Tafsir Al-Mawardi
Ketika sibuk membolak balik kitab dari satu tafsir ke tafsir yang lain, secara tidak sengaja saya ketemu kitab tafsir ini : (النكت والعيون)
Al-Mawardi (w. 450 H) rasanya memang tidak sepopuler Ibnu Katsir atau Qurtubi dalam urusan tafsir. Beliau selama ini lebih kita kenal sebagai salah satu dari fuqaha Mazhab Syafi'i dengan dua kitab populer : Al-Ahkam As-Sulthaniyah dan Al-Hawi Al-Kabir.
Namun pas baca An-Nukat wal Uyun ini, saya tiba-tiba saja kagum. Wah kitab tafsir inilah yang saya cari-cari. Komentar saya simpel : lengkap tapi ringkas.
1. Lengkap
Lengkap itu maksudnya selalu menyebutkan khilafiyah di antara para mufassir. Asal tahu aja, belajar tafsir itu mirip belajar fiqih, pasti dan selalu ada khilafiyahnya.
Bedanya kalau di fiqih, perbedaan pendapat itu berdasarkan empat Mazhab, maka dalam tafsir perbedaan itu di antara para mufassir.
Al-Mawardi biasanya memulai penjelasan perbedaan penafsiran dari level tertinggi, yaitu antara Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud dulu.
Keduanya adalah guru besar ilmu tafsir milik umat Islam dari level shahabat. Setelah itu khilafiyah di antara para tabi'in dan tabiut-tabiin.
2. Ringkas
Pendapat masing-masing ahli tafsir itu disampaikan dengan cukup ringkas oleh Al-Mawardi, tanpa harus bertele-tele.
Keuntungannya, meski kita bacanya hanya sekilas, tapi kita langsung dapatkan pointnya, tanpa harus tenggelam di pusaran arus gelombang pasang jutaan informasi yang merimba.
Pokoknya beda style kalau dibandingkan kitab Tafsir Mafatihul Ghaibi-nya Ar-Razy. Ibaratnya kita berlayar pakai perahu layar melintasi Samudera Pasifik. Tersesat di tengah lautan ilmu.
Tafsir An-Nukat wal Uyun ini ibarat ringkasan yang sudah sistematis, jadi mudah dihafalkan dan diingat. Saya punya versi terbitan DKI, yang secara lay-out nampak lebih sistematis.
* * *
Ada seorang teman pas silaturrahmi ke rumah sempat bertanya : Ngomong-ngomong kitab sebanyak ini, sempat dibuka dan dibaca? Atau hanya buat pajangan saja?
Saya jujur menjawab, awalnya memang buat pajangan, tapi ketika saya ngajar dan harus bikin makalah yang butuh rujukan, alhamdulillah jadi tiap hari saya pelototin juga.
Soalnya ngisi kajiannya kan tiap hari. Bikin tulisannya pun otomatis kudu tiap hari. Maka buka kitabnya mau tidak mau kudu tiap hari juga.
Kebetulan saya ketemu resepnya tanpa sengaja. Kalau mau rajin baca kitab, pastikan tiap hari produktif menulis. Biasakan ngajar pakai makalah hasil tulisan sendiri. Jangan biarkan jamaah cuma jiping alias ngaji nguping.
Ide ini terinspirasi dari gaya dosen Al-Azhar Mesir. Mereka kalau ngajar tidak bawa kitab turots,tapi pakai kitab yang mereka tulis sendiri. Biasanya disebut dengan istilah 'muqorror' oleh mahasiswa Azhar.
Nah, jamaah pengajian kita pun bisa juga kita Azhar-kan, kasih mereka muqorror dari apa yang kita tulis. Tentu kita perlu rujukan kitab untuk menuliskan muqorror itu.
Itulah waktunya kita baca kitab. Dan apa yang kita baca itulah yang kita tulis.
Mekaten atur kulo . . .
Sumber FB Ustadz Ahmad Sarwat