Puasa Arafah Ikut Siapa?
Tapi alhamdulillah NU, Muhammadiyyah, Persis, PDIP, Demokrat, Nasdem, PKS, Malaysia, Arab Saudi sepakat Idul Adha jatuh pada tanggal 10 Zulhijjah. Eheh
Indonesia dan sekitarnya berlebaran Idul Adha hari Kamis, Arab Saudi dan sekitarnya berlebaran hari Rabu.
Nah, yang agak jadi masalah kalo beda dengan Arab Saudi, nanti puasa Arafahnya ikut mana? Mengingat kita Rabu baru tanggal 9, di Arab Saudi sudah tanggal 10 Zulhijah.
Puasa Arafah Ikut Hari 9 Zulhijjah
Kata Arafah itu biasanya merujuk kepada tempat untuk berdiam diri bagi para jamaah haji. Berdiam dirinya jamaah haji itu disebut dengan wukuf.
Pensyariatan puasa Arafah ini, sebagaimana juga puasa hari-hari Zulhijah sebelumnya, lebih dahulu sebelum adanya haji yang dilakukan oleh Nabi ﷺ atau yang terkenal dengan nama Haji Wada’.
Sehingga hari Arafah adalah hari ke-9 Zulhijah di tiap tahunnya, hari ke-9 bulan Zulhijah itu sudah ada sebelum adanya wuquf Rasulullah di Arafah pada haji wada’.
Hadis-hadis puasa sunnah Arafah memberikan informasi tersirat bahwa puasa-puasa itu sudah menjadi kebiasaan Nabi di setiap tahunnya.
Maka para ulama ketika membicarakan sunnah puasa arafah ini lebih menekankan pada kaitannya dengan tanggal 9 Zulhijah dan bukan tentang wukuf di Arafah. Maka, meski di Arab Saudi sudah tanggal 10 Zulhijjah, tetap di Indonesia disunnahkan puasa Arafah.
Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari mengatakan,
سن صوم يوم عرفة وهو تاسع ذي الحجة
“Disunnahkan berpuasa di hari Arafah, yaitu tanggal sembilan Zulhijah”
Al-Khathib As Syirbini mengatakan,
وصوم يوم عرفة وهو تاسع ذي الحجة لغير الحاج
“Dan (sunnah) puasa hari Arafah, yaitu tanggal 9 Zulhijah bagi selain jamaah haji.
Syamsuddin Ar Ramli mengatakan,
وصوم يوم عرفة وهو تاسع ذي الحجة لغير الحاج
“Dan (sunnah) puasa hari Arafah, yaitu tanggal Sembilan Zulhijah bagi selain jamaah haji.
Puasa Arafah Ikut Hari Wukuf di Arafah
Meski ada pendapat lain bahwa puasa arafah mengikuti wuquf di arafah.
Ini merupakan pendapat Lajnah Daimah (Komite Fatwa dan Penelitian Ilmiyah) Arab Saudi. Mereka berdalil dengan pengertian hari arafah, bahwa hari arafah adalah hari dimana para jamaah haji wukuf di Arafah. Tanpa memandang tanggal berapa posisi hari ini berada.
Dalam salah satu fatwanya tentang perbedaan tanggal antara tanggal 9 Dzulhijjah di luar negeri dengan hari wukuf di arafah di Saudi, Lajnah Daimah menjelaskan,
يوم عرفة هو اليوم الذي يقف الناس فيه بعرفة، وصومه مشروع لغير من تلبس بالحج، فإذا أردت أن تصوم فإنك تصوم هذا اليوم، وإن صمت يوماً قبله فلا بأس
Hari arafah adalah hari dimana kaum muslimin melakukan wukuf di Arafah. Puasa arafah dianjurkan, bagi orang yang tidak melakukan haji. Karena itu, jika anda ingin puasa arafah, maka anda bisa melakukan puasa di hari itu (hari wukuf). Dan jika anda puasa sehari sebelumnya, tidak masalah. (Fatawa Lajnah Daimah, no. 4052).
Dibantah Syaikh Utsaimin
Pendapat dari Lajnah Daimah itu sendiri justru dibantah oleh Utsaimin; salah seorang ulama Arab Saudi. Beliau pernah ditanya tentang perbedaan dalam menentukan hari arafah. Beginilah jawaban beliau,
والصواب أنه يختلف باختلاف المطالع ، فمثلا إذا كان الهلال قد رؤي بمكة ، وكان هذا اليوم هو اليوم التاسع ، ورؤي في بلد آخر قبل مكة بيوم وكان يوم عرفة عندهم اليوم العاشر فإنه لا يجوز لهم أن يصوموا هذا اليوم لأنه يوم عيد ، وكذلك لو قدر أنه تأخرت الرؤية عن مكة وكان اليوم التاسع في مكة هو الثامن عندهم ، فإنهم يصومون يوم التاسع عندهم الموافق ليوم العاشر في مكة ، هذا هو القول الراجح ، لأن النبي صلى الله عليه وسلم يقول ( إذا رأيتموه فصوموا وإذا رأيتموه فأفطروا )
Pendapat yang benar, semacam ini berbeda-beda, sesuai perbedaan mathla’ (tempat terbit hilal). Sebagai contoh, kemarin hilal sudah terlihat di Mekah, dan hari ini adalah tanggal 9 Dzulhijjah. Sementara di negeri lain, hilal terlihat sehari sebelum Mekah, sehingga hari wukuf arafah menurut warga negara lain, jatuh pada tanggal 10 Dzulhijjah, maka pada saat itu, tidak boleh bagi mereka untuk melakukan puasa. Karena hari itu adalah hari raya bagi mereka.
Demikian pula sebaliknya, ketika di Mekah hilal terlihat lebih awal dari pada negara lain, sehingga tanggal 9 di Mekah, posisinya tanggal 8 di negara tersebut, maka penduduk negara itu melakukan puasa tanggal 9 menurut kalender setempat, yang bertepatan dengan tanggal 10 di Mekah. Inilah pendapat yang kuat. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إذا رأيتموه فصوموا وإذا رأيتموه فأفطروا
Apabila kalian melihat hilal, lakukanlah puasa dan apabila melihat hilal lagi, (hari raya), jangan puasa. (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, volume 20, hlm. 28)
Dari keterangan di atas, kita bisa memahami bahwa perbedaan penentuan hari arafah, kembali kepada dua pertimbangan:
Pertama, apakah perbedaan tempat terbit hilal (Ikhtilaf Mathali’) mempengaruhi perbedaan dalam penentuan tanggal ataukah tidak.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa dalam menentukan tanggal awal bulan, kaum muslimin di seluruh dunia disatukan. Sehingga perbedaan tempat terbit hilal tidak mempengaruhi perbedaan tanggal.
Sementara sebagian ulama berpendapat bahwa perbedaan mathali’ mempengaruhi perbedaan penentuan awal bulan di masing-masing daerah. Ini meruakan pendapat Ikrimah, al-Qosim bin Muhammad, Salim bin Abdillah bin Umar, Imam Malik, Ishaq bin Rahuyah, dan Ibnu Abbas. (Fathul Bari, 4/123).
Dari dua pendapat ini, yang lebih mendekati kebenaran adalah pendapat kedua. Adanya perbedaan tempat terbit hilal, mempengaruhi perbedaan penentuan tanggal.
Hal ini berdasarkan riwayat dari Kuraib – mantan budak Ibnu Abbas –, bahwa Ummu Fadhl bintu al-Harits (Ibunya Ibnu Abbas) pernah menyuruhnya untuk menemui Muawiyah di Syam, dalam rangka menyelesaikan suatu urusan. Kuraib melanjutkan kisahnya,
Setibanya di Syam, saya selesaikan urusan yang dititipkan Ummu Fadhl. Ketika itu masuk tanggal 1 ramadhan dan saya masih di Syam. Saya melihat hilal malam jumat. Kemudian saya pulang ke Madinah. Setibanya di Madinah di akhir bulan, Ibnu Abbas bertanya kepadaku
“Kapan kalian melihat hilal?” tanya Ibnu Abbas.
“kami melihatnya malam jumat.” Jawab Kuraib.
“Kamu melihatnya sendiri?” tanya Ibnu Abbas.
“Ya, saya melihatnya dan masyarakatpun melihatnya. Mereka puasa dan Muawiyahpun puasa.” Jawab Kuraib.
Ibnu Abbas menjelaskan,
لكنا رأيناه ليلة السبت، فلا نزال نصوم حتى نكمل ثلاثين أو نراه
“Kalau kami melihatnya malam sabtu. Kami terus berpuasa, hingga kami selesaikan selama 30 hari atau kami melihat hilal Syawal.”
Kuraib bertanya lagi,
“Mengapa kalian tidak mengikuti rukyah Muawiyah dan puasanya Muawiyah?”
Jawab Ibnu Abbas,
لا هكذا أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم
“Tidak, seperti ini yang diperintahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kami.” (HR. Muslim 2580, Nasai 2111, Abu Daud 2334, Turmudzi 697, dan yang lainnya).
Maka, pendapat yang dipilih jika terjadi perbedaan memulai bulan Zulhijjah antara Arab Saudi dan Indonesia tentang puasa Arafah adalah mengikuti penanggalan Indonesia. Sebagaimana nanti juga idul adha mengikuti wilayah setempat.
Tapi kalo masih bingung juga mau ikut yang mana, bisa juga dipilih opsi tak usah puasa saja. Sepertinya opsi ini memang paling banyak pengikutnya.
Sumber FB Ustadz : Hanif Luthfi