Salaf Yang Di Maksud Oleh Ibnu Taimiyyah dan Pengikutnya

SALAF YANG DI MAKSUD OLEH IBNU TAIMIYYAH & PENGIKUTNYA

SALAF YANG DI MAKSUD OLEH IBNU TAIMIYYAH & PENGIKUTNYA KAUM WAHHABIYYAH MUJASSIMAH MUSYABBIHAH

Agar diketahui bahwa yang dimaksud salaf oleh Ahmad ibn Taimiyah Harrani bukanlah salaf shalih, dan bahwa ketika ia menyebutkan istilah "salafus shalih" didalam kitabnya, maka yang ia maksud adalah kelompoknya dari kaum mujassimah yang mendahuluinya.

Kami akan menunjukkan siapa mereka dan siapa yang ada di belakang mereka.

1. Abu al-Izz Ibn Kadisy Ahmad Ibn Ubaidillah, dia seorang pendusta berakidah Hasyawiyyah Mujassimah yang menyesatkan

قال عنه الحافظ ابن عساكر(قال لي أبو العز ابن كادش، وسمع رجلا وضع في حق علي حديثا : وضعت أنا في حق أبي بكر حديثا، بالله أليس فعلت جيدا ؟) 

Al-Hafidz Ibnu Asakir mengatakan tentangnya: "Abu Al-Izz Ibnu Kadisy berkata kepadaku, dan dia mendengar seseorang memalsukan sebuah hadis tentang keutamaan Ali: lalu Aku memalsukan sebuah hadis tentang keutamaan Abu Bakar, demi Allah, bukankah perbuatanku ini baik?

ويقول الذهبي في سير أعلام النبلاء 19/559 معلقا على ذلك (قلت : هذا يدل على جهله، يفتخر بالكذب على رسول الله صلى الله عليه وسلم).

Al-Hafidz Adz- Dzahabi mengomentari hal tersebut dengan mengatakan: "Inilah bukti akan kebodohannya dimana dia sangat bangga berdusta atas nama Rasulullah ﷺ".

2. Abu Abdullah Ubaidillah bin Muhammad bin Battah Al-Ukbari seorang berakidah tajsim dari madzhab Hanbali dan pemalsu hadits, lahir pada tahun 304 dan wafat pada tahun 387 H, dan ia merupakan pengasas pembagian tauhid.

قال عنه الحافظ ابن حجر في لسان الميزان 4 / 113 (وقفت لابن بطة على أمر استعظمته واقشعر جلدي منه)، ثم أثبت أنه وضاع، وأنه كان يحك أسماء الأئمة من كتب الحديث ويضع اسمه مكان الحك.

Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Atsqalani mengatakan tentangnya:

"Aku perhatikan Ibnu Baththah ada satu perkara yang aku anggap itu suatu perkara besar dan membuat kulitku merinding “ kemudian Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Atsqalani menetapkan bahwa ia adalah seorang wadhdha’ (pembuat riwayat palsu), dan beliau sering melakukan penghapusan nama para imam lalu mengganti nama imam lainnya di tempat yang dihapusnya

وأورد الخطيب البغدادي حديثا في إسناده ابن بطة ثم قال (وهو موضوع بهذا الإسناد والحمل فيه على ابن بطة).

Al-Khatib al-Baghdadi mengutip sebuah hadits dalam sanadnya terdapat Ibnu Battah, lalu beliau berkata (hadits ini adalah palsu dengan sanad ini terdapat didalamnya Ibnu Battah).

3. Abu Thalib al-'Usyari pemalsu hadits

قال الذهبي (ليس بحجة)، وقال بعدما ذكر حديثا موضوعا في سنده العشاري هذا (فقبح الله من وضعه، والعتب إنما هو على محدثي بغداد كيف تركوا العشاري يروي هذه الأباطيل).

