KAWIN MUT'AH AJARAN SYI"AH
Luthfi Bashori
Kawin kontrak, demikianlah masyarakat umum mengistilahkan perkawinan versi Syiah ini.
Arti kontrak adalah memanfaatkan barang milik orang lain, untuk beberapa saat dengan membayar uang sesuai perjanjian, dan bukan untuk dimiliki, lamanya kontrak itu pun sesuai pejanjian.
Umumnya seseorang yang mengontrak rumah, biasanya rata-rata minimal harus menyewa selama satu tahun, dengan pembayaran perbulan dengan harga rata-rata semisal Rp 500.000,- tergantung situasi rumahnya, sedangkan untuk mengontrak mobil, umumnya dilakukan selama sehari hingga tiga hari, dengan biaya perhari rata-rata minimal Rp 300.000,- ini juga tergantung jenis mobilnya.
Bagaimana jika seorang lelaki mengontrak tubuh seorang wanita ?
Pertanyaan ini hanya bisa dijawab dengan dua jawaban:
(1). Itulah pelacuran. Barangkali rata-rata minimal untuk PSK kelas menengah ke bawah sekitar Rp 100.000,- untuk dapat dinikmati dalam waktu satu hingga dua jam.
Sedang untuk kelas atas, bisa-bisa Rp 5.000.000,- untuk waktu sehari semalam.
(2). Itulah kawin Mut`ah. Yaitu mengontrak tubuh wanita, hal ini sangat digalakkan di kalangan penganut Syiah, baik Syiah yang berada di Iraq, Iran, maupun di negara-negara lain yang sebagian penduduknya memeluk agama Syiah, termasuk di Indonesia.
Adapun untuk wanita kelas menengah ke bawah maka kawin mut`ah bisa dihargai Rp 100.000,- untuk masa kontrak satu jam atau dua jam.
Misalnya seorang lelaki menemukan wanita di jalan-jalan lantas ditawarkan kesediaannya: "Wahai saudari, maukah engkau menikah secara kontrak (mut`ah) denganku ?"
Jika wanita itu bersedia, maka tinggal menyerahkan mas kawin, setelah si wanita mengucapkan: "Aku nikahkan diriku sendiri mendapatkan dirimu dengan mas kawin Rp100.000,- untuk jangka waktu satu jam."
Kemudian si lelaki mengucapkan: "Aku terima pernikahan ini dengan mas kawin tersebut."
Nah, sekalipun tanpa wali dan saksi, maka dianggap sah-lah kawin mut`ah model begini oleh penganut Syiah itu.
Kemudian, sejak detik itu pula menurut mereka, bolehlah kedua anak manusia itu melakukan hubungan seksual di mana saja yang mereka kehendaki. Entah itu di tanah pekuburan, di semak-semak belukar, atau di bawa pulang ke kos-kosan, dan lain sebagainya.
Jika si lelaki ingin bermut`ah-ria dengan wanita-wanita terhormat dan mulia dari kalangan penganut Syiah, maka si lelaki harus mengeluarkan ongkos yang lebih mahal, demi harga kehormatan si wanita mulia itu sendiri.
Apalagi jika ingin bermut`ah-ria dengan istri orang lain, yang mana bermut`at dengan siapaun termasuk dengan istri tokoh-tokoh Syiah, hukumnya diperbolehkan dalam ajaran Syiah, dan sudah barang tentu untuk kelas ini membutuhkan biaya yang tidak murah.
Sebuah kebohongan dan pemalsuan perkataan Imam Ja`far Shadiq yang dilakukan oleh kaum Syiah, mereka beranggapan bahwa Imam Ja`far Shadiq, cucu Nabi SAW itu pernah ditanya pendapatnya oleh seseorang :
`Suatu saat aku berada di jalan Raya, lantas aku mendapati wanita cantik rupa, (dan aku berhasrat memut`ahinya), tapi aku khawatir dia sudah punya suami`.
Imam Ja`far Shadiq menjawab: "Tidak perlu kau tanyakan kekhawatiran itu. Jika si wanita bersedia (kau mut`ahi), yaa percaya sajalah kepada pengakuannya"
(Alwasyiiah fi naqdi aqaaidis syiiah, cetakan Al-Azhar Kairo, hal191 oleh Musa Rijaalullah).
Dalam kitab yang sama pada halaman 190 tertera:
Ditanyalah Imam Ja`far Shadiq tentang mut`ah, Apakah termasuk dalam aturan maksimal empat istri ?
Imam Ja`far Shadiq menjawab: "Bukan, bahkan tidak ada aturan pembatasan tujuh puluh istri dari nikah mut`ah, ketahuilah bahwa kawin mut`ah ini halal bagi kalian berapapun wanita yang kalian inginkan."
Pembaca bisa membandingkan dengan ajaran Islam yang salah satunya ditulis oleh Imam Bukhari dalam kitab hadits shahihnya berjudul: "Naha Rasulullahi `an nikaahil mut`ah (Rasulullah SAW melarang nikah mut`ah), sedang dalam kitab shahih Muslim ditulis: Babu Nikaahil Mut`ah, wa bayaanu annahu ubiihat tsumma nusikhat tsumma ibiihat tsumma nusikhat was taqarra tahriimuhu ilaa yaumil qiyaamah (Bab Nikah Mut`ah, dan Keterangan bahwasannya (Mut`ah) itu pernah dihalalkan kemudian dihapus (diharamkan), kemudian dihalakan, kemudian diharamkan, dan pengharamannya berlaku sampai hari Qiamat.
Hanya dengan membaca judul kedua kitab terpercaya di kalangan umat Islam itu, maka pembaca sudah bisa mengambil kesimpulan adanya perbedaan ajaran agama Islam dengan agama Syiah.
Barangkali umat Islam yang mayoritas hidup di dunia ini tepat dijuluki sebagai Ahlus sunnah wal jama`ah (penganut sunnah Nabi SAW bersama Jama`ah mayoritas), sedangkan Kaum Syiah ini lebih tepat dijuluki sebagai Ahluz zina wal jima`ah (penganut aliran free seks dan managemen syahwat).
Sumber FB Ustadz : Luthfi Bashori
1 Agustus 2021 pada 07.01 ·