PERMASALAHAN SEPUTAR ZAKAT FITRAH
| Insya Allah cukup lengkap dan kami buat dengan bahasa sesederhana mungkin biar mudah di pahami
[1] Seberapa Penting Membayar Zakat Fitrah?
Sangat penting, karena puasa kita akan tergantung diantara langit dan bumi, dan tidak bisa terangkat kecuali dengan menunaikan zakat.
[2] Penunaian zakat fitrah tidak sama dengan sedekah, ada beberapa hal khusus yang menjadi pembeda diantara keduanya, seperti waktu pelaksanaan, siapa saja yang wajib zakat, dan tempat penyaluran. Jika ini salah, maka zakat tidak sah. Jika zakat tidak sah, berarti kita dinilai belum melaksanakan kewajiban, alias meninggalkannya, dan jika kita meninggalkannya maka kita berdosa. Maka, setiap muslim sangat butuh mempelajari seputar fikih Zakat fitrah.
[3] Zakat fitrah wajib bagi setiap orang yang memenuhi 3 kriteria :
-Islam.
-Menjumpai dua perkara, yaitu akhir bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal. Dan titik temunya adalah terbenamnya matahari atau awal masuk waktu Maghrib.
-Memiliki kelebihan pada hari raya dan malamnya meliputi makanan pokok, pakaian dan tempat tinggal. Jadi kalau malam lebaran dan besoknya sudah memiliki persediaan itu dan lebih, maka wajib zakat.
[4] Apabila seseorang telah memenuhi tiga syarat diatas maka ia diwajibkan untuk menunaikan Zakat Fitrah. Walaupun dilain sisi ia seorang Mustahik (orang yang berhak menerima Zakat).
[5] Orang² yang wajib kita nafkahi, maka kita wajib juga menunaikan zakat fitrah atas nama mereka. Mereka meliputi :
- istri, walaupun talak raj'i (talak yang masih bisa dirujuk) baik hamil atau tidak, atau talak ba'in yang hamil.
-orang tua yang faqir.
-anak kandung yang belum baligh yang Faqir. Atau sudah baligh tetapi faqir dan tidak mampu bekerja, misal sakit cacat ga bisa gerak.
[6] Semisal anak sudah baligh dan kondisi dia kaya atau baligh yang sudah mampu bekerja walaupun tidak kaya, maka dia wajib membayar zakat sendiri. Jika dibayarkan orang tuanya tanpa tawkil (izin boleh ngewakilin) dari anak tersebut dalam menunaikan zakat dan juga masalah niatnya, maka tidak sah. Begitu juga mereka² yang nafkahnya tidak menjadi tanggungan kita.
CATATAN
1). Lafadz tawkil bisa dengan ucapan semisal:
"Aku mewakilkan kepadamu untuk menunaikan zakat fitrah serta niatnya atas namaku."
2). Nanti niat zakat fitrahnya maka bisa seperti ini :
"Saya niat mengeluarkan zakat fitrah atas nama anak laki-laki saya (jika memang anak laki-laki, kemudian sebut namanya) Fardhu karena Allah Ta’ala"
*Kalau bukan anak laki², misal keponakan atau lainnya, tinggal ganti kalimatnya. Yang jadi catatan tadi, jika seseorang 'Tidak Wajib' kita nafkahi, ketika kita mau mengeluarkan zakat atas nama mereka, maka minta izin dulu ke mereka dan niatnya seperti diatas. Dan niat ga harus bahasa Arab.
[7] Waktu Menunaikan Zakat Fitrah :
-Wajib : ketika menemui bulan Ramadhan dan menemui sebagian awalnya bulan Syawwal.
-Afdhol/Sunah : Antara Terbit Fajar Hari Raya Sampai Sholat ‘Idul Fitri. Usahakan waktu ini.
-mubah : sejak masuk Ramadhan.
-makruh : setelah solat ‘Idul Fitri sampai terbenam matahari hari raya.
-haram : setelah terbenam matahari hari raya. Haram disini berkonsekuensi dosa, tapi tetep wajib bayar.
Zakat yang dikeluarkan setelah tanggal 1 Syawwal dinilai sebagai qodho’, dan wajib sesegera mungkin. Kalau belum di bayar juga, maka selamanya akan jadi tanggungan hutangnya.
CATATAN :
1). Bayi yang lahir sebelum Maghrib 1 Syawal, walaupun baru satu detik sebelum waktu Maghrib, dan hidup sampai masuk waktu Maghrib walau satu detik, maka wajib di zakati.
2). Orang yang meninggal setelah masuk waktu Maghrib 1 Syawal walaupun satu detik, maka wajib di zakati.
