MENYALURKAN ZAKAT KELUAR DAERAH
Bagi orang yang merantau seperti saya ini : Kemanakah zakat disalurkan, apakah di daerah perantauan ataukah daerah asal ? Syukran kiyai.
Jawaban
Oleh Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq
Sebenarnya zakat boleh dan sah disalurkan di mana saja. Asalkan diberikan kepada 8 asnaf yang memang berhak menerima zakat. Tapi bila berbicara keafdhalan, umumnya ulama berpendapat afdhalnya disalurkan di tempat ia menetap sekarang ini.
Sebagian ulama klasik ada yang mengatakan :
جيران المال أحق بزكاته
"Tetangga dari pemilik harta, lebih berhak untuk menerima zakatnya." [1]
Hal ini berdasarkan keumuman hadits yang menyatakan : ”Hendaknya zakat dibagikan kepada masyarakat yang ada di antara mereka”.
Juga sabda Rasulullah ﷺ :
أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِى أَمْوَالِهِمْ ، تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ
"Sesungguhnya Allah mewajibkan zakat dari orang-orang kaya mereka dari harta mereka, untuk diberikan kepada orang-orang fakir di antara mereka”. (HR. Bukhari)[1]
Sehingga seorang yang mencari rezekinya di negeri orang, sebaiknya menunaikan zakat di tempat mereka bekerja tersebut.
Namun jika seseorang tetap berkeinginan untuk mentransfer atau memindahkan zakatnya ke tempat lain, ulama khilaf tentang hukumnya. Sebagian ulama membolehkan sedangkan mayoritas ulama berpendapat tidak diperbolehkan.[2]
1. Pendapat yang melarang bila tanpa maslahat yang kuat
Mayoritas ulama madzhab dari kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah melarang pendistribusian zakat dari satu negeri ke daerah atau negeri lain. Karena prinsipnya zakat itu harus dibagikan di tempat harta kekayaan tersebut diambil. Berikut rincian pendapat pertama ini.
Berkata al imam abu Hanifah :
يُكره إلا إن نقلها إلى قرابةٍ له محاويجٍ، أو قومٍ هم أمس حاجة من أهل بلده، فلا يُكره.
"Dimakruhkan zakat disalurkan keluar dari negeri diambilnya harta jika penduduknya masih membutuhkan. Kecuali bila penduduk negeri tersebut sudah cukup dan disalurkan ke yang membutuhkan, maka tidak makruh." [3]
Kalangan Hanafiyyah mengecualikan zakat yang disalurkan kepada keluarga, ini hukumnya boleh meskipun berada di luar daerah, karena ada tambahan fadhilah untuk menyambung silaturahim.
Juga untuk disalurkan ke pihak yang sangat membutuhkannya, atau kepada orang-orang shalih, yang dipandang lebih bermanfaat buat kaum muslimin, atau dari wilayah perang ke negeri Islam, untuk kalangan penuntut ilmu, orang-orang yang zuhud. Dalam konteks ini maka tidak makruh untuk memindahkan distribusi zakat ke wilayah lain.[4]
Berkata imam Malik rahimahullah :
لا يجوز إلا أن يقع بأهل بلدٍ حاجةٌ، فينقلها الإمام إليهم على سبيل النظر والاجتهاد.
"Tidak diperbolehkan memindahkan zakat kecuali jika negeri tempat tinggalnya telah terpenuhi hajatnya. Imam boleh memindahkan zakat ke tempat lain karena sebuah pertimbangan atau Ijtihad." [5]
Berkata imam Syafi'i rahimahullah :
يُكره نقلها، فإن نقلها ففي الإجزاء قولان.
"Dimakruhkan memindahkan zakat, jika dipindahkan karena sebab yang dibolehkan ada dua pendapat..." [6]
Berkata imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah :
لا يجوز نقلها إلى بلدٍ آخر تقصر فيه الصلاة
"Tidak boleh memindahkan zakat kepada negeri yang lain sejauh jarak bolehnya mengqashar shalat..."[7]
Pendapat ini didasarkan kepada hadits :
صَدَقَةٌ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ ، فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ
"Shadaqah (Zakat) itu diambilkan dari orang-orang yang kaya, kemudian zakat tersebut dikembalikan (diberikan) kepada orang-orang faqir dari golongan mereka". (HR. Bukhari)
2. Pendapat yang membolehkan meski tanpa hajat
Sedangkan sebagian ulama dari kalangan Syafi’iyyah membolehkan pemindahan zakat terlebih jika ada mashlahat yang kuat. Misalnya disalurkan ke negeri yang lebih miskin atau kepada para penuntut ilmu, mujahidin dan lainnya.
Berkata Sayid al Bakri rahimahullah :
أنّ القول بالنّقل يُوجَد فى مذهب الشّافعِي ويجوزُ تقليدُه والعملُ بِمُقتضَاه
“Sesungguhnya pendapat yang menyatakan bolehnya memindah (zakat dari satu daerah ke daerah lain), terdapat dalam madzhab Syafi'i sehingga boleh bertaklid dengan pendapat ini dan melaksanakan ketetapannya." [3]
Berkata Syaikh Abdurrahman rahimahullah :
وَاخْتَارَ جَمْعٌ الْجَوَازَ كَابْنِ عُجَيْلٍ وَابْنِ الصَّلاَحِ وَغَيْرِهِمَا قَالَ أَبُوْ مَخْرَمَةَ وَهُوَ الْمُخْتَارُ إِذَا كَانَ لِنَحْوِ قَرِيْبٍ وَاخْتَارَهُ الرَّوْيَانِيّ وَنَقَلَهُ الْخَطَّابِيُّ عَنْ أَكْثَرِ الْعُلَمَاءِ وَبِهِ قَالَ ابْنُ عَتِيْقٍ فَيَجُوْزُ تَقْلِيْدُ هَؤُلاَءِ
"Ada sekelompok ulama syafi'iyyah memilih diperbolehkan pemindahan zakat, seperti pendapat Ibn ‘Ujail dan Ibn al-Shalah.
Menurut Ibn Makhramah itulah pendapat yang terpilih ketika zakat diberikan kepada semisal kerabat. Pendapat tersebut dipilih pula oleh al-Rauyani. Al Khathabi menukilnya dari mayoritas ulama, dan Ibn ‘Atiq juga berpendapat seperti itu. Maka kesimpulannya boleh mengikuti mereka ini." [4]
Pendapat ini didasarkan kepada keumuman ayat Allah ta'la :
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ ...
“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk para fakir, miskin ….” (QS. At Taubah : 60)
Kesimpulan
Mayoritas ulama memakruhkan memindahkan zakat bila tanpa adanya udzur, sedangkan sebagian ulama membolehkan.
Jika karena adanya suatu udzur atau tujuan tertentu seperti disalurkan kepada kerabat, atau orang shalih, penuntut ilmu, atau pihak yang sangat membutuhkan, maka mayoritas ulama tidak memakruhkan.
Wallahu a’lam.
__________
[1] Al Ikhtiyarat al fiqhiyyah 99
[2] Fiqh al Islami wa Adillatuhu (2/892).
[3] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwatiyyah (23/331), Fiqh ‘ala Mazhab al ‘Arba’ah (1/563)
[4] Fath al Qadir (2/28)
[5] Hasyiah Ibnu Abidin (2/375)
[6] Syarah ash Shagir (1/235)
[7] Nihayatul Muhtaj (6/167)
[8] Kasyful Qina (5/95)
[9] I'anah Thalibin hal. 187
[10] Bughyatul Musytarsyidin hal. 105
Sumber FB Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq