"Keyakinan Tidak Bisa Gugur Karena Keraguan"
"Yaqin" dalam definisi fikih adalah pengetahuan yang pasti akan suatu hal, dengan kata lain tingkatan pengetahuan kita terhadap hal tersebut mencapai 100% seperti kita melihat Dosen sedang ada di kelas maka saat itu pengetahuan kita bahwa Dosen ada di kelas adalah 100%. Jika kurang dari itu maka diistilahkan dengan "Zhann" atau prasangka dengan kisaran antara 99-51%, seperti anda tidak tahu apakah Dosen ada di kampus atau tidak tapi anda melihat motornya terparkir di fakultas, andapun mengira bahwa dosennya ada meski belum melihat secara langsung, semakin banyak faktor2 yang menyatakan Dosen tersebut ada di kampus maka perkiraan dan dugaan anda akan semakin kuat.
Nah, jika pengetahuan terhadap suatu hal itu hanya 50% maka inilah "Syakk" atau keraguan, posisi tengah antara tahu dan tidak, anda tidak bisa menyatakan dosennya tidak ada ataupun ada karena keduanya memiliki porsi kemungkinan yang sama. Adapun jika kurang dari itu maka istilahnya adalah "Wahm" atau skeptis dengan kisaran antara 49-1%, jika anda cenderung menduga bahwa Dosen ada di kampus maka sebaliknya kecenderungan anda bahwa dosen tidak ada di kampus itu kurang dari 50%. Adapun sisanya adalah "Jahl", ketika anda sama sekali tidak tahu dan tidak memiliki faktor2 yang menyatakan dosen ada ataupun tidak ada. Di bawah itu masih ada tingkatan satu lagi, yakni "Jahl Murakkab" atau sok tahu dan salah.
Kaidah ini secara garis besar menyatakan bahwa suatu hal yang didasari atas keyakinan maka tidak bisa digugurkan dengan keraguan. Contohnya seperti kasus hadirnya dosen tadi, anda sudah melihatnya ada di kampus maka pengetahuan itu sudah masuk ke dalam taraf yakin hingga tak bisa digugurkan dengan keraguan. Contoh yang sering diberikan adalah ketika anda yakin telah berwudhu tapi kemudian ragu apakah sudah batal atau belum maka keyakinan bahwa anda punya wudhu tidak akan hilang hanya karena ragu sudah batal atau belum hingga statusnya anda masih punya wudhu. Contoh lain jika anda yakin tadi baru berhadats karena buang air tapi anda ragu apakah sudah wudhu atau belum maka keyakinan hadats tadi tidak bisa hilang karena status wudhunya masih diragukan.
Kaidah ini punya cukup banyak kaidah turunan yang intinya berkisar antara hukum asal dan berlakunya hukum asal yang akan kita bahas satu-satu secara berseri.
Sumber FB Ustadz : Fahmi Hasan Nugroho
Kaidah Fikih Utama II : Tentang Hukum Asal