[8] Penyaluran zakat fitrah, meliputi 8 golongan. Kami kelompokkan menjadi dua bagian sebagaimana dalam ayat Al Qur'annya :
KELOMPOK PERTAMA :
Kelompok² ini ketika menerima zakat maka bebas untuk menggunakannya, untuk di makan sendiri, di buat membayar zakat, disedekahkan ke masjid, anak yatim, atau bahkan menjualnya. Ketentuan ini berangkat dari faidah Lam lit-tamlik (huruf lam yang memiliki makna "bagi") pada redaksi 4 kelompok ini.
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ (1) لِلْفُقَرَاءِ (2) وَالْمَسَاكِينِ (3) وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا (4) وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ.
(1) Faqir : tidak memiliki harta atau pekerjaan sama sekali, atau memiliki tapi tidak bisa memenuhi setengah kebutuhan. Misal butuh 100.000, cuman punya 45.000.
(2) Miskin : memiliki harta atau pekerjaan tapi tidak bisa memenuhi semua kebutuhan. Misal butuh 100.000, cuman punya 80.000.
CATATAN : kebutuhan disini adalah kebutuhan lumrah, sandang pangan, bukan kebutuhan gengsi tetangga beli motor kita pengen menyaingi beli mobil.
(3) Amil : orang yang "Di Lantik Secara Resmi Oleh Pemerintah" untuk mengelola zakat, dan tidak mendapatkan gaji dari pemerintah. Dan yang berhak mereka terima dari zakat adalah sekedar upah yang wajar. Jika kita menyalurkan zakat kepada mereka, walaupun belum mereka salurkan ke fakir miskin dll, kita sudah terbebas dari tanggungan zakat.
CATATAN PENTING :
1). Panitia zakat yang diangkat masjid, musholla, madrasah dan semisalnya kedudukannya "Bukan Sebagai Amil" dan "Tidak Berhak Menerima Zakat Atas Nama Amil Atau Panitia Zakat". Mereka hanya sebagai orang yang membantu kita menyalurkan zakat. Dan perlu di ketahui, jika mereka salah menyalurkan maka zakat kita belum di nilai sah, karena mereka bukan Amil. Maka sangat penting untuk mengetahui apakah panitia seperti mereka paham fikih atau tidak. Kita harus cermati backgroundnya, apakah dari pesantren dan tau fikih zakatnya atau hanya ikutan ramai² pembagian beras zakat.
Untuk lebih aman dan lebih baiknya menurut saya pribadi, jika di daerahnya tidak ada lembaga resmi dari pemerintah yang mengelola zakat, maka lebih baik menyalurkan sendiri kepada fakir miskin secara langsung, bisa silaturrahmi plus lebih pas dengan hikmah pensyariatan zakat ini.
2). Masjid, musholla, madrasah, dan bangunan-bangunan lain tidak berhak menerima zakat, karena mereka benda mati dan bukan mustahik zakat. Jadi zakat yang di salurkan atau di bayarkan ke masjid, musholla, madrasah dll dengan tujuan untuk pembangunan atau lainnya, "Tidak Sah."
(4) Muallaf: Seseorang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah. Atau seorang tokoh masyarakat yang masuk Islam dan imannya kuat, yang mana dengan diberikannya zakat diharap orang-orang yang setaraf dengannya (tokoh-tokoh lain) tertarik masuk Islam.
KELOMPOK KEDUA :
Ketika kelompok² ini menerima zakat, maka zakat itu tidak mutlak menjadi hak milik pribadi, tapi untuk kemaslahatan yang berhubungan dengan sisifat atau ciri² yang melekat pada mereka. Ketentuan ini berangkat dari adanya huruf Fii pada 4 kelompok ini.
(5) وَفِي الرِّقَابِ (6) وَالْغَارِمِينَ (7) وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ (8) وَابْنِ السَّبِيلِ.
(5) Fir Riqob: Budak yang mempunyai akad dengan majikannya bahwa dirinya akan merdeka apabila ia mampu melunasi sejumlah nominal yang telah disepakati kepada majikannya. Maka harta zakat bagi mereka adalah untuk membantu melunasi cicilannya.
(6) Ghorim: Adalah seorang yang berhutang untuk kemaslahatan diri sendiri atau ishlah dzatil bain (mendamaikan orang yang berseteru). Maka harta zakat bagi mereka untuk membantu melunasi hutangnya.
(7) Fi Sabilillah: Orang yang berperang dijalan Allah melawan orang kafir tanpa digaji oleh pemerintah. Maka harta zakat digunakan untuk keperluan jihad.
CATATAN :
Masalah Fii Sabilillah apakah mencakup seluruh sabilil Khair seperti ustadz dan kyai ada perbedaan pendapat. Pendapat kuat menyatakan tidak. Jadi tidak sah membayar zakat kepada mereka dengan memandang status ustadz atau kyainya. Kalau ustadz dan kyai itu termasuk fakir miskin? Boleh. Tapi bukan karena status ustadz atau kyainya, tapi karena status fakir miskinnya. Catat.
