"Hukum asal segala sesuatu adalah boleh"
Jika kita perhatikan secara seksama, metode syariat dalam menjelaskan halal dan haram adalah menjelaskan yang haram secara detail dan hanya menjelaskan yang halal secara global saja. Hal-hal yang secara detail disinggung di dalam syariat adalah seperti mayitah, daging babi, darah, khamr, hewan buas, hewan berkuku tajam, dan hal-hal yang kotor (al-khaba'its), adapun berkaitan dengan yang halal hanya dijelaskan secara global seperti hal-hal yang baik (al-thayyibat), dari sini dipahami bahwa yang tidak disebutkan haram di dalam syariat berarti kembali kepada hukum asalnya yaitu boleh. Kaidah ini sebenarnya tidak disepakati, ada juga sebagian ulama yang menyatakan sebaliknya bahwa asal segala sesuatu itu haram sampai ada dalil yang menyatakan boleh, namun mayoritas ulama mengambil kaidah yang pertama tadi.
Contoh pelaksanaan kaidah ini seperti dalam hal makanan dan minuman, selama tidak terdapat unsur yang diharamkan di dalamnya maka makanan dan minuman tersebut hukumnya halal. Contohnya seperti bahan makan dan minuman yang tidak terdapat dalil di dalam syariat seperti jenis hewan atau tumbuhan yang tak ada dalil yang mengharamkannya, tidak masuk ke dalam kategori hewan yang diharamkan dan tak pernah ada di arab di masa Rasulullah maka hukum asalnya adalah dibolehkan sampai ada dalil yang menyatakan haram.
Catatan dalam pelaksanaan kaidah ini adalah selama bahan tersebut masih murni dan tidak mengalami pengolahan, namun jika telah terjadi pengolahan maka statusnya belum tentu halal karena bisa saja terjadi kontaminasi najis dan benda haram dalam proses produksinya. Seperti sayur, bumbu dan bahan-bahan lain yang berasal dari tumbuhan hukum asalnya adalah suci dan halal jika masih asli dan tidak mengalami proses pengolahan, namun jika telah mengalami proses pengolahan maka perlu diteliti ulang terkait dengan bahan-bahan yang digunakan dan proses yang dilakuan. Contoh lain seperti air, pada dasarnya hukum asal air adalah suci dan halal tapi jika sudah diproses menjadi air minum dalam kemasan perlu diteliti karena bisa terjadi kontaminasi najis dalam pembuatannya, karena ada filter air yang menggunakan karbon aktif berasal dari tulang hewan yang jika ia adalah babi atau sapi tapi tidak disembelih sesuai dengan syariat maka air yang melewati filter itu bisa menjadi mutanajjis dan haram.
Contoh lain seperti tebu, pada dasarnya tebu itu suci dan halal, namun ketika air tebu diproses menjadi gula terjadi ragam proses dan pencampuran bahan yang menjadikan gula pasir yang ada di meja tidak berwarna hijau seperti air tebu asli, dalam hal ini perlu untuk diteliti kembali terkait bahan dan prosesnya untuk ditentukan apakah ia halal atau tidak.
Kaidah Fikih Utama II : Tentang Hukum Asal
Sumber FB Ustadz : Fahmi Hasan Nugroho