Al-Hafizd Adz-Dzahabi mengatakan tentangnya: "Tidak boleh dijadikan hujjah" dan setelah menyebutkan sebuah hadis palsu didalam perawinya terdapat al-Usyari, dia (Adz-Dzahabi) berkata: “Semoga Allah menghinakan orang yang memalsukannya, dan kesalahan ini sebenarnya ditujukan kepada para ahli hadis di Baghdad, mengapa mereka membiarkan al-'Uyshari meriwayatkan kebohongan ini".

وأورد الحافظ ابن الجوزي حديثا في إسناده العشاري وقال (هذا حديث لا يشك عاقل في وضعه).

Al-Hafidz Ibnu al-Jauzi mengutip sebuah hadits dalam sanadnya terdapat al-'Usyari, lalu beliau berkata:

"hadits ini tidak diragukan lagi oleh orang yang berakal bahwa ia palsu."

4. Al-Hussein bin Ali bin Ibrahim Al-Ahwazi

قال الذهبي في الميزان 1/512 (ألف كتابا في الصفات أتى فيه بموضوعات وفضائح وكان يحط على الأشعري، وجمع كتابا في ثلبه وقال أبو طاهر : أقرأ عليه العلم ولا أصدقه في حرف واحد. وقال الخطيب البغدادي : الأهوازي كذاب في الحديث والقراءات جميعا).

Al-Hafizd Adz-Dzahabi mengatakan tentangnya:

(Dia menulis sebuah kitab tentang sifat-sifat yang berisi hadits - hadits palsu dan kebobrokan, serta sering merendahkan al-Asy'ari. Dia juga menghimpun sebuah kitab yang berisi celaan terhadapnya. Abu Thahir berkata: "Saya belajar ilmu darinya tetapi tidak mempercayainya satu kata pun.".Dan Al-Khatib Al-Baghdadi berkata: "Al-Ahwazi adalah pendusta dalam semua hadis dan ilmu al-Qur'an."

وقال ابن عساكر في تبيين كذب المفتري (لا يستبعدن جاهل كذب الأهوازي فيما أورده من تلك الحكايات، فقد كان أكذب الناس فيما يدعي من الروايات في القراءات)

وقد أورد هذا الأهوازي في كتابه الذي سماه بغير حق البيان في عقود الإيمان جملة من الأحاديث الموضوعة منها حديث (إن الله تعالى لما أراد أن يخلق نفسه خلق الفرس فأجراها حتى عرقت ثم خلق نفسه من العرق). 

Al-Hafidz Ibn Asakir dalam kitab Tabyīn Kadzib al-Muftari mengatakan: "Tidak menutup kemungkinan bahwa al- Ahwazi yang bodoh itu berbohong dalam riwayat-riwayat yang diberitakannya, karena dialah orang yang paling banyak berbohong dalam riwayat-riwayat yang diakuinya dalam ilmu al-Qur'an.”

Al-Ahwazi ini menyebutkan dalam kitabnya yang ia beri judul tidak semestinya, yaitu "Al-Bayan fi Uqud al-Iman", sejumlah hadis yang dipalsukan, termasuk darinya hadis yang menyebutkan (Sesungguhnya ketika Allah Ta'ala ingin menciptakan diri-Nya, Dia menciptakan kuda, maka Dia membiarkannya berlari hingga berkeringat, lalu Dia menciptakan diri-Nya dari keringat tersebut). 

5. Abdul Aziz bin al-Harits at-Tamimi beraqidah Hasyawiyyah (Musyabbihah)

قال الذهبي في ترجمته في كتاب الميزان 2/624 (من رؤساء الحنابلة وأكابر البغاددة، إلا أنه آذى نفسه، ووضع حديثا أو حديثين في مسند الإمام أحمد، قال ابن زرقويه الحافظ : كتبوا عليه محضرا بما فعل ، كتب فيه الدارقطني وغيره نسأل الله العافية والسلامة).

