Jangan Suka Menghakimi !!!
Oleh : Rahmat Taufik Tambusai
Jika engkau mempelajari agama bukan untuk memperbaiki diri sendiri, maka engkau akan jatuh kepada sifat suka menghakimi dan menyalahkan orang lain, serta memusuhi sesuatu yang tidak engkau ketahui, dengan ungkapan ahli bidah, penyembah kubur, dan pelaku syirik.
Karena engkau merasa bahwa engkau sudah di level orang baik dan benar, sedangkan selain engkau salah dan sesat.
Tidakkah engkau sadar, Seandainya pun engkau sudah baik dan benar dalam mengamalkan ajaran islam berdasarkan Al Quran dan sunnah, tetap tidak ada titah dari Rasulullah bahwa engkau telah dijamin masuk langsung ke dalam surga tanpa dihisap.
Jangan sampai ulah lisan yang tak bertulang dan hati yang tak berperasaan, sehingga membuat perjuanganmu menuntut ilmu sia - sia di mata Allah.
Ilmu jika tidak diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah, maka akan digunakan untuk memata matai dan mengintip amalan orang lain, dengan tujuan mencari - cari kekurangannya.
Lalu engkau ukur dengan ilmu yang engkau peroleh, padahal ilmu yang engkau punyai tak sebanding dengan ilmu orang yang diintai dan yang dipantau.
Yang lebih berbahaya, engkau mempelajari agama dengan manhaj vonis, selain dari yang diajarkan oleh gurumu dan sejenisnya berarti salah dan sesat.
Atau mempelajari ilmu agama di komunitas yang mentradisikan doktrin dan fanatik golongan, kebenaran itu hanya satu, jika tidak dari golongan kita, maka tidak bisa diterima, karena yang lain penuh dengan syubhat dan fitnah yang menyambar - nyambar.
Jangan sampai karena kesibukan kita menghakimi orang lain di dunia ini, menyebabkan lamanya kita di hadapan penghakiman Allah di akhirat kelak.
Setiap tuduhan, vonis dan fitnah yang kita lontarkan, akan dipertanggung jawabkan satu persatu dihadapan mahkamah akhirat, dengan berhadapan orang yang kita tuduh, vonis dan fitnah, bayangkan banyaknya jumlahnya ? yang maulid nabi saja sudah ratusan juta, belum lagi yang lainnya.
Tetapi jika engkau mempelajari agama untuk memperbaiki diri sendiri, maka engkau akan semakin tawadhu, sebab engkau sadar bahwa tak ada jaminan amalanmu akan diterima, dengan demikian engkau akan lebih takut untuk menghakimi dan menyalahkan orang lain.
Dengan niat untuk memperbaiki diri sendiri, maka secara otomatis, ucapan dan perilaku kita akan menjadi contoh bagi orang lain, tanpa kita sadari, kita telah melakukan perbaikan bagi orang lain.
Melihat ke dalam diri sendiri akan lebih sering kita lakukan, dibandingkan melihat kepada orang lain.
Karena jika ingin menjadi cermin bagi orang lain, maka bersihkan dahulu cermin yang ada pada diri kita.
Pada saat bersamaan, orang lain akan menjadikan ucapan dan perbuatan kita sebagai cermin, patokan dan barometer dalam bersikap dan bertindak.
Sebab orang yang sibuk memvonis amalan orang lain, akan lupa memperbaiki diri sendiri, sedangkan orang yang menyibukkan memperbaiki diri sendiri, akan lebih peduli akan nasib saudaranya sesama muslim, karena ia tidak mau saudaranya terjerumus seperti dirinya.
Dan ia ingin apa yang dirasakannya juga dirasakan oleh saudaranya, karena didasari oleh cinta, bukan kebencian dan permusuhan.
Jika memandang saudaranya dengan cinta dan kasih sayang, maka sedikit demi sedikit kecurigaan dan sifat suuzon akan terkikis dari hati dan akal pikirannya.
Oleh sebab itu, setiap ilmu yang kita peroleh gunakan untuk mengukur diri sendiri, maka akan memberi bekas pada diri kita.
Dan jangan diukurkan kepada orang lain, jika engkau ukurkan kepada orang lain, engkau akan menjadi hakim atas amalan orang lain dan lupa untuk diri sendiri.
Dalu - dalu, Senin 6 Desember 2021
Yuk umroh 2022 yang minat hubungi kami.
Sumber FB Ustadz : Abee Syareefa
6 Desember 2021·