SYAIKH ALI JUM'AH MENJAWAB DAKWAH KAUM SALAFI
Sarinyala.id
Prof DR Syaikh Asy-Syaikh Al-Alim Al-Allamah Abu Jundah Nuruddin Ali bin Jum’ah bin Muhammad bin Abdul Wahhab bin Salim bin Abdullah bin Sulaiman Asy-Syafi'i Al-Asy'ari atau Syaikh Ali Jum'ah adalah ulama besar kontemporer madzhab Syafi'i, pernah menjadi Grand Mufti Republik Arab Mesir (periode 2003 - 2013 M), anggota Majma’ Al-Buhuts Al-Islamiyyah mulai tahun 2004 hingga sekarang, anggota Majma’ Al-Fiqih dalam mu’tamar Islam di Jeddah, Guru Besar Ushul Fiqih kuliah Dirasat Islamiyyah wal Arabiyyah lil Banin Universitas Al-Azhar, anggota Muktamar Fiqih Islam di India dan Sekjen Haiah Kibar Ulama (Dewan Ulama Senior Al-Azhar).
Mufti Agung Mesir Prof Dr Ali Jum'ah menilai, saat ini banyak orang yg di benaknya telah tertanam nama² tokoh, yg sama sekali tidak ada hubungannya dgn ilmu. Para tokoh itu, telah memberi pengaruh besar terhadap keteladanan dan kecintaan ummat, kalau mereka telah terbujuk oleh kepiawaian tokoh² tsb dalam orasi dakwah dan berceramah. Mereka mengira, kemampuan itu merupakan bukti keilmuan tokoh tsb.
Keadaan ini, telah disampaikan para ulama terdahulu. Misalnya Ibnu Mas'ud Radhiyallahu Anhu (wafat 650 M di Jannatul Baqi' Madinah) yg telah mengatakan bahwa : "Sesungguhnya kalian sekarang berada di masa yg banyak orang alimnya, tetapi sedikit kesal ceramahnya. Dan akan datang nanti suatu masa dimana sedikit orang alimnya, banyak tukang ceramahnya."
Imam Ibnu Al-Jauziyah rahimahullah berkata : "Pada masa dahulu, penceramah itu adalah orang yg Alim dan pandai fiqih. Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhu (wafat 693 M di Makkah) pernah menghadiri majelis Ubaid bin Umair bin Qatadah Al-Jundri, dan Umar bin Abdul Aziz Rahimahullah (5 Februari 720 M / 20 Rajab 101 H usia 37 tahun di Aleppo Suriah) juga pernah menghadiri Majelis Al-Qash. Setelah itu sama majelis² tersebut diisi oleh orang² bodoh, sehingga membuat orang alim semakin jarang datang ke sana. Mereka punya orang² pilihan yg banyak digemari oleh kalangan awam dan para perempuan. Mereka akhirnya tidak belajar ilmu agama, tetapi justru mendengarkan kisah² atau kelakar² yg dapat membuat orang bodoh menjadi takjub."
Syekh Ali Juma'h mengatakan bahwa, tipikal penceramah ini hanya memiliki bekal secuil untuk berdakwah. Akan tetapi, yg menjadi masalah, mereka mengaku² memiliki ilmu pengetahuan agama, khususnya ilmu hadits, lalu mereka berani mengeluarkan fatwa dan mengajarkan ilmu tsb kepada orang². Akibatnya, tersebarlah fitnah di tengah masyarakat, sehingga menjauhkan mereka dari kebenaran dan Manhaj yg lurus.
Maka, sungguh benar apa yg pernah dikatakan oleh Al-Imam Asy-Syekh Syamsuddin Muhammad bin Qaimaz At-Turkumani Al-Fariqi Ad-Dimasyqi Asy-Syafi'i Adz-Dzahabi atau Imam Adz-Dzahabi rahimahullah (5 Oktober 1274 M - 3 Februari 1348 M, Damaskus, Suriah) yg ditunjukkan kepada merekan itu. Beliau berkata : "Ada suatu kaum yg kelihatannya secara lahir cenderung ke ilmu, namun kenyataan mereka tidak mampu mematangkan ilmu itu, kecuali sedikit sekali. Mereka mengira diri mereka adalah orang² berilmu dan mulia."
Akan tetapi tidak pernah terbersit dalam benak mereka bahwa mereka bisa menggunakannya untuk mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Hal ini karena, mereka tidak pernah melihat satu pun guru yg bisa diteladani keilmuannya, sehingga membuat mereka seperti nyamuk² kecil yg tidak ada nilainya.
Tujuan orang belajar dari mereka adalah demi mendapatkan buku berharga yg bisa ia simpan dan rujuk sewaktu². Ironisnya, mereka malah mengubah isi buku itu, dan tidak mau mengakuinya. Untuk itu kami mohon keselamatan dan pengampunan kepada Allah subhanahu wa ta'ala.
