MELURUSKAN SYUBHAT DUSTA SALAFI WAHABI ATAS NAMA IMAM AHMAD
๐ Sering kita jumpai ,pernyataan pernyataan salafi Wahabi , dalam mengungkapkan dan menyatakan hujjahnya , mencatut dan menukil Kalam imam 4 madzab , salah satunya yang sering kita jumpai adalah imam Ahmad
๐ Seperti halnya ketika berhujjah menyatakan keberadaan Allah bertempat diatas langit , Allah Nuzul , dan Allah mempunyai tangan mereka berhujjah menggunakan nama imam Ahmad, namun apakah benar yang mereka katakan ?? Tentu tidak benar , mereka memang seolah mewakili pendapat imam Ahmad ,namun sejatinya sangat berbeda , karena jelas perbedaanya
✅ Imam Ahmad menolak jisim , sedangkan Wahabi menerima jisim
✅ Imam Ahmad menerima metode tafwid dan takwil , sedangkan salafi Wahabi menolak keduanya , justru Wahabi condong kepada pemahaman Zahir nas atau tekstual pada ayat mustasyabihat yang kemudian diatas-namakan para ulama , seperti halnya nama imam Ahmad ,padahal tidak demikian
๐ Dari kedua hal tersebut sudah sangat berbeda , jadi sebenarnya mereka hanya mencatut dan menukil ucapan imam Ahmad , kemudian dinarasikan seolah opini mereka sesuai dengan imam Ahmad,
๐ Seperti halnya yang akan saya bahas ini ,terkait Kalam Allah , apakah Kalam Allah menggunakan suara dan huruf atau tidak , Disni saya akan bahas bagaimana Wahabi mencatut nama imam Ahmad
___________
✅ Secara pasti , yang kita harus pahami dengan benar adalah Allah berkalam tanpa huruf dan suara , dan ini adalah yang shahih sebagaimana penjelasan para ulama ahli hadis , ulama salaf seperti imam abu Hanifah , dan para ulama muktabar lainya seperti imam Baihaqi, imam IBN hajar Al Asqalany dll
๐ Dalam membahas terkait Kalam Allah , Salafi menyatakan bahwa Allah berkalam dengan suara dan huruf , dan dalam hal ini mereka mencatut dan menukil ucapan imam Ahmad , seperti halnya
✅Abdullah bin Ahmad bin Hanbal rahimahullah (putra Imam Ahmad) berkata,
ุณَุฃَْูุชُ ุฃَุจِู ุฑَุญِู َُู ุงَُّููู ุนَْู َْููู ٍ، ََُُูููููู: َูู َّุง ََّููู َ ุงَُّููู ุนَุฒَّ َูุฌََّู ู ُูุณَู َูู ْ َูุชَََّููู ْ ุจِุตَْูุชٍ ََููุงَู ุฃَุจِู: ุจََูู ุฅَِّู ุฑَุจََّู ุนَุฒَّ َูุฌََّู ุชَََّููู َ ุจِุตَْูุชٍ َูุฐِِู ุงْูุฃَุญَุงุฏِูุซُ َูุฑَِْูููุง َูู َุง ุฌَุงุกَุชْ
“Aku bertanya kepada ayahku tentang satu golongan yang berkata, “Ketika Allah Ta’ala berbicara dengan Musa, Allah tidaklah berbicara dengan suara?” Maka ayahku (yaitu Imam Ahmad bin Hanbal) berkata, “Justru sesungguhnya Rabbmu ‘Azza wa Jalla telah berbicara dengan suara. Inilah hadits-haditsnya yang kami riwayatkan sebagaimana datangnya.” (As-Sunnah, 1/280)
๐ Kemudian ,mereka juga sering berdalil menggunakan nama imam Ahmad seperti
✅Abdullah bin Ahmad bin Hanbal rahimahullah juga berkata,