Al-Hafizd Adz-Dzahabi dalam menuliskan biografi Abdul Aziz bin al-Harits at-Tamimi di kitab al Mizan mengatakan: "Dia salah satu pemimpin hanabilah dan merupakan tokoh besar di Baghdad, hanya saja ia merendahkan dirinya sendiri dengan memalsukan satu atau dua hadits dalam musnad al-Imam Ahmad, berkata Ibnu Zarqoyah al-Hafidz: "Para ulama menuliskan catatan untuk menentang apa yang ia perbuat, diantara yang menuliskan adalah al-Daruqutni dan lainnya, nas'alullah al-'afiyah was salamah"

6. Abu Ismâ'îl al-Anshârî al-Harawî Hanbali seorang antropomorfis (Mujassim)

Ialah orang yang mengatakan, sebagaimana yang dikutip oleh Ibn Taymiyyah yang mendukungnya dalam pendapatnya, bahwa Asy'ariyyah adalah ban#cinya Mu'tazilah. Orang ini memiliki banyak kesalahan dalam akidah.

نقل ابن تيمية كلامه في مجموع الفتاوى 8/227 ما نصه (وقال أبو إسماعيل الأنصاري : الأشعرية هم إناث مخانيث المعتزلة).

Ibn Taimiyah menyampaikan ucapan Abu Ismâ'îl al-Anshârî al-Harawî dalam kitab Majmu' al-Fatawa 8/227 sebagaimana ia tuliskan:"Dan Abu Ismail al-Anshari berkata: Kaum Asy'ariyah adalah ban#cinya Mu'tazilah."

قال الإمام تاج الدين السبكي في طبقات الشافعية الكبرى جزء 4 صحيفة 272 ما نصه:” وكان الأنصاري المشار إليه رجلاً كثير العبادة محدثًاً إلا أنه يتظاهر بالتجسيم والتشبيه وينال من أهل السنة وقد بالغ في كتابه ذم الكلام حتى ذكر أن ذبائح الأشعرية لا تحل“. 

Imam Taj al-Din al-Subki dalam kitab Thabaqat al-Syafi'iyyah al-Kubra,  4/272 mengatakan: “Anshari yang telah disebutkan tadi adalah seorang yang banyak beribadah dan ahli hadits, namun ia menampakkan keyakinan tajsim dan tasybih dan mencaci ahlussunnah. Dia  telah berlebihan di dalam kitabnya Dzamm al-kalam hingga beliau menyatakan bahwa sesembelihan Asy’ariyyah tidak halal untuk dimakan.”

وقد رماه شيخ المجسمة ابن تيمية بالاتحاد. فقد نقل السبكي في طبقات الشافعية ما نصه :” وله أيضا كتاب منازل السائرين في التصوف. وكان الشيخ تقي الدين أبو العباس ابن تيمية مع ميله إليه يضع من هذا الكتاب أعني منازل السائرين. 

قال شيخنا الذهبي وكان يرمي أبا إسماعيل بالعظائم بسبب هذا الكتاب ويقول إنه مشتمل على الاتحاد”.

Dan dia dituduh oleh Syaikh al-Mujassimah Ibn Taimiyah berkeyakinan al-Ittihad. Al-Subki menukil dalam Tabaqat Syafi'iyyah sebagai berikut:

“dia juga mempunyai kitab berjudul "Manazil al-Sairin" dalam ilmu Tasawuf. Syaikh Taqi al-Din Abu al-Abbas Ibn Taymiyyah, meskipun ia condong kepadanya, melemahkan isi dari kitab ini yang saya maksud adalah "Manazil al-Sairin" Syekh kami Al-Dzahabi berkata, “Dia (Ibnu Taimiyyah) menuduh Abu Ismail telah melakukan kesalahan besar disebabkan kitab ini dan mengatakan bahwa kitab itu berisi keyakinan al-Ittihad”

Akidah al-Ittihad adalah keyakinan ahli wahdah bahwa Allah adalah keseluruhan alam. Akidah tersebut mengeluarkan seseorang dari Islam.

