Nabi SAW dan Negara
Banyak kalangan menegaskan bahwa Islam itu adalah agama dan negara. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Oke lah.
Kalau dalam urusan beragama, ibadah dan syariah, pastinya kita merujuk kepada kehidupan Rasulullah SAW.
Tapi kalau dalam urusan bernegara, kemana kah kita merujuk? Negara yang mana kah yang kita jadikan rujukan?
Tentu secara logika, negara yang dipimpin oleh Rasulullah, bukan?
Oke, deal sampai disitu.
Tapi adakah yang bisa jawab dengan benar, apa bentuk negara yang dipimpin oleh Nabi SAW?
Kerajaan? Republik? Serikat? Federal? Monarki? Persemakmuran?
Yang belajar ilmu tata negara pasti tahu bahwa tak satupun bentuk negara modern saat ini yang sesuai dengan bentuk negara di masa kenabian.
Negara-negara dengan populasi muslim yang besar hari ini seperti Saudi Arabia, India, Pakistan, Turki, Mesir, atau pun Indonesia, tak satu pun yang punya bentuk negara dan pemerintahan seperti di masa Rasulullah SAW.
Bahkan masa-masa Kekhalifahan Bani Umayah jilid 1 dan 2, Bani Abbasiyah dan Bani Utsmaniyah, serta sederetan daulah kecil-kecil sepanjang 12 abad sejarah kaum muslimin, tak ada satu pun yang bentuknya seperti negara di masa Rasulullah SAW.
Oh ya, satu lagi pertanyaannya : Kalau di masa kenabian itu dianggap ada negara Islam, lantas apa nama negara itu?
Lalu jabatan yang dipegang oleh Nabi SAW apa namanya? Khalifah? Amirul Mukminin?
Toh Nabi SAW tidak pernah disebutkan nama jabatannya. Apa pernah dengar beliau disebut dengan jabatannya? Misalnya Presiden Muhammad? Atau Perdana Menteri Muhammad? Atau Raja Muhammad? Atau Kanselir Muhammad? Amirul Mukminin Muhammad? Atau Khalifah Muhammad?
Nggak pernah kan? So jadi apa dong nama jabatan beliau?
Atau nama jabatannya adalah : Rasulullah? Soalnya penduduknya kan menyapa Beliau dengan panggilan : Ya Rasulullah.
Tapi sejak kapan istilah rasul itu dianggap sebagai jabatan dalam struktur pemerintahan?
Maka para ulama fiqih dan ulama politik sampai hari ini tidak sepakat terkait profil dan sosok negara di masa kenabian itu, setidaknya pada beberapa point ini :
1. Apa nama resmi negara itu?
2. Apa bentuk negara itu?
3. Apa nama jabatan untuk pemimpin negara itu?
4. Sampai mana sajakah batas negara itu?
5. Apa bendera negara itu?
6. Berapa jumlah populasi penduduk negara itu?
Dan terakhir mungkin jadi pertanyaan paling mendasar. Berdasarkan kriteria dan syarat berdirinya suatu negara di zaman kita sekarang ini, apakah yang dipimpin oleh Nabi SAW saat itu bisa dikatakan sebuah negara?
Di titik itu, perdebatannya tidak kunjung selesai sampai Shubuh.
NOTE
Karena masalah semacam ini tidak pernah disepakati bahkan selalu jadi tema khilafiyah, wajar kalau masalah negara itu masuk dalam wilayah ijtihadiyah.
Tidak ada kaitannya dengan aqidah. Beda pandangan dalam urusan ijtihadiyah itu sangat masuk akal. Tidak ada urusan jadi kafir gara-gara beda pandangan soal-soal ijtihadiyah.
Sumber FB Ustadz : Ahmad Sarwat
Kajian· 8 September 2021 pukul 09.02 ·