ISLAM MENGHUKUMI SECARA LAHIRIYAH
Luthfi Bashori
Seorang muslim yang mempunyai niat baik, maka niatnya itu langsung dicatat oleh Allah sebagai suatu amalan yang diberi pahala, dan jika niat baiknya itu diamalkan, maka ia akan mendapat tambahan pahala lagi, yaitu pahala amalan tersebut, jadi ringkasnya ia mendapat pahala double.
Sebaliknya, jika ada seorang muslim, tiba-tiba dalam hatinya terbesit niatan yang kurang baik, atau berniat untuk maksiat, maka Allah akan mengampuninya selagi ia tidak merealisasikan niat jahatnya tersebut secara nyata.
Rasulullah SAW menerangkan dalam sabdanya:
“Sesungguhnya Allah mengampuni umatku terhadap hal-hal yang terbetik dalam hatinya, selagi mereka tidak mengerjakannya atau membicarakannya. Sesungguhnya Allah mengampuni umatku terhadap hal-hal yang dibisikkan oleh suara hatinya, selagi mereka tidak mengerjakannya atau membicarakannya.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Jamaah Ahli Hadits).
Tentu saja hal ini termasuk keistimewaan yang khusus diberikan oleh Allah kepada umat Nabi Muhammad SAW, karena itu dalam menerapkan hukum Syariat, maka disebutkan Al-islaamu yahkum bid dzawahir (Islam itu hanya memberlakukan hokum bagi lahiriah seseorang saja).
Jadi, ucapan dan perbuatan seseorang yang disampaikan atau dilakukan di depan publik, jika melanggar aturan Syariat secara terang-terangan, maka sah-sah saja dihukumi oleh umat Islam secara dzahir (lahiriyah), misalnya Fulan bin Fulan telah berdosa atau sesat, karena ia ikut berdoa menyekutukan Allah dalam perayaan hari besar orang-orang kafir di luar Islam.
Ucapan maupun perbuatan seseorang yang melawan Syariat seperti itu menurut aturan Syariat, maka tidak perlu ditakwil-takwili oleh umat Islam, seperti adanya ajakan Tabayun terlebih dahulu apa maksud ucapannya itu. Tapi umat Islam berhak menilai ucapan maupun perbuatan seseorang secara lahiriyah saja, dan hal ini dibenarkan oleh aturan Syariat.
Sumber FB Ustadz : Luthfi Bashori
1 Agustus 2021 pada 11.18 ·