KAIDAH TASAWWUF YANG CENDERUNG DIABAIKAN
Ada kecenderungan yang jamak dijumpai dari sebagian pengamal ajaran tasawwuf yang memandang remeh aturan fiqih, hingga tak jarang muncul kalimat "Ah maqom kamu masih syariat, kamu masih kulit" dan ungkapan lain yang semakna.
Padahal sikap demikian tidak sepatutnya dimiliki oleh pengamal Tasawwuf, setidaknya menurut Sayyidi Ahmad Zarruq Qaddasallahu sirrahu dalam karya beliau "Qowaidu Tasawwuf", bagi yang belum mengenal Sayyidi Ahmad Zarruq beliau adalah salah satu Ulama' Besar Sufi dari Thoriqoh Syadziliyah yang bagi para ahli tasawuf tidak diragukan maqom kewaliannya.
Dalam karya beliau pada kaidah ke 26 beliau menulis:
حكم الفقه عام في العموم، لأن مقصده إقامة رسم الدين، ورفع مناره، وإظهار كلمته.
وحكم التصوف خاص في الخصوص، لأنه معاملة بين العبد وربّه، من غير زائد على ذلك. فمن ثمّ صح إنكار الفقيه على الصوفي، ولا يصح إنكار الصوفي على الفقيه، ولزم الرجوع من التصوف للفقه في الأحكام والحقائق، لا بالنبذ والترك وصح الاكتفاء به دونه. ولم يكف التصوف عن الفقه، بل لا يصح دونه، ولا يجوز الرجوع منه إليه إلا به، وإن كان أعلى منه رتبة فهو أسلم وأعم مصلحة. وفي ذلك قيل: (كن فقيها صوفيا، ولا تكن صوفيا فقيها). وصوفي الفقهاء أكمل من فقيه الصوفية وأسلم، لأن صوفي الفقهاء قد تحقق بالتصوف حالاً وعملاً وذوقاً. بخلاف فقيه الصوفية فإنّه المتمكن من علمه وحاله، ولا يتم له ذلك إلا بفقه صحيح وذوق صريح، ولا يصلح له أحدهما بدون الآخر، كالطبيب الذي لا يكتفي علمه عن التجربة ولا العكس. فافهم.
"Hukum/aturan Fiqih bersifat umum dalam keumumannya, karena tujuan dari fiqih adalah penegakan bangunan agama, pemancang menara agama serta perwujudan kalimat agama.
Adapun hukum tasawwuf bersifat khusus dalam kekhususannya, sebab tasawwuf adalah hubungan antara seorang hamba dengan Tuhannya tanpa lebih dari itu. Oleh karena itu SAH (DAPAT DITERIMA) pengingkaran seorang ahli fiqih terhadap (sikap) ahli tasawwuf akan tetapi TIDAK SAH (TIDAK DAPAT DITERIMA) pengingkaran seorang ahli tasawwuf atas (sikap) ahli fiqih.
Sehingga jika terjadi maka ahli tasawwuf MESTI kembali pada ajaran fiqih dalam pembahasan hukum dan HAKIKAT bukan malah sebaliknya mengabaikan serta meninggalkan fiqih, dan sah fiqih seseorang itu tanpa tasawwuf.
Namun sebaliknya TIDAK CUKUP seseorang hanya berhenti pada tasawwuf dengan mengabaikan fiqih bahkan TIDAK SAH tasawwuf itu tanpa fiqih, dan tidak boleh kembali dari fiqih menuju tasawwuf kecuali (tetap) dengan fiqih meskipun tasawwuf tingkatnya lebih tinggi dari fiqih namun fiqih itu lebih selamat dan kemaslahatannya lebih luas.
Oleh karena itu dikatakan oleh Ulama' :"JADILAH KAMU SEORANG FAQIH YANG SUFI DAN JANGAN JADI SUFI YANG FAQIH".
Maka sufinya seorang ahli fiqih lebih sempurna dan lebih selamat dari faqihnya seorang sufi sebab seorang faqih yang sufi telah mencapai hakikat secara amalan, hal dan "dzauq" dengan tasawwufnya sedangkan sebaliknya seorang sufi yang faqih dituntut untuk cukup dalam keilmuan dan halnya sedangkan hal ini tidak akan tercapai kecuali dengan PEMAHAMAN FIQIH yang benar dan "dzauq" yang suci, dan hal ini tidak akan terjadi hanya dengan salah satunya (Fiqih/tasawwuf) saja tanpa yang lain, seperti halnya seorang dokter tidak cukup baginya hanya belajar ilmu tanpa praktek atau sebaliknya, maka pahami ini"
(Qowaidu Tasawwuf, Kaidah 26)
Qultu: oleh karena itu ungkapan seorang pendaku sufi "kamu masih maqom syariat" sejatinya perlu dipertanyakan dan malah dapat dikatakan merupakan indikasi awal akan penyimpangan pemahaman tasawwufnya sebab baik fiqih maupun tasawwuf keduanya adalah ajaran Rasulullah ﷺ sehingga mustahil saling bertentangan, jika yang kita pahami bertentangan sejatinya akal dan pemahaman kita yang salah bukan fiqih/tasawwufnya.
Wallahua'lam.
Sumber FB Ustadz : Muhammad Salim Kholili