Mengambil Kembali Mahar dan Seserahan Nikah
Saat khitbah, mungkin hampir semua peminang laki-laki memberikan berbagai macam hadiah kepada perempuan yg dipinang atau keluarganya. Tentu ini tidak wajib.
Dan tidak sedikit dari mereka yg memberikan sebagian mahar lebih awal kepada perempuan, calon istrinya.
Ketika akhirnya mereka tidak jadi nikah, apakah si peminang boleh mengambil kembali apa yg ia berikan?
1. Jika yg diberikan saat khitbah adalah mahar nikah, maka si peminang boleh mengambil kembali apa yg telah ia berikan, menurut kesepakatan ulama, karena mahar adalah di antara konsekuensi nikah.
2. Jika yg diberikan saat khitbah itu hanya pemberian/hadiah biasa, maka ada khilaf para ulama:
a. Dalam madzhab Syafi'i, si peminang boleh mengambil kembali apa yg telah ia berikan. Jika barang yg diberikan tersebut sudah rusak atau hilang, maka boleh minta diganti.
Ini pengecualian dari konsep hibah biasa, karena kalau hibah biasa, maka tidak boleh diambil lagi jika sudah diterima oleh si penerima hibah, menurut jumhur ulama.
b. Madzhab Hanafi, si peminang boleh mengambil kembali apa yg telah ia berikan dengan syarat bahwa sesuatu itu masih utuh di tangan si perempuan. Jika si perempuan atau keluarganya telah memakai, menjual, atau menghibahkannya ke orang lain, maka si peminang tidak boleh menagih kembali dalam bentuk apapun.
Dalam madzhab Hanafi, hibah secara umum boleh diminta kembali oleh si pemberi.
c. Madzhab Maliki: Jika pihak yg membatalkan nikah itu adalah si laki-laki, maka ia tidak boleh mengambil kembali apa yg telah diberi. Jika yg membatalkan rencana nikah itu adalah pihak perempuan, maka si peminang boleh mengambil kembali apa yg telah ia beri.
[الأحوال الشخصية للشيخ أبي زهرة، ٤٠]
Kata Dr. Muhammad al-Jabali, "ini adalah pendapat yg lurus dan perincian yg bagus, agar jangan sampai si perempuan mendapatkan dua cobaan; sakit hati karena nikahnya dibatalkan oleh si laki-laki dan diambil apa yg telah diberikan"
__
Perlu diketahui bahwa khitbah itu hanya janji, bukan akad. Jadi, setelah khitbah, baik perempuan atau laki-laki, masing-masing punya hak untuk membatalkan perjanjian itu.
Wallahu a'lam.
Sumber FB Ustadz : Amru Hamdany