Kalau dibilang umat Islam di negeri kita pecah dua, ada yang anti Syariah dan pro syariah, saya kok tidak terlalu yakin. Setidaknya ada banyak alasan.
Karena kalau ditunjuk hidungnya orang per orang, yang dituduh anti syariah dalam beberapa hal justru sangat bersyariah. Sebaliknya justru yang ngakunya pro syariah malah dalam beberapa hal tidak syariah.
Jadi memang agak lucu saja di mata saya.
Yang dituduh anti syariah ternyata justru menjalankan banyak sekali detail syariah. Buktinya, setiap habis berhubungan suami istri, pasti mandi janabah. Kalau haidh pasti libur. Dan melalukannya juga dengan istri sendiri, bukan istri orang lain.
Kebetulan dia mendukung NKRI dan tidak mau bikin negara baru yang belum jelas spesifikasinya. Tapi diposisikan sebagai anti syariah. Padahal baca Quranya merdu, shalatnya lengkap, melek kitab gundul dan rajin puasa Sunnah.
Ini kan lucu sekali.
Terus yang pro syariah juga macam-macam orangnya. Tapi saya yakin tidak semuanya paham syariah juga.
Tidak semuanya bisa baca Quran dengan fasih, belum tentu melek kitab kuning. Dan belum tentu juga pernah duduk di fakultas syari'ah menekuni mata kuliah fiqih jinayat.
Yang pro syariat tidak semuanya mengenal fiqih perbandingan Mazhab. Tidak semua mereka kenal langsung dengan tokoh ulama fiqih kontemporer kelas dunia.
Saya bilang tidak semua, karena tidak bisa digeneralisasi. Lagian apa yang saya sebutkan bisa salah dan keliru. Maka saya lebih suka menyederhanakan bahasa ungkapannya menjadi dua kutub, yaitu kutub pro negara NKRI dan kutub anti negara NKRI.
Tapi bisa juga lebih dipertajam lagi. Misalnya pro rezim dan anti rezim. Ini tentu lebih spesifik, ketimbang pro syariah dan anti syariah.
Sebab agak kelilipan mata saya kalau disebut pro syariah, tapi tidak pernah ikut pendidikannya, sehingga tidak melek syariah juga pada akhirnya. Tidak paham bahwa di dalam ilmu syariah itu ada khilafiyah antar ulama dan Mazhab. Bahkan sesama ulama dalam satu Mazhab pun bisa saling berbeda.
Maka ulama syariah itu ciri utamanya sangat toleran dengan berbagai perbedaan. Sikap intoleransi justru sudah lenyap sejak pertama kali mulai ngaji fiqih perbandingan Mazhab.
Dan karena sangat toleran, pastinya tidak akan terjebak sikap ekstrim dan merasa paling benar. Tidak akan menyalahkan semua orang sambil mengklaim hanya dirinya saja yang benar.
Sebagaimana mereka yang serung dituduh anti syariah, kadang malah tiap hari membahas bab-bab fiqih ibadah, muamalah bahkan hingga bab jinayah. Justru mendalami bab hukum rajam, cambuk, qishash, potong tangan dan seterusnya. Lucunya justru mereka dituduh anti syariah.
Sumber FB : Ahmad Sarwat
24 Januari 2021 pada 05.01 ·