Prioritas Menyelamatkan Nyawa
Saya awali dengan mendoakan seorang ustaz yang wafat saat menjadi imam agar Allah mengampuni dan memberi Rahmat kepadanya dan para almarhum dan almarhumah keluarga kita yang telah meninggal dunia.
Saya dapat kiriman video ini dari dr Heri Munajib (spesialis saraf), perihal makmum menganggap sudah langsung wafat padahal masih bisa diupayakan penyelamatan. Tentu yang memiliki ilmunya adalah para Medis. Tapi apakah boleh membatalkan salat untuk menyelamatkan nyawa?
Menurut Mas Dokter adalah mendahulukan upaya penyelamatan nyawa. Beliau membawakan kaidah ushuliyah: "Kalau ada pertentangan antara hak Allah dan hak manusia, maka yang jadi prioritas adalah hak manusia. Hak Allah mengalah karena Dia Maha Kasih dan Penyayang".
Ya betul, berikut seperti yang disampaikan oleh Imam Izzuddin bin Abdissalam:
ﺗﻘﺪﻳﻢ ﺇﻧﻘﺎﺫ اﻟﻐﺮﻗﻰ اﻟﻤﻌﺼﻮﻣﻴﻦ ﻋﻠﻰ ﺃﺩاء اﻟﺼﻠﻮاﺕ، ﻷﻥ ﺇﻧﻘﺎﺫ اﻟﻐﺮﻗﻰ اﻟﻤﻌﺼﻮﻣﻴﻦ ﻋﻨﺪ اﻟﻠﻪ ﺃﻓﻀﻞ ﻣﻦ ﺃﺩاء اﻟﺼﻼﺓ، ﻭاﻟﺠﻤﻊ ﺑﻴﻦ اﻟﻤﺼﻠﺤﺘﻴﻦ ﻣﻤﻜﻦ ﺑﺄﻥ ﻳﻨﻘﺬ اﻟﻐﺮﻳﻖ ﺛﻢ ﻳﻘﻀﻲ اﻟﺼﻼﺓ، ﻭﻣﻌﻠﻮﻡ ﺃﻥ ﻣﺎ ﻓﺎﺗﻪ ﻣﻦ ﻣﺼﻠﺤﺔ ﺃﺩاء اﻟﺼﻼﺓ ﻻ ﻳﻘﺎﺭﺏ ﺇﻧﻘﺎﺫ ﻧﻔﺲ ﻣﺴﻠﻤﺔ ﻣﻦ اﻟﻬﻼﻙ.
Mendahulukan penyelamatan orang-orang yang dilindungi nyawanya yang tenggelam dibanding salat. Karena menyelamatkan nyawa lebih utama di sisi Allah dibanding menjalankan salat dalam kondisi tersebut. Karena masih bisa dilakukan upaya keduanya, menyelamatkan orang tenggelam kemudian qadha salat. Sudah maklum hilangnya waktu salat tidak seberapa dibandingkan hilangnya nyawa orang yang beriman (Qawaid Al-Ahkam, 66)
Boleh juga dengan tetap melanjutkan salat seperti imam yang menggantikan posisi almarhum, namun perlu ada satu atau dua jemaah yang melakukan tindakan untuk menyelamatkan nyawa. Tentu juga memerlukan ilmu dan tata cara yang benar.
Sumber FB Ustadz : Ma'ruf Khozin
Ada kaidah prioritas yang harus dipahami.Sebagai tambahan, ada contoh kasus dalam kitab-kitab fikih soal penyelamatan nyawa yang harus didahulukan dari meneruskan shalat, misalnya dalam penjelasan Syaikh Nawawi Banten berikut ini:كَإِنْذَارِ أَعْمَى أَوْ غَافِلٍ مُمَيَّرٍ مِنْ وُقُوْعِهِ فِي مَحْذُوْرٍ ... ، فَإِنْ لَمْ يَحْصُلِ الْإِنْذَارُ إِلَّا بِالْكَلَامِ أَوْ بِالْفِعْلِ الْمُبْطِلِ وَجَبَ ، وَتَبْطُلُ الصَّلَاةُ بِهِ"Contohnya adalah memperingatkan orang buta atau orang dewasa yang beresiko jatuh dalam bahaya.... apabila peringatan itu tidak berhasil kecuali dengan perkataan atau tindakan yang membatalkan shalat, maka wajib melakukan hal itu dan shalatnya menjadi batal. (Syaikh Nawawi, Kasyifah as--Saja)by Ustadz Abdul Wahab Ahmad