ََููุงَู ุฃَุจِู ุฑَุญِู َُู ุงَُّููู: «ุญَุฏِูุซُ ุงุจِْู ู َุณْุนُูุฏٍ ุฑَุถَِู ุงَُّููู ุนَُْูู» ุฅِุฐَุง ุชَََّููู َ ุงَُّููู ุนَุฒَّ َูุฌََّู ุณُู ِุนَ َُูู ุตَْูุชٌ َูุฌَุฑِّ ุงูุณِّْูุณَِูุฉِ ุนََูู ุงูุตََّْููุงِู ” َูุงَู ุฃَุจِู: ََููุฐَุง ุงْูุฌَْูู َِّูุฉُ ุชُِْููุฑُُู ََููุงَู ุฃَุจِู: َูุคَُูุงุกِ َُّููุงุฑٌ ُูุฑِูุฏَُูู ุฃَْู ُูู َُِّูููุง ุนََูู ุงَّููุงุณِ، ู َْู ุฒَุนَู َ ุฃََّู ุงََّููู ุนَุฒَّ َูุฌََّู َูู ْ َูุชَََّููู ْ ََُููู َูุงِูุฑٌ، ุฃََูุง ุฅَِّูุง َูุฑِْูู َูุฐِِู ุงْูุฃَุญَุงุฏِูุซَ َูู َุง ุฌَุงุกَุชْ
“Dan ayahku -semoga Allah merahmatinya- berkata, “Hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, (tentang sabda Nabi), “Jika Allah ‘Azza wa Jalla berbicara, maka terdengarlah suara-Nya seperti gesekan rantai besi di atas batu yang licin.” Ayahku berkata, “Hadits ini diingkari oleh Jahmiyyah.” Beliau berkata lagi, “Mereka itu (Jahmiyah) adalah kafir, mereka ingin mengelabui manusia. Barangsiapa yang menyangka bahwa Allah tidak berbicara, maka dia telah kafir. Dan kami meriwayatkan hadits-hadits ini sebagaimana datangnya.” (As-Sunnah, 1/281)
✅Abu Bakr bin Al-Khallal Al-Marwazi rahimahullah berkata,
ุณู ุนุช ุฃุจุง ุนุจุฏ ุงููู ูููู ูู : ุฅู ุนุจุฏ ุงูููุงุจ ูุฏ ุชููู ู ูุงู : ู ู ุฒุนู ุฃู ุงููู ููู ู ูุณู ุจูุง ุตูุช ููู ุฌูู ู ุนุฏู ุงููู ู ุนุฏู ุงูุฅุณูุงู ، ูุชุจุณู ุฃุจู ุนุจุฏ ุงููู ููุงู : ู ุง ุฃุญุณู ู ุง ูุงู ุนุงูุงู ุงููู
“Aku mendengar Abu ‘Abdillah (Imam Ahmad), dikatakan kepada beliau, “Sesungguhnya Abdul Wahhab berbicara dan mengatakan, “Barangsiapa yang menyangka bahwa Allah berbicara kepada Musa tanpa suara, maka dia adalah pengikut Jahmiyyah, (mereka adalah) musuh Allah dan musuh Islam.” Abu ‘Abdillah (Imam Ahmad) pun tersenyum dan berkata, “Betapa bagusnya ucapanmu, semoga Allah membaguskan dirimu.“ (Dikutip oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di Syarh Al-Ashfahaniyyah, hal 64; Dar’ut Ta’aarudh, 2/39 dan Al-Fataawa Al-Kubra, 5/165)
___________
๐ Perhatikan hujjah hujjah yang selalu dibawa dan dipahami Wahabi diatas , secara jika dipahami mentah mentah ,maka ucapan Wahabi itu adalah benar sesuai apa yang mereka nukil diatas ๐ , namun jika kita pahami dengan baik , maka akan tampak bahwa pemahaman wahabi ini jauh dari pemahaman imam Ahmad
✅ Pertama , imam Ahmad jelas menyatakan suara tersebut dengan pernyataan tafwid , tapi Wahabi memahaminya secara tekstual dan bukan tafwid ,dari hal ini saja sangat berbeda , perhatikan diatas , dari Hujjah diatas imam Ahmad selalu menyertakan kalimat "Dan kami meriwayatkan hadits-hadits ini sebagaimana datangnya” , jika kita perhatikan dengan benar ,maka ini adalah ungkapan bahwa imam Ahmad mentafwid , yaitu dimana imam Ahmad menerima suatu Khabar dari Alquran secara Zahir namun maknanya diserahkan kepada Allah , dan imam Ahmad dan para ulama meriwayatkan sebagaimana datangnya kalimat zahir yang ada dalam Al-Qur'an dan hadis ,namun maknanya diserahkan kepada Allah , sebagaimana telah datang riwyaat bahwa imam Ahmad itu jelas menerima tafwid Di antaranya adalah imam Ahmad bin Hanbal. Ketika ditanya tentang Nuzulnya Allah dan apakah Allah dapat dilihat di hari kiamat nanti, Imam Ahmad bin Habal menjawab:
