🌺 JIKA MUSHAF ADALAH MAKHLUK KENAPA TIDAK BOLEH DISENTUH OLEH ORANG BERHADATS (TIDAK PUNYA WUDLU)?
Pertanyaan itu seringkali muncul di tengah-tengah perdebatan Al Qur'an Kalam Allah bukan makhluk. Biarkan Sang Hujjatul Islam, Al Imam Al Ghazali menyelesaikan persoalan itu:
«الاقتصاد في الاعتقاد للغزالي» (ص72):
Didalam kitab Al Iqthishad fil I'tiqad karya Imam Al Ghazali, disebutkan:
«الاستبعاد الثاني: أن يقال كلام الله سبحانه حال في المصاحف أم لا، فإن كان حالاً فكيف حمل القديم في الحادث؟ فإن قلتم لا، فهو خلاف الإجماع، إذ احترام المصحف مجمع عليه حتى حرم على المحدث مسه وليس ذلك إلا لأن فيه كلام الله تعالى.
“Istib’ad yang kedua: Dikatakan ‘Apakah kalam Allah Subhanah itu bertempat di mushaf-mushaf atau tidak? Jika bertempat maka bagaimana membawa sesuatu yang qadim kedalam sesuatu yang baru (makhluk)? Jika kalian berkata (kalam Allah) tidak bertempat (di mushaf) maka ini menyalahi ijmak karena menghormati mushaf adalah sesuatu yang telah disepakati sampai-sampai orang berhadats haram menyentuh mushaf. Bukankah itu berarti Kalam Allah Ta’ala berada didalam mushaf?”
فنقول: كلام الله تعالى مكتوب في المصاحف محفوظ في القلوب مقروء بالألسنة، وأما الكاغد والحبر والكتابة والحروف والأصوات كلها حادثة لأنها أجسام وأعراض في أجسام فكل ذلك حادث.
Maka kami katakan “Kalam Alla Ta’ala itu ditulis di mushaf-mushaf, dihapalkan di beberapa hati dan dibaca di lisan-lisan. Adapun kertas, tinta, tulisan, huruf-huruf dan suara-suara, semuanya adalah makhluk karena sesungguhnya itu adalah jisim-jisim atau beberapa aradh* yang menempati jisim-jisim. Maka semua itu adalah makhluk.
( * aradh adalah sesuatu yang tidak bisa berdiri sendiri sehingga butuh jisim untuk ditempeli, seperti warna, rasa, dan semacamnya. Warna butuh jisim (tembok, kain, dll) untuk ditempeli, begitu pula rasa, dll)
وإن قلنا إنه مكتوب في المصحف، أعني صفة تعالى القديم، لم يلزم أن تكون ذات القديم في المصحف، كما أنا إذا قلنا النار مكتوبة في الكتاب لم يلزم منه أن تكون ذات النار حالة فيه، إذ لو حلت فيه لاحترق المصحف، ومن تكلم بالنار فلو كانت ذات النار بلسانه لاحترق لسانه، فالنار جسم حار وعليه دلالة هي الأصوات المقطعة تقطيعاً يحصل منه النون والألف والراء، فالحار المحرق ذات المدلول عليه لا نفس الدلالة، فكذلك الكلام القديم القائم بذات الله تعالى هو المدلول لا ذات الدليل والحروف أدلة وللأدلة حرمة إذ جعل الشرع لها حرمة فلذلك وجب احترام المصحف لأن فيه دلالة على صفة الله تعالى»
“Jika kami katakan sesungguhnya Kalam Allah itu ditulis di mushaf, maksud saya adalah sifat Allah Ta’ala yang qadim. Dan ini tidak melazimkan adanya dzat qadim berada didalam mushaf. Sebagaimana jika kami mengucapkan نار (NAR / api) ditulis di kitab maka hal ini tidak melazimkan adanya dzat api bertempat didalam kitab. Seandainya dzat api bertempat didalam kitab maka terbakarlah mushaf. Dan barangsiapa mengucapkan api lalu dzat api berada di mulutnya maka terbakarlah lisannya. Api adalah jisim panas yang memiliki penunjuk berupa suara yang terpotong yang dihasilkan oleh huruf NUN – ALIF – RA’. Sesuatu yang panas yang membakar adalah dzat yang ditunjukkan, bukan diri penunjuk itu. Begitupula Kalam Qadim yang ada pada Dzat Allah adalah yang ditunjukkan, bukan dzat penunjuk. Huruf-huruf adalah penunjuk, dan penunjuk memiliki kemuliaan karena syara’ telah menjadikannya memilik kemuliaan. Sehingga wajib memuliakan mushaf karena didalamnya terdapat penunjuk terhadap sifat Allah Ta’ala”
______
Jawaban Imam Al Ghazali ini sejalan dengan penjelasan Imam Bukhari yang mencontohkan Fir'aun itu ditulis di mushaf tetap diri Fir'aun tidak bertempat di mushaf. Begitupun Al Qur'an Kalam Allah ditulis di mushaf tetap diri Al Qur'an itu tidak bertempat di mushaf. Penjelasan Imam Bukhari ini pernah saya jelaskan dalam postingan yang lalu lengkap dengan teks kitab Imam Al Bukhari.
Sumber FB Ustadz : Saiful Anwar