Sujud Syukur Tanpa Wudhu dan Tak Menghadap Kiblat
Pembahasan sujud syukur masalah boleh tanpa takbiratul ihram dan tanpa salam, serta aurat hanya saw'atain (qubul dubur) sudah di bahas Gurunda al-Jomblowi Noor Medani زوجه الله زوجة صالحة
Sekarang masalah wudhunya dan menghadap kiblat.
1. Masalah wudhu ada perbedaan pendapat. Sebagian Malikiyah juga berpendapat tidak disyaratkan wudhu dulu.
وَاخْتَارَ بَعْضُ الْمَالِكِيَّةِ عَدَمَ افْتِقَارِهِ إِلَى ذَلِكَ، قَال الْحَطَّابُ: لأَِنَّ سِرَّ الْمَعْنَى الَّذِي يُؤْتَى بِالسُّجُودِ لأَِجْلِهِ يَزُول لَوْ تَرَاخَى حَتَّى يَتَطَهَّرَ.
Ref : Mawsu'ah Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah
Yang di maksud Imam Al-Haththob disitu adalah dalam penulis Mawahibul Jalil (2/62), ibarot diatas ada dikitab tersebut.
Untuk dalil-dalil secara panjangnya bisa di baca dalam Mawsu'ah Ahkam at-Thaharah, ada disebutkan sampai 5 dalil.
2. Masalah menghadap kiblat. Dari referensi kitab² Malikiyah yg saya ada belum tau ada pendapat yang membolehkan sujud syukur tidak menghadap kiblat.
Ada satu qoul salaf yang banyak di kutip ulama' tentang bolehnya sujud tilawah (dan syukur) tanpa menghadap kiblat, yaitu Qoul Al- Sya'bi. Dan di referensi kitab Malikiyah yg saya ada belum menemukan ulama' madzhab ini mengutip pernyataan tersebut. Ada satu aslinya, saya lupa kitab apa, tapi di catatan kakinya. Berarti bukan dari catatan internal ulama' madzhab Maliki.
o0o
Jadi, kalau ikut pendapat madzhab Maliki sujud syukur bisa tanpa takbiratul ihram, nutup aurat cuman saw'atain, tanpa wudhu, dan tanpa salam. Tapi tetap menghadap kiblat. Ini satu paket, ga Talfiq.
Kalau tidak menghadap kiblat, maka terjadi Talfiq. Qoul Imam Sya'bi itu salah satunya dikutip oleh ulama' Hambali, Imam Ibnu Qudamah dalam Al Mughni.
o0o
Tapi walaupun bahas panjang lebar, apa pemain² sepakbola yang sujud syukur tau pendapat ini? Padahal,
وكل من بغير علم يعمل أعماله مردودة لا تقبل
"Orang yang beramal tanpa didasari ilmu tentangnya, maka amal tersebut ditolak ga diterima"
Akhirnya ya wallahu a'lam 😅
Kesimpulan akhir : Ayo ngaji, ilmu agama butuh di ngajeni.
Sumber FB Ustadz : M Syihabuddin Dimyathi