7. Abu Bakar Ahmad ibn Muhammad ibn Harun al-Baghdadi, yang dikenal sebagai al-Khallal, adalah seorang bermadzhab Hanbali ahli bid'ah yang berakidah tajsim dan tasybih. Dia meyakini bahwa Allah duduk di atas Arsy dan ia menggunakan riwayat-riwayat palsu, lemah, isrqiliyyat , dan gharib dalam masalah akidah. Dia menulis sebuah kitab yang berjudul “Kitab as-Sunnah” yang di dalamnya dia menyatakan dengan sharih bahwa Allah ta'ala duduk di atas Arsy, dan dia mengatakan bahwa siapapun yang mengingkari keyakinannya tersebut, adalah seorang Jahmi, Muattil, zindiq.

8. Abu Said Utsman bin Said al-Darimi al-Sajzi adalah seorang Hanbali, antropomorfis, dan penyerupa Tuhan dengan ciptaan-Nya (musyabbihah). Beliau wafat pada tahun 282 H, meskipun ada pula yang mengatakan pada tahun 280 H. Dia berbeda dengan Abu Muhammad Abdullah bin Abdul Rahman bin Al-Fadl bin Bahram Al-Darimi Al-Tamimi Al-Samarqandi, seorang sunni, yang berakidah tanzih (mensucikan Allah), yang merupaka salah satu ulama terkemuka dan pemelihara ilmu, penulis kitab “Sunan Al-Darimi” yang wafat pada tahun 255 H. Semoga Allah merahmatinya dan memberinya surga tertinggi.

Jadi berhati-hatilah untuk tidak menyamakan Syaikh Ibnu Bahram Al-Darimi yang merupakan seorang ulama Sunni, dengan Ahli bid'ah dan antropomorfis yang bernama Abu Said Al-Darimi Al-Sajzi dari Sijistan.

يقول هذا المجسم في كتابه ص25 الرد على بشر المريسي (خلق آدم مسيسًا بيده).

وقال أيضا في ص 20 (الحي القيوم … يتحرك إذا شاء، وينزل ويرتفع إذا شاء، ويقبض ويبسط إذا شاء، ويقوم ويجلس إذا شاء، لأن امارة ما بين الحي والميت التحرك، كل حي متحرك لا محالة، وكل ميت غير متحرك لا محالة).

Mujassim ini (Utsman bin Said al-Darimi) dalam kitabnya al-Raddu ala Bisyr al-Marisi hal. 25, mengatakan: "Allah menciptakan Adam dengan sentuhan tangan-Nya".

Pada hal. 20 ia juga mengatakan:

"Al-Hayyu al-Qayyum...Dia Allah bergerak sesuai kehendak-Nya, dan Dia turun dan naik sesuai kehendak-Nya, dan Dia menggenggam dan mengulurkan [tangan-Nya] sesuka-Nya, dan berdiri serta duduk sesuka-Nya, karena yang membedakan makhluk hidup dan mati adalah gerak: setiap makhluk hidup bergerak dan setiap benda mati tidak bergerak.”

ويقول الإمام الحافظ محمد زاهد بن حسن الكوثري رحمه الله وهو يرد على كلام الدارمي المجسم (فإذا معبود هذا الخاسر يقوم ويمشي ويتحرك، ولعل هذا الاعتقاد ورثه هذا السجزي من جيرانه عباد البقر، ومن اعتقد ذلك في إله العالمين يكون كافرًا باتفاق، فياويح من يقتدي بمثله في الصلاة أو يناكحه، فماذا تكون حال من يترضى هذا الكتاب أو يوصي به أشد الوصية أو يطبعه للدعوة إلى ما فية؟ وهذا توحيدكم الذي إليه تدعون الناس).