َูู َุง ุฃَุดْุจََู َูุฐِِู ุงْูุฃَุญَุงุฏِْูุซَ ُูุคْู ُِู ุจَِูุง َُููุตَุฏُِّู ุจَِูุง ุจَِูุง ٍَْููู ََููุง ู َุนًْูู ََููุง َูุฑُุฏُّ ุดَْูุฆًุง ู َِْููุง ََููุนَْูู ُ ุฃََّู ู َุง ุฌَุงุกَ ุจِِู ุงูุฑَّุณُُْูู ุญٌَّู ََููุง َูุฑُุฏُّ ุนََูู ุฑَุณُِْูู ุงููู ุตََّูู ุงُููู ุนََِْููู َูุณََّูู َ ََููุง َูุตُِู ุงَููู ุจِุฃَْูุซَุฑَ ู ِู َّุง َูุตََู ุจِِู َْููุณَُู ุจَِูุง ุญَุฏِّ ََููุง ุบَุงَูุฉٍ
Artinya: ““Hadits-hadits yang semisal hadits ini (hadits nuzul) kami beriman dengannya, dan kami meyakininya tanpa kaifiyah (cara dan bagaimana keadaannya) dan tanpa memberi makna, kami tidak menolak, dan kami meyakini apa yang datang dari Rasulullah saw adalah benar, kami tidak menolak terhadapnya, dan kami tidak mensifati Allah swt lebih dari apa yang Allah swt mensifatinya sendiri tanpa ada batas dan ujung (Ibn Qudamah al Maqdisi, Lum’ah al I’tiqad, Hal 3)
๐Pernyataan Imam Ahmad bin Hanbal ini juga dikutip oleh banyak ulama Salafi Wahabi, seperti Ibn Taimiyah dalam kitabnya Dar’u Ta’arudil ‘Aqli wannaqli, Muhammad bin Abdil Wahab dalam kitabnya Fi Aqaidil Islam dan ulama’-ulama’ Salafi Wahabi lainnya. Dan jelas pernyataan imam Ahmad diatas ๐ adalah tafwid
๐ tentu dalam hal ini pemahaman Wahabi salah total ,jika memahami Allah kalam dengan suara namun mencatut imam ahmad , imam Ahmad meriwayatkan sesuatu dari Al-Qur'an dan hadis sbegaaimana datangnya teks, namun secara makna diserahkan kepada Allah , berbeda dengan salafi Wahabi yang memahami Alquran dengan tekstual , dan dipahami maknanya secara tekstual pula, tentu pemahaman secara tekstual Kalam dengan suara jelas jatuh pada tasbyh
✅Imam al-Qasthalani dalam syarahnya terhadap Shahih Bukhari menjelaskan bagaimana mazhab Ahli Hadits dalam hal ini:
ููู ูุฎุชูู ูู ุฐูู ุฃุญุฏ ู ู ุฃุฑุจุงุจ ุงูู َِูู ูุงูู ุฐุงูุจ ูุฅูู ุง ุงูุฎูุงู ูู ู ุนูู ููุงู ู ููุฏู ู ูุญุฏูุซู، ูุนูุฏ ุฃูู ุงูุญุฏูุซ ุฃู ููุงู ู ููุณ ู ู ุฌูุณ ุงูุฃุตูุงุช ูุงูุญุฑูู ุจู ุตูุฉ ุฃุฒููุฉ ูุงุฆู ุฉ ุจุฐุงุชู ุชุนุงูู ู ูุงููุฉ ููุณููุช ุงูุฐู ูู ุชุฑู ุงูุชููู ู ุน ุงููุฏุฑุฉ ุนููู
"Tidaklah berbeda dalam hal itu (adanya kalamullah) satu pun dari berbagai sekte dan mazhab. Perbedaan pendapat hanyalah dalam hal makna kalamullah, tidak-berawalnya kalamullah, dan kebaruannya. Adapun menurut para Ahli Hadits bahwasanya kalamullah tidaklah berupa jenis suara dan huruf tetapi merupakan sifat yang ada tanpa awal mula (azali) yang berada pada Dzat Allah Ta’ala yang meniadakan adanya diam yang nota bene meninggalkan kalam padahal mampu.” (al-Qasthalani, Irsyรขd as-Sรขry, vol. X, hal. 428)
