menyerah mempermasalahkan otentisitas al-Qur'an, maka itu tidak perlu digubris. Mereka memang membuang akal sehat demi menciptakan syubhat atau dapat uang dari proyek penelitian. Wajar bila mereka selalu berpedoman pada riwayat ahad untuk meragukan yang mutawatir. Orientalis juga tidak percaya sanad sehingga berkata bahwa sanad dalam islam hanyalah proyeksi kebelakangan alias karangan orang belakangan yang mencaplok nama-nama orang terdahulu hingga mundur sampa ke Nabi Muhammad. Mereka pun tidak percaya bahwa Nabi Muhammad benar-benar Nabi sehingga disamakan dengan ribuan nabi palsu dalam sejarah umat manusia.
Jadi, hafalkan dua kaidah di atas, maka selesai semua masalah soal konten al-Qur'an.
Semoga bermanfaat.
Sumber FB Ustadz : Abdul Wahab Ahmad