Dalam pendapat lain mereka termasuk, jika mengikuti pendapat ini maka sah menyalurkan zakat kepada mereka. Tapi Perlu Di Ingat Lagi, Sabilillah termasuk kelompok kedua alias harta zakat tidak mutlak jadi hak milik pribadi, melainkan untuk kemaslahatan sifat yang melekat pada mereka. Maka harta zakat yang di terima ustadz semisal, maka harta itu harus di gunakan untuk keperluannya sebagai ustadz, misal alat mengajar, tidak untuk keperluan rumah tangganya ataupun keperluan pribadi.
Disini ada keluwesan, jika kita membayarkan zakat ke ustadz atau Kyai semisal -tapi yang bener² ustadz atau Kyai yang paham agama dan fikih terutama bab zakat ini-, jika mereka menerima, maka kita husnudzon mereka mengikuti pendapat boleh dan kita terbebas dari zakat, sudah di tanggung mereka konsekuensi sah tidaknya atau kalau ada dosa tidaknya juga. Dan jika mereka tidak menerima, maka kita tinggal tanya untuk di salurkan kepada siapa baiknya.
CATATAN PENTING :
1). Bagi ustadz atau tokoh agama yang merasa sudah kaya dan berkecukupan sangat lebih baik tidak menerima zakat walaupun ada yang berpendapat boleh, karena masih sangat banyak fakir miskin yang membutuhkan beras yang cuman seplastik tersebut atau uang yang tidak seberapa itu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
2). Masyarakat yang menunaikan zakat harap lebih mementingkan menyalurkan zakat kepada fakir miskin daripada ke tokoh agama, kecuali tokoh agama itu tergolong fakir miskin. Jangan sampai karena memburu berkah ustadz dan kyai malah melupakan yang lebih penting dari adanya pensyariatan zakat ini.
(8). Ibnu Sabil: Musafir. Maka harta zakat digunakan untuk keperluan perjalanan mereka.
[9] Pembayaran Zakat Fitrah bisa memilih antara dengan makanan pokok atau uang :
1). Makanan pokok : ada perbedaan pendapat dalam konversi gramnya, ada 2,5 kg, 2,7 kg dll. Lebih baiknya bayar minimal 3 kg. Dan pembayaran ini menggunakan makanan pokok yang biasa kita konsumsi sehari-hari, jika biasanya mengonsumsi beras kualitas super, maka wajib bayar zakat dengan beras itu atau yang lebih baik, tidak boleh dengan beras jatah dari pemerintah atau kualitas yang lebih rendah dari yang kita konsumsi sehari-hari.
2). Uang : dari web resmi BAZNAS menyatakan wilayah DKI dan sekitarnya pembayaran zakat dengan uang adalah senilai 45.000 rupiah.
Untuk lebih lengkapnya masalah zakat dengan uang, bisa membaca tulisan yang sangat mencerahkan dari Yai Nur Hasyim Anam berikut:
https://www.facebook.com/100007754502055/posts/3067864996815287/?app=fbl
Dan lebih bijaknya dalam hal ini adalah menyesuaikan dengan tradisi yang berlaku di masyarakat biar tidak terjadi kegaduhan, jika tradisinya dengan beras, maka lebih baik ikut beras, jika sudah agak biasa memakai uang, maka silahkan memakai uang.
[10] Naql Zakat / Membayar Zakat di tempat lain
Bagi orang perantauan kadang bingung bayar zakatnya harus kemana. Dalam madzhab Syafi'i kewajiban membayar zakat adalah di tempat dimana orang tersebut berada saat matahari tenggelam masuk satu Syawal atau malam pertama hari raya.
Tapi ada juga yang kadang ingin membayar di tempat asalnya, kampung halamannya, maka dalam hal ini ia dinilai memindah zakat, dan dalam masalah ini ada perbedaan pendapat, ada yang menyatakan tidak boleh dan ada yang menyatakan boleh.
Kalau ikut pendapat boleh maka caranya dengan menghubungi pihak orang di kampung halaman, bilang kalau minta tolong dibayarkan zakat sekalian niatnya juga.
[10] Memberikan zakat kepada ahli maksiat
Memberikan zakat kepada ahli maksiat yang kita berkeyakinan atau punya perasangka akan mereka gunakan membantu kemaksiatan, maka Tidak boleh.
[11] Menyalurkan zakat fitrah kepada keluarga dan kerabat :
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=214874124498318&id=100079271940052&mibextid=Nif5oz
| Tulisan ini hanya mengutip dari beberapa sumber. Semoga bermanfaat dan memahamkan serta kalau ada kesalahan, mohon diluruskan.
Yang ingin mengetahui postingan² ttg zakat bisa follow Kyai Abdul Wahid Alfaizin dan Kyai Nur Hasyim S Anam II
Wallahu a'lam bisa showab
Sumber FB Ustadz : M Syihabuddin Dimyathi