๐Mengapa mazhab Ahli Hadits justru menafikan kemungkinan Allah bersuara? Jawabannya antara lain: Karena suara dan huruf hanya bisa muncul dari jism sehingga mengatakan Allah bersuara sama saja dengan mengatakan Dzat Allah adalah jism. Selain itu, suara dan huruf adalah sesuatu yang mengalami perubahan dan berupa susunan, ini adalah bukti bahwa suara adalah makhluk (hudรปts).Adalah sebuah kemustahilan bila Dzat Allah melahirkan makhluk. Dalam surat al-Ikhlas dinyatakan bahwa Allah tidak melahirkan dan tidak pula dilahirkan. Imam al-Sanusi menjelaskan bahwa kalimat “tidak melahirkan” dalam surat tersebut maksudnya adalah Dzat Allah yang Maha Mulia tidak mengeluarkan eksistensi apa pun dari dirinya. (Abu Abdillah al-Sanusi, Syarh Umm al-Barรขhรฎn, 24). Jadi, Dzat Allah tak melahirkan apa pun tanpa kecuali, termasuk di antaranya suara
๐Ilmu modern menetapkan bahwa hakikat suara itu adalah gelombang getar dalam frekuensi tertentu yang mengalir melalui media yang dapat dikompresi, semisal udara dan air, atau melalui media benda padat dengan mode propagasi (proses pengiriman). Suara selalu membutuhkan benda fisik yang bergetar sebagai sumber gelombangnya dan selalu membutuhkan media semisal udara atau air untuk sampai pada tempat lain.Suara juga dapat dihalangi dengan media lain yang mencegah sampainya gelombang getar itu atau mengurangi efeknya. Karakter suara seperti ini berlaku universal dalam arti tidak ada satu pun suara yang tidak demikian meskipun bunyinya berbeda-beda.
๐Sekarang, layakkah suara disebut sebagai salah satu hal yang keluar dari Dzat Allah? Tentu sangat tidak layak. Menetapkan suara bagi Allah sama saja dengan mengatakan bahwa Dzat Allah dapat mengeluarkan gelombang getar. Sama juga dengan mengatakan bahwa sifat Allah membutuhkan media untuk bisa terwujud. Sama juga dengan mengatakan bahwa sifat Allah dapat mengalami propagasi (proses pengiriman) yang berupa pembiasan, pemantulan dan lain-lain.
๐Lalu bagaimana wahyu disampaikan bila tanpa suara? Jawabannya dengan ilham yang langsung dapat dipahami para utusan, seperti dijelaskan Imam Ibnu Hajar berikut:
ََููุฐَุง ุญَุงุตُِู ََููุงู ِ ู َْู َِْูููู ุงูุตَّْูุชَ ู َِู ุงْูุฃَุฆِู َّุฉِ ََْูููุฒَู ُ ู ُِْูู ุฃََّู ุงََّููู َูู ْ ُูุณْู ِุนْ ุฃَุญَุฏًุง ู ِْู ู ََูุงุฆَِูุชِِู َูุฑُุณُِِูู ََููุงู َُู ุจَْู ุฃََْููู َُูู ْ ุฅَِّูุงُู
“Ini adalah konklusi pendapat para imam yang menafikan adanya suara dari Allah. Konsekuensinya, bahwa Allah tidaklah memperdengarkan kalam-Nya [dalam bentuk suara] pada satu pun malaikat dan rasul-Nya, tetapi mengilhamkannya pada mereka.” (Ibnu Hajar, Fath al-Bรขry, vol. XIII, hal. 458)
Wallahu alam
Sumber FB : Aqidah Salaf