Tekstualis
Hadis memiliki banyak riwayat dan ada banyak jalur. Terkadang satu hadis bersifat umum dan ada dalil hadis lain yang membatasi keumumannya (takhsish). Ada juga hadis seperti kontradiksi antara satu dengan hadis yang lain. Ada pula satu hadis yang menghapus terhadap hukum yang terkandung dalam hadis lain. Kadang juga hadis memiliki kekhususan tempat dan waktu sehingga dalam pengamalannya perlu mengikuti pemahaman yang akurat dari para ulama.
Contohnya adalah beberapa hadis berikut yang secara teks akan bertentangan dengan hasil ijtihad ulama yang lebih paham terhadap kandungan hadis:
1. Perintah Kencing Menghadap Ke Barat
وَلِلسَّبْعَةِ مِنْ حَدِيثِ أَبِي أَيُّوبَ - رضي الله عنه - - لَا تَسْتَقْبِلُوا اَلْقِبْلَةَ بِغَائِطٍ وَلَا بَوْلٍ, وَلَكِنْ شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا
Hadits menurut Imam Tujuh dari Abu Ayyub Al-Anshari Radliyallaahu ‘anhu berbunyi: “Janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya akan tetapi menghadaplah ke arah timur atau barat.”
Jika memahami hadis ini secara teks dan kita amalkan dari negara kita di Indonesia dengan kencing menghadap ke barat justru bertentangan dengan isi kandungan hadis yang melarang kencing menghadap ke arah Ka'bah. Sementara di dalam hadis tersebut Nabi memerintah menghadap ke arah barat atau timur karena Madinah berada di utara kota Makah.
2. Perintah Meludah ke Tanah di Masjid
Dulu masjid Nabawi berupa tanah sehingga diperbolehkan meludah ke tanah dalam masjid. Seperti perintah dalam hadis berikut:
ﺭﺃﻯ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻧﺨﺎﻣﺔ ﻓﻲ ﺟﺪاﺭ اﻟﻤﺴﺠﺪ، ﻓﺘﻨﺎﻭﻝ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺣﺼﺎﺓ ﻭﺣﺘﻬﺎ ﺛﻢ ﻗﺎﻝ: «ﺇﺫا ﺗﻨﺨﻢ ﺃﺣﺪﻛﻢ، ﻓﻼ ﻳﺘﻨﺨﻤﻦ ﻗﺒﻞ ﻭﺟﻬﻪ، ﻭﻻ ﻋﻦ ﻳﻤﻴﻨﻪ، ﻭﻟﻴﺒﺼﻖ ﻋﻦ ﻳﺴﺎﺭﻩ ﺃﻭ ﺗﺤﺖ ﻗﺪﻣﻪ»
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melihat ada ingus di tembok masjid lalu nabi mengambil batu dan menggosoknya dan nabi bersabda: "Jika kalian membuang ingus maka jangan membuangnya ke depan atau ke arah kanan tapi ludahkan ke arah kiri atau di bawah kaki" (HR Bukhari dari abu Hurairah)
Coba sekarang ada yang meludah di dalam masjid sesuai dengan teks hadis di atas, ada yang mau?
3. Salat Witir Setelah Istinja'
Syekh Mustofa Siba'i menjelaskan bahwa orang-orang tekstualis terkadang menyalahi mayoritas ulama. Contohnya adalah orang yang melakukan salat witir sehabis istinja / cebok. Mereka memahami dari sebuah dalil hadits berikut:
ﺇﺫا اﺳﺘﺠﻤﺮ ﺃﺣﺪﻛﻢ ﻓﻠﻴﻮﺗﺮ (ﺣﻢ ﻣ) ﻋﻦ ﺟﺎﺑﺮ.
"Barang siapa melakukan cebok maka lakukanlah witir." (HR Ahmad dan Muslim dari Jabir)
Ada yang memahami "falyutir" sebagai perintah salat witir. Padahal maksud hadis tersebut adalah jika cebok dengan batu maka dilakukan secara hitungan ganjil (Assunnah wa makanatuha, 443)
Demikianlah jika memahami dalil hanya cukup pada teks tanpa istinbath dengan dalil lain sebagaimana telah ditempuh oleh Mujtahid kita di zaman dahulu. Tekstualis ini seperti menempelkan kartu tol di tulisan "Tempelkan Kartu Tol" di bawah ini:
Sumber FB Ustadz : Ma'ruf Khozin