Jihad dalam Al-Quran
Allah SWT menyebutkan di dalam Al-Quran bahwa jihad itu diumpamakan seperti bisnis perdagangan.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَىٰ تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ
Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (QS. Ash-Shaf : 10)
Perumpamaan ini memang jadi salah satu ciri gaya sastra Al-Quran. Bukan hanya jihad yang diumpamakan, tapi ada banyak tema dan subjet yang mendapatkan perumpamaan-perumpamaan dalam Al-Quran.
Kalau kita kumpulkan berbagai jenis perumpamaan yang digunakan Al-Quran, maka kita bisa membuat satu buku tersendiri. Al-Quran memang banyak sekali membuat perumpamaan-perumpamaan.
Selain berfungsi sebagai daya tarik sastra dan variasinya, perumpamaan dalam Al-Quran juga berfungsi sebagai penjelasan.
Boleh jadi kalau hanya dijelaskan secara teori, para shahabat sudah paham. Tapi akan lain ceritanya kalau diberi contoh nyata yang diambil dari kehidupan keseharian mereka. Bukan hanya paham, tapi jadi jelas sejelas-jelasnya.
* * *
Maka ketika menjelaskan janji pahala yang diberikan bagi mereka yang berjihad di jalan Allah, dibuatlah perumpamaan yang sangat realistis, khususnya bagi masyarakat Arab yang pedagang.
Jihad yang rada abstrak itu kemudian diperumpamakan sebuah bisnis perdagangan yang jadi kesibukan sehari-hari mereka.
Kalau sebelum hijrah, mereka terbiasa berdagang dalam mencari rejeki, maka di era Madinah ada perintah jihad. Itu berarti mereka jadi tidak bisa berbisnis dan berdagang lagi. Karena disibukkan dengan menjalankan perintah jihad.
Lalu turunlah ayat yang mengumpamakan jihad itu seperti bisnis dan perdagangan.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَىٰ تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ
Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (QS. Ash-Shaf : 10)
Tijarah atau bisnis perdagangan yang ditawarkan adalah jihad fi Sabilillah. Bisa kita teruskan ke ayat selanjutnya :
تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (QS. Ash-Shaf : 11)
Dengan adanya jihad yang diumpamakan dengan bisnis perdagangan, maka otak bangsa Quraisy tentu saja langsung nalar dan bekerja dengan baik sekali.
Mereka paham sekali bahwa yang namanya bisnis pasti butuh modal, tenaga, kerja keras, bahkan secara teknis harus menempuh gurun pasir tandus yang penuh resiko.
Tapi semua tantangan itu dengan mudah mereka hadapi, karena di balik perjalanan bisnis itu terbayang keuntungan yang teramat besar.
Maka jihad pun demikian juga. Harus pakai modal, tenaga dan kerja keras, bahkan secara teknis juga harus menembus gurun pasir tandus yang penuh resiko.
So, jihad dan bisnis punya banyak kesamaan ternyata. Jadi jangan ragu dan bimbang dengan jihad, toh nantinya sudah disediakan imbalan yang amat besar di akhirat.
Pertama, yang mati syahid pastinya masuk surga tanpa hisab. Itu jelas poin yang tak ternilai harganya. Kedua, imbalan di dunia pun tidak kurang menguntungkan, yaitu harta rampasan perang alias ghanimah.
***
Ngomong-ngomong ghanimah, sebenarnya jujur ini adalah anomali dari semua syariat samawi sebelumnya.
Semua nabi dan rasul memang diwajibkan berjihad dengan janji surga dan bonusnya blablabla. Tapi mana pernah mereka dihalalkan memakan harta rampasan perang?
Dalam semua syariat samawi sebelumnya, harta milik orang kafir itu najis dan haram dimakan. Jadi kalau musuh kafir itu mati, harta peninggalan mereka harus dibakar dan dimusnahkan. Tidak boleh hukumnya dan tidak halal kalau diambil dan digunakan.
Lalu untuk pertama kali dalam sejarah agama samawi, tiba-tiba Allah SWT menghalalkan harta milik orang kafir di medan jihad. Apa yang dulu najis tralala tetiba jadi halalan thayyiban.
Karuan saja para pemeluk agama Yahudi Madinah pada protes, ini apa-apaan kok dihalalkan makan harta rampasan perang?
Soalnya dalam Taurat mereka, hukumnya tetap haram. Tapi Al-Quran turun dan menghalalkannya. Pusinglah yahudi-yahudi itu, dan mulai berpikir, apa kita masuk Islam saja ya. Soalnya hukum Al-Quran kok enak-enak semua.
Namun kesombongan dan gengsi mereka selama ini mau tarok dimana? Sudah terlanjur membanggakan agama mereka. Jadi yang masuk Islam ada tapi jumlahnya tidak banyak.
***
Sementara gara-gara harta rampasan perang halal hukumnya, otomatis roda perekonomian Madinah jadi bergairah sekali. Soalnya dapat suntikan dana segarrrr sekali dari hasil sampingan jihad.
Banyak shahabat yang jadi orang kaya mendadak, jihad demi jihad mereka jalankan, kekayaan mereka semakin bertumpuk saja.
Apalagi ketika pecah perang Khaibar di tahun ke-7. Banyak shahabat yang tiba-tiba jadi milyuner bahkan trilyner. Kalau zaman sekarang mungkin disebut sultanatau crazy rich, tapi tidak flexing.
Tak terkecuali Umar bin Al-Khattab ra. Beliau mendapatkan jatah lahan subur perkebunan kurma di Khaibar. Saking banyaknya harta itu, sampai bingung mau diapakan lalu konsultasi dengan Nabi SAW. Akhirnya dijadikan wakaf.
***
Jadi jihad di masa kenabian bukan hanya sekedar diumpamakan seperti bisnis. Tapi dalam beberapa kasus, jihad itu sendiri adalah bisnis yang amat menguntungkan secara materi, bahkan melebihi keuntungan bisnis perdagangan aslinya.
Sumber FB Ustadz : Ahmad Sarwat
9 Maret 2022 pukul 06.56 ·