Imam Abu Bakar Ahmad bin Ali bin Tsabit bin Ahmad bin Mahdi Asy-Syafi'i Al-Asy'ari atau Imam Al-Khatib Al-Baghdadi rahimahullah (10 Mei 1002 M - 5 September 1071 M, Baghdad, Irak) juga pernah berkata mengenai orang² yg mempunyai sifat seperti mereka, "Aku telah melihat beberapa orang dari penduduk zaman ini yg menisbatkan diri kepada ilmu hadits, dan menganggap diri mereka termasuk ahli yg berspesialisasi di bidang tsb, baik dari segi 'sima' (mendengarkan hadits dari rawi lain) ataupun 'naql' (pemindahannya ke orang lain). Akan tetapi pada kenyataannya mereka justru terpental jauh dari pada apa mereka anggap, dan memiliki pengetahuan yang lebih sedikit dari apa yang telah mereka nisbatkan," katanya.
Selain itu kata Syekh Ali, salah satu dari mereka berpendapat apabila mereka berhasil mengarang beberapa juz dalam jumlah sedikit tentang hadist dan aktif dgn kegiatan 'sima' dalam jangka waktu yg pendek, maka ia sudah bisa dikatakan sbg ahli hadits secara mutlak. Padahal, ia sama sekali tidak pernah berusaha dan mencapekan diri untuk mencari hadits dan ia juga tidak pernah mendapatkan kesulitan dalam menghafal jenis maupun bab hadits.
Bahkan, dgn karangan buku mereka yg masih sedikit, dan ketidaktahuan mereka dalam ilmu hadits, mereka telah bersikap sombong, terlihat paling pintar dan paling ujub. Mereka tidak menjaga penghormatan kepada guru dan tidak memberikan tugas kepada muridnya.
Syaikh Ali Jum'ah berkata : "Mereka berani berdusta mengenai rawi² hadits dan bertindak keras kepada murid² mereka. Akibatnya, mereka bertentangan dgn ajaran ilmu yg mereka dengarkan, dan berlawanan dgn kewajiban yg seharusnya mereka lakukan".
Beliau melanjutkan, ketidakjelasan perbedaan antara ulama dgn non ulama di benak banyak orang, telah menyebabkan munculnya orang² yg sebenarnya tidak punya spesialisasi ilmu tertentu. Lebih gawat lagi, mereka dgn berani masuk ke ranah fatwa, dan berusaha memberikan pendapat pendapat mereka dalam berbagai permasalahan fiqih perbandingan mazhab fiqih. Akibatnya, terjadilah praktek mendahulukan usaha sebelum sadar, mendahulukan pekerjaan sebelum pengetahuan. Dan memindahkan ilmu agama tidak melalui jalur yg benar.
Muktamar Ulama AhlusSunnah Wal Jamaah sedunia yang digelar di Chechnya tahun 2019 lalu, menolak dan mengeluarkan sekte Wahabi Salafi bentukan Saudi Arabia dari AhlusSunnah Wal Jamaah. Kenapa ini terjadi ?
Muktamar akbar itu dihadiri ulama² besar Ahlus Sunnah Wal Jama'ah diantaranya, Syaikh Al-Azhar, DR. Ahmad Thayyib, Ulama Yaman Habib Umar Bin Hafidz, Mufti Mesir Syaikh Syauqi Alam, Habib Ali Al Jufri, Syaikh Usamah al-Azhari, Mantan Mufti Mesir, Syaikh Ali Jumah dan lebih dari 200-an ulama Ahlus Sunnah Wal Jama'ah sedunia.
Salah satu kutipan dari 11 rekomendasi yg dikeluarkan muktamar tsb menyebutkan bahwa muslim Ahlus Sunnah Wal Jama'ah adalah madzhab Asyairah dan Maturidiyyah dan mengeluarkan sekte Wahabi dari kelompok Islam Sunni.
Shaikh Al-Azhar menyebut kelompok Takfiri Wahabi telah menyebarkan berbagai penyakit dan cacat moral serta kebebasan yg kacau dalam menguasai Timur Tengah. Kelompok² Takfiri melakukan tindakan tercela yg tidak ada kaitannya dgn AhlusSunnah Wal Jamaah.
Wahabi menisbatkan dirinya kepada sunnah untuk menyebarkan kedengkian dan kebencian. Dalam pandangan Seikhul Azhar, ucapan pengafiran oleh Wahabi, menjadi sebab utama pertumpahan darah dan saling bunuh antar sesama kaum muslim dgn dalih berjihad melawan orang² kafir.
Prof Dr Syaikh atau Syaikh Ali-Jumah hafidlahullah dalam bukunya "Menjawab Dakwah Kaum Salafi" mengatakan, bahwa Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah (wafat 855 M di Baghdad Irak) berkata : "Manusia lebih membutuhkan ilmu pengetahuan daripada makanan dan minuman, karena makanan dan minuman hanya dibutuhkan dua kali atau tiga kali sehari, sedangkan ilmu pengetahuan dibutuhkan setiap waktu."
Prof Ali Jumah mengatakan : di antara problematika "Manhaj" terpenting yg digulirkan kalangan kaum yg keras dan kaku itu, adalah berdakwah tanpa persiapan, dan pencampuran adukan antara ceramah agama dgn ilmu agama. Mereka menggunakan majelis ceramah agama sbg panggung fatwa, sehingga menyebabkan kebodohan merajalela, dan kaum muslimin semakin terpecah belah titik, lantas pertanyaannya, Apakah benar ulama telah berkurang sehingga kebodohan meruyak dimana² !
Prof Dr. Ali Jum’ah menjelaskan : “Di antara keburukan yg menggerogoti kaum ekstrem itu adalah memperluas pemahaman bid’ah, sehingga mereka mengklaim adat istiadat maupun tradisi yg dilakukan kaum muslimin sbg bid’ah dan sesat. Hal ini dikarenakan mereka menganggap segala sesuatu yg tidak pernah dikerjakan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam adalah bid’ah. Maka tidak boleh dikerjakan, implikasinya ketika mereka melihat ada orang menengadahkan tangannya saat berdoa, maka mereka akan menghardiknya dan mengatakan perbuatan itu bid’ah. Alasannya, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam tidak pernah melakukan hal seperti itu. Begitu pula, ketika ada yg mengajak mereka bersalaman sehabis shalat, maka mereka akan memberitahu bahwa perbuatan itu tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Dan masih banyak contoh lainnya. Pertanyaannya, apakah benar perbuatan yg ditinggalkan (atau tidak dilakukan) Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, itu termasuk bid’ah dan sesat ?
Prof Dr. Ali Jum’ah, Mufti Agung Mesir, dalam kitab Al-Mutasyaddidun Manhajuhum wa Munaqqasyatu Ahammi Qadhaayaahum mengatakan bahwa :
Para ulama di seantero dunia, baik salaf ataupun khalaf, semuanya sepakat bahwa AT-TARKU (apa yang ditinggalkan) bukanlah salah satu metode yg bisa digunakan secara terpisah dalam perumusan hukum (istidlal). Tetapi, metode yg bisa digunakan untuk menetapkan hukum syar’i, baik wajib, sunnah, mubah atau makruh itu adalah datang dari nash Al-Qur’an, Sunnah, ijma’ dan qiyas.
At-Tarku, pada dasarnya tidak menunjukan hukum syar’i. ini sudah menjadi kesepakatan para ulama. Ada banyak dalil yg menunjukan bahwa para sahabat tidak memahami di dalam tarku-nya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, terdapat keharaman, bahkan sampai kemakruhan pun tidak. Inilah pemahaman para ulama sepanjang masa.
Kita mengambil dalil dari pemahaman sahabat mengenai dibolehkannya membuat doa atau shalat baru di waktu yg tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Kami juga mengambil dalil bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam tidak mengingkari metode dan cara yg ditempuh sebagian sahabatnya (ketika beliau masih hidup, seperti amalan sholat ba'dal wudhu atau Syukrul wudhu oleh sahabat Bilal bin Abi Rabbah radliyallahu anhu wafat 2 Maret 640 M, Damaskus, Suriah), bahkan tidak melarang mereka untuk melakukannya di masa² mendatang.
Dengan adanya fenomena kelompok Wahabi tsb, Apakah memang sudah dekat kabar yg pernah disampaikan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dalam sabdanya yg artinya :
"Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta'ala tidak akan mencabut ilmu dari hamba²-Nya sekaligus, tetapi dia akan mencabut ilmu dgn mematikan para ulama. Sehingga ketika Allah subhanahu wa ta'ala menyisakan seorang Alim pun orang² akan mengangkat pemimpin² yg bodoh. Apabila para pemimpin itu ditanya, kemudian mereka akan berfatwa tanpa ilmu, karena sehingga mereka sesaat sesaat dan menyesatkan. (HR. Imam Bukhari rahimahullah wafat 870 M di Bukhara Uzbekistan dan Imam Muslim rahimahullah wafat 875 M di Naisabur Iran).
Wallahu A'lam. Semoga bermanfaat !!
Written from various sources by Al-Faqir Ahmad Zaini Alawi Khodim JAMA'AH SARINYALA Kabupaten Gresik
WEBSITE
https://www.sarinyala.id/
Facebook Jama'ah Sarinyala https://www.facebook.com/groups/1811379799080690/?ref=share
https://www.facebook.com/sarinyala.id/
YOUTUBE MAJELIS NGAJI SARINYALA https://youtube.com/c/MAJELISNGAJISARINYALA
Twitter @hazanafa @Sarinyala_id
Instagram : ahmadzainialawi
Sumber FB : Sarinyala.id