Al-Imam Al-Hafiz Muhammad Zahid bin Hasan Al-Kautsari semoga Allah merahmatinya menanggapi perkataan Utsman bin Said al-Darimi al-Mujassim : “Jika Tuhan yang disembah orang yang merugi ini (Utsman bin Said al-Darimi al-Mujassim) berdiri, berjalan, dan bergerak, ini adalah Keimanan yang diwarisi oleh al-Sajzi ini dari para penyembah sapi. Siapa pun yang menganut keyakinan seperti itu tentang Tuhan semesta alam, maka secara kesepakatan ulama ia adalah kafir. Celakalah mereka yang mengikuti orang seperti dia dalam shalat atau menikahinya. Lalu bagaimanakah kondisi seseorang yang menyetujui kitab (al-Darimi al-Mujassim) ini, atau sangat merekomendasikannya, atau mencetaknya untuk menyerukan apa yang ada di dalam (kitab)nya? Ini adalah tauhid kalian yang kalia serukan manusia kepadanya.” 

ويقول السجزي في كتابه المذكور ص 85 (ولو قد شاء لاستقر على ظهر بعوضة فاستقلت به بقدرته ولطف ربوبيته، فكيف على عرش عظيم أكبر من السماوات والأرض، فكيف تنكر أيها النفاج أن عرشه يقلّه ..).

Utsman bin Said al-Darimi al-Sajzi al-Mujassim dalam kitabnya yang telah disebutkan di halaman 85 mengatakan: “Jika Dia Allah menghendaki untuk menetap di punggung seekor nyamuk, maka nyamuk itu akan mengangkut-Nya dengan kekuasaan-Nya dan kelembutan rububiyyah-Nya apalagi untuk menetap di atas Arsy makhluk paling besar melebihi langit dan bumi. Bagaimana mungkin kamu, hai orang-orang yang mengingkari, menolak Arsy-Nya yang mengangkut-Nya?."

قال الإمام الكوثري (هذا كلامه في الله سبحانه كأن جواز استقرار معبوده على ظهر بعوضة أمر مفروغ منه مقبول، فيستدل بذلك على جواز استقراره تعالى على العرش الذي هو أوسع من ظهر البعوضة، تعالى الله عن ذلك علوًا كبيرًا، ولا أدري أحدًا من البشر نطق بمثل هذا الهذر قبل هذا السجزي والحراني المؤتم به وأشياعهما). وابن تيمية نقل كلام سلفه أبو سعيد الدارمي في كتابه تلبيس الجهمية ص 568.

Al-Imam al-Kautsari berkata: “Pernyataannya ini tentang Allah ta'ala, tentang bisanya tuhan yang ia sembah bersemayam di atas punggung nyamuk adalah suatu perkara yang pasti tak terbantahkan dan disepakati, dengan itu ia jadikan dalil Allah bersemayam di Arsy yang lebih luas daripada punggung nyamuk. Maha Suci Allah dengan kesucian yang Agung. Aku tidak mengetahui satupun diantara manusia yang pernah mengucapkan ucapan tak berdasar (ngawur) seperti itu sebelum Utsman bin Said al-Darimi al-Sajzi al-Mujassim dan Ibnu Taimiyyah al-Harani ini, yang sedang disebutkan serta pengikut mereka berdua."

Dan Ibnu Timiah ini mengutip perkataan "Salaf" nya ini (Utsman bin Said al-Darimi al-Sajzi al-Mujassim), dalam kitabnya Talbis al-Jahmiyyah, hal. 568.

9. Abu Muhammad Al-Hasan ibn Ali ibn Khalaf Al-Barbahari, seorang antropomorfis (Mujassim) Hanbali.

Dia menunjukkan kesesatan akidah bid'ahnya pada masa kemunculan kaum Qaramitah dan penjarahan Hajar Aswad setelah mereka menumpahkan darah para jama'ah haji. Ia meyakini bahwa Allah duduk di atas Arsy dan bahwa Nabi Muhammad ﷺ duduk bersama Tuhannya di atas Asry, dan inilah yang mereka yakini tentang al-Maqam al-Mahmud. Dia juga mengatakan bahwa Allah Ta'ala memiliki rupa seorang pemuda yang tidak memiliki janggut, dengan rambut keriting dan selainnya dari berbagai sifat yang menunjukkan akidah tajsim dan tasybih... Silakan rujuk kitab "Al-Kamil fi al-Tarikh" karya Ibn al-Atsir mengenai peristiwa tahun 323 Hijriah.

10. Al-Hakari, seorang pemalsu hadits dan antropomorfis (Mujassim).

قال الحافظ في لسان الميزان (رأيت بخط بعض أصحاب الحديث أنه كان يضع الحديث بأصبهان). وقال ابن عساكر: (لم يكن موثوقا به).

Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab Lisan al-Mizan mengatakan:"Saya melihat dalam tulisan beberapa ahli hadits bahwa dia pernah memalsukan hadits di Isfahan).

Dan berkata Ibn Asakir: "Ia tidak dapat dipercaya."

11. Al-Qadhi Abu Ya'la Muhammad bin Al-Husain bin Al-Farra' Al-Hanbali, seorang antropomorfis (Mujassim), yang wafat pada tahun 458 Hijriah.

Perlu diketahui, al Qadhi Abu Ya'la Muhammad bin al-Husain bin al-Farra' al-Hanbali yang wafat pada tahun 458 H adalah berbeda dengan Imam Abu Ya'la al-Maushili, pemilik musnad yang terkenal.

قال الإمام ابن الأثير في كتابه الكامل في التاريخ 8 / 16 (وفيها أنكر العلماء على أبي يعلى بن الفراء الحنبلي ما ضمنه كتابه من صفات الله سبحانه وتعالى المشعرة بأنه يعتقد التجسيم، وحضر أبو الحسن القزويني الزاهد بجامع المنصور، وتكلم في ذلك تعالى الله عما يقول الظالمون علوا كبيرا).

Al-Imam Ibnu Atsir dalam kitabnya "Kamil fi al-Tarikh" 8 / 16 mengatakan: "Di dalamnya, para ulama mengingkari Abu Ya'la al-Farra' al-Hanbali atas apa yang termuat dalam kitabnya mengenai sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang menunjukkan bahwa ia meyakini tajsim. Abu al-Hasan al-Qazwini, seorang yang zuhud menyatakan tentang hal itu. Maha Tinggi Allah dari apa yang dikatakan oleh orang-orang yang zalim".

وفي نفس الكتاب 8 / 104 يقول ابن الأثير ما نصه عند ذكر السنة التي توفى فيها ذلك المجسم (لقد خري أبو يعلى على الحنابلة خرية لا يغسلها الماء).

Masih dalam kitab yang sama 8 / 104, Ibn al-Atsir saat menceritakan tahun dimana Al-Qadhi Abu Ya'la Muhammad bin Al-Husain bin Al-Farra' meninggal, ia mengatakan: "Sungguh, Abu Ya’la telah mengotori orang-orang Madzhab Hanbali (al Hanabilah) dengan kotoran yang tidak bisa dibersihkan dengan air lautan sekalipun". 

12. Abu Abdillah Al-Hasan ibn Hamid ibn Ali Al-Baghdadi al-Warraq wafat pada tahun 403 H.

Dia memiliki karya-karya yang mengandung kesalahan yang cuku besar, dan Imam Ibn al-Jauzi  al- Hanbali telah membahasnya dalam kitabnmnya "Daf'u Syubah al-Tasybih".

13. Abu al-Hasan Ali bin Abdillah bin Nashr al-Zaghuni al-Hanbali, seorang antropomorfis (Mujassim), wafat 527 H

Al-Zaghuni mempunyai karya berjudul “al-Idlah fi Ushuluddin” yang memuat keyakinan antropomorfisme (tajsim & tasybih), sebagaimana dijelaskan oleh al-Imam Al-Kