TAHDZIR-MENTAHDZIR
Tahdzir, maksudnya memperingatkan umat dari penyimpangan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok tertentu. Dalam makna ini, berarti tahdzir termasuk bagian dari nahi mungkar (mengingkari suatu perkara yang mungkar). Secara global hukumnya masyru’ (disyariatkan) asal sesuai dengan aturan serta dhawabith (rambu-rambu) yang telah digariskan syariat. Yang menjadi masalah, tatkala penerapan tahdzir dilakukan secara serampangan atas dasar kebodohan atau sentimen golongan.
Pada akhirnya,....
Tahdzir hanya dijadikan kendaraan untuk menyesatkan orang lain yang tidak seafiliasi. Sebab, pentahdzir mengklaim dirinya dan kelompoknya merupakan satu-satunya firqah najiyah (golongan selamat) yang akan masuk Surga, sementara seluruh umat Islam di luar mereka adalah firqah dhallah (kelompok sesat). Bahkan tidak hanya sampai di situ, mereka juga menyesatkan jumhur (mayoritas) ulama dunia dari masa-masa yang jumlahnya ratusan bahkan ribuan.
Lalu, untuk membenarkan perbuatannya, mereka berdalih dengan hadis iftiraqul ummah (perpecahan umat). Menurut (klaim) mereka, satu golongan yang selamat itu hanya mereka, selain mereka, masuk 72 golongan yang sesat yang akan masuk Neraka. Merasa tidak cukup, mereka juga berdalih dengan kisah Ka’ab bin Malik dan dua orang temannya yang diboikot oleh nabi saw dan para sahabat yang lain karena absen dari perang Tabuk. Wallahul musta’an.
Tahdzir hanya dijadikan alat untuk menyesatkan siapapun yang berbeda pendapat meski dalam masalah khilafiyyah ijtihadiyyah mu’tabarah. Bagi pentahdzir, hanya ada putih atau hitam. Sependapat atau sesat. Mereka tidak mengenal khilafiyyah dan adab khilaf dalam masalah ini. Andai mengakui keberadaannya, hanya sebatas di lisan. Dan faktanya, rata-rata kasus tahdzir yang terjadi jika ditelusuri secara seksama hanya didasari oleh khilaful afham (perbedaan paham terhadap nash-nash dalil), bukan khilaf dalam masalah ushul (pokok agama) atau perkara yang mujma alaihi (disepakati ulama). Yang seharusnya, dalam masalah seperti ini bisa saling menghargai karena memang ada ruang bagi para ulama untuk ijtihad.
Tahdzir itu lahir dari sebuah analisa. Yang namanya analisa itu, sifatnya dzan (praduga), bukan sesuatu yang qath’i (pasti). Jika demikian, kenapa harus dipaksakan ? Lalu kenapa pula yang tidak sepakat dengan tahdzir tersebut ikut ditahdzir juga ? Ini benar-benar sebuah kerusakan berfikir yang Allah tidak pernah menurukan keterangan tentangnya.
Telah banyak dai, ustad, ulama, masyaikh yang menjadi korban tahdzir serampangan ini. Hampir-hampir tidak ada dari mereka kecuali pernah ditahdzir, apalagi yang terkenal. Lalu, yang mentahdzir dibalas ditahdzir juga oleh pihak lain. Al-Jaza’ min Jinsil ‘amal (balasan sesuai dengan jenis perbuatan yang dilakukan). Akhirnya, murid-murid dan jamaah pengajiannya juga ikut-ikutan, bahkan lebih garang lagi. “Guru kencing berdiri, murid kencing lari.”
Sampai kapan kondisi ini akan berakhir ? Wallahu a’lam. Yang jelas, kita jangan sampai ikut-ikutan dalam lingkaran fitnah ini. Cukup sibukkan diri dengan belajar dan beramal. Itu lebih bermanfaat. Karena, “Orang yang akan berbahagia adalah orang-orang yang dijauhkan dari berbagai fitnah” (hadis nabawi). Jika merasa mampu, nasihati. Jika tidak, lebih baik jadi penonton saja. Semoga Allah memperbaiki kondisi mereka dan kita sekalian. Amin. Wa billahit taufiq.
(Abdullah Al-Jirani)
Penting ! Simak faidah seputar masalah ini di tayangan berikut :
Link (1) : https://youtu.be/gLdxhhgsSp4
Link (2) : https://youtu.be/zm4UHLcaA2Q
Jangan lupa subscribe, like, dan share ke temen-temen kalian, ya. Terima kasih dan jazakumullah khaira.
Sumber FB Ustadz : Abdullah Al Jirani