Takwil Imam Muhammad bin Ismail Al-Bukhari 256 H
Kami telah menyebutkan sebelumnya bahwa Wahabi menolak ta'wil secara mutlak, dan mereka mengklaim bahwa setiap ta'wil adalah ta'thil (mengingkari sifat), dan mereka tidak menyadari bahwa ta'wil adalah metode yang diakui dalam memahami teks-teks syariat, sebagian salaf dan kebanyakan khalaf telah melakukan ta'wil, dan tidak seharusnya diingkari atau dianggap bid'ah. Kami telah menyebutkan ta'wil dari Sayyidina Ibn Abbas dan Imam Ahmad bin Hanbal dalam pembahasan sebelumnya.
Kami akan menyampaikan ta'wil dari Imam Muhammad bin Ismail Al-Bukhari yang wafat pada tahun 256 H, karena ta'wil tersebut telah valid dari beliau di beberapa pembahasan, yang akan kami sebutkan di antaranya:
1 - Diriwayatkan dalam kitab sahihnya pada firman Allah Ta'ala:
كُلُّ شَيۡءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجۡهَهُ
"Segala sesuatu pasti binasa kecuali wajh-Nya (Kekuasaan-Nya)."
(QS. Al-Qasas 28: Ayat 88)
Dia berkata:
إِلَّا ملکه، ويقال: إلا ما أريد به وجه الله، وقال مجاهد: الأنباء الحجج
"Kecuali kekuasaan-Nya" dan dikatakan: "Kecuali amalan yang ikhlas karena Allah," dan Mujahid berkata: "al-Anba'u adalah hujjah-hujjah."
Jika mengikuti manhaj Wahabi, maka Imam Bukhari dia dianggap sebagai Mu'atthil Jahmi karena menakwikan wajah dengan Kekuasaan/kerajaan, dan Imam Bukhari tidak mengatakan: wajah hakiki sebagaimana yang dikatakan Wahhabi.
Apa sikap mereka terhadap Syaikhul Muhadditsin, Imam Bukhari, ketika menakwilkan wajah yang disebutkan dalam ayat tersebut dengan Kekuasaan/kerajaan?!
Bagi siapa yang merenungkan tanggapan mereka tentang penakwilan ini akan menemukan bahwa sebagian dari Wahhabi mengatakan: Bukhari berijtihad dan salah dalam hal ini, dan sebagian lainnya berani mendustakannya, padahal itu ada dalam semua nuskhah sahih Bukhari.
Ketika Al-Albani ditanya tentang takwil ini, dia langsung membantahnya meskipun itu ada dalam semua nuskhah Sahih Bukhari, lalu dia berkata:
[هذا ما يقوله مسلم مؤمن ... وهو عين التعطيل]
موسوعة الألباني في العقيدة (٣٢٦/٦).
"Ini (takwil Imam Bukhari) tidak sepantasnya dikatakan oleh seorang Muslim yang beriman... Dan itu adalah bentuk dari ta'thil (mengingkari sifat Allah)".
Dan apa yang dikatakan al-Albani itu tiada lain hanya karena takwil dari Imam Bukhari ini membatalkan akidah tajsim-nya, dan menegaskan kebenaran takwil di kalangan para ulama Asy'ariyah.
Dan harus diketahui bahwa takwil ini tidak hanya berasal dari Imam Bukhari; tetapi juga berasal dari Syaikh al-mufassirin, Ibn Jarir al-Thabari yang wafat pada tahun 310 H dalam menakwilkan wajah, dia berkata:
[واختلف في معنى قوله: ﴿إِلا وَجْهَهُ﴾ فقال بعضهم: معناه: كلّ شيء هالك إلا هو.
وقال آخرون: معنى ذلك: إلا ما أريد به وجهه، واستشهدوا لتأويلهم ذلك كذلك بقول الشاعر: أَسْتَغْفِرُ اللهَ ذَنْبًا لَسْتُ مُحْصِيهُ ... رَبُّ العِبادِ إلَيْهِ الوَجْهُ والعَمَلُ]
تفسیر ابن جريره / آخر سورة القصص (٦٤٣/١٩).
"Telah terjadi perbedaan pendapat tentang makna firman-Nya:
﴿إِلَّا وَجْهَهُ﴾.
Sebagian mereka berkata: Artinya: Segala sesuatu akan binasa kecuali Dia (Allah).
Dan yang lain berkata: Artinya adalah: kecuali apa yang ditujukan dengan ikhlas kepada-Nya, dan mereka mendukung penakwilan mereka dengan ucapan penyair:
Aku memohon ampun kepada Allah atas dosa yang tidak dapat aku hitung... Tuhan para hamba, kepada-Nya segala niat dan amal".
Imam Al-Baghawi yang wafat pada tahun 516 H berkata tentang firman Allah Ta'ala:
[كُلُّ شَيۡءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجۡهَهُ أي: إلا هو، وقيل إلا ملكه، قال أبو العالية: إلا ما أريد به وجهه ]
معالم التنزيل، للإمام البغوي (٤/ ٣٦٤) طبعة دار الفكر, سنة ١٤١٢هـ / ١٩٩٢م.
"Kullu syai'in halikun illa Wajhahu" yaitu: kecuali Dia (Allah), dan ada yang mengatakan kecuali kerajaan/kekuasaan-Nya. Abu al-Aliyah berkata: kecuali apa yang ditujukan dengan ikhlas kepada-Nya"
Imam Al-Qurtubi berkata:
[والصحيح أن يقال وجهه وجوده وذاته، يقال: هذا وجه الأمر ووجه الصواب، وعين الصواب]
الجامع لأحكام القرآن (۱۰۸/۱۷)
"Namun yang benar, maksud wajah-Nya adalah Keberadaan-Nya dan Dzat (Hakikat) - Nya. Dikatakan, haadzaa wajhul amri, wajhush shawaab wa 'ainush shawaab".
Jadi semua ulam ini dan banyak lainnya dianggap mu'atthilah (pengingkar sifat) menurut pandangan Ibnu Taimiyah dan Wahabi, karena mereka menakwilkan sifat-sifat Allah Ta'ala.
Selain menakwilkan al-wajh, Imam Bukhari juga menakwilkan sifat al-Dhahik (tertawa), berikut penjelasannya:
2 - Takwil al-Dhahik (tertawa) Imam Bukhari.
Telah valid Imam Bukhari menakwilkan sifat al-Dhahik (tertawa) sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Al-Khatthabi yang wafat pada tahun 388 H:
[قال أبو عبد الله معنى الضحك الرحمة، وهذا من رواية الفربري، ليس عن ابن معقل]
أعلام الحديث للخطابي (٢/ ١٣٦٧)، الناشر: جامعة أم القرى مركز البحوث العلمية وإحياء التراث الإسلامي، الطبعة الأولى ١٤٠٩هـ / ١٩٨٨م.
"Abu Abdullah (yaitu Imam al-Bukhari) berkata: makna al-dhahik (tertawa) adalah rahmat, dan ini dari riwayat Al-Farabriy, bukan dari Ibn Ma'qil."
Imam Al-Baihaqi yang wafat pada tahun 458 H berkata:
[وأما الضحك المذكور في الخبر فقد روى الفربري عن محمد بن إسماعيل البخاري رحمه الله أنه قال: معنى الضحك فيه: الرحمة]
الأسماء والصفات (۷۲/۲)، فتح الباري لابن حجر (۸) ٦٣٢)
"Adapun al-Dhahak (tertawa) yang disebutkan dalam khabar tersebut, Al-Farabriy meriwayatkan dari Muhammad bin Ismail Al-Bukhari rahimahullah bahwa dia berkata: Makna al-Dhahik (tertawa) dalam hal ini adalah: rahmat".
Apakah Imam Al-Bukhari seorang Jahmi yang mengingkari sifat al-Dhahik? Ya, Imam Al-Bukhari adalah Jahmi menurut manhaj Wahabi; karena dalam pandangan mereka, Imam Al-Bukhari telah mengingkari sifat-sifat Allah Ta'ala dan menafikannya?!
Kemudian, berikut adalah takwil ketiga dari Imam Bukhari rahimahullah.
3 - Imam Bukhari menyebutkan takwil al-kanf (Naungan) dari Ibnul Mubarak dalam hadis:
[يَدْنُو مِنْ رَبِّهِ حَتَّى يَضَعَ عَلَيْهِ كَنَفَهُ
قال الإمام البخاري: قَالَ ابْنُ المُبَارَكِ كَنَفَهُ : يَعْنِي سِتْرَهُ]
خلق أفعال العباد للإمام البخاري (ص ۷۸)، الناشر: دار المعارف السعودية، الرياض
"Imam Bukhari berkata: Ibnul Mubarak berkata: "Naungan-Nya" yang berarti "Merahasiakannya".
Dan penakwilan ini dari Imam al-Bukhari adalah penegasan penerimaan terhadap takwil, maka perhatikan bahwa penakwilan ini dan lainnya telah diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, agar kamu tahu bahwa Ibn Taimiyyah telah menciptakan mazhab baru yang tidak pernah diucapkan oleh siapa pun sebelumnya kecuali oleh para mujassimah yang dihidupkan kembali oleh Ibn Taimiyyah, kemudian oleh Muhammad bin Abdul Wahhab, mereka mengingkari takwil yang sesuai dengan kaidah-kaidah syariah dan ushul, dan mereka mengira bahwa takwil adalah tercela di kalangan salaf.
Dan seandainya Wahhabi mengetahui bahwa takwil yang tercela di kalangan salaf adalah takwil dari orang-orang yang mendustakan atsar seperti kaum Mu'tazilah ketika mereka mendustakan hadis-hadis yang sahih, adapun para imam Asy'ariyah tidak demikian; mereka menetaphkan nash-nash, dan menyerahkan maknanya (tafwidh) kepada Allah Ta'ala, atau menakwilkannya dengan yang sesuai dengan kaidah-kaidah syariah dan Ushul, dan inilah yang telah dilakukan oleh salaf dari generasi ke generasi, hingga sampai kepada kita.
Ketahuilah bahwa perguruan-perguruan ilmiah besar di seluruh dunia selama lebih dari seribu tahun berdiri di atas metode para ulama Asy'ariyah dan Maturidiyah, di negeri Arab dan non-Arab. Hingga datanglah Ibnu Taimiyah dan Wahhabiyah, mereka menjadi sumber kerusakan zaman.
Semoga Allah membimbing kita semua ke jalan yang lurus, menjadikan kita termasuk orang-orang yang inshaf & adil.
Wallahu a'lam
Sumber FB : Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Riau: Aqidah Asy'ariyyah wal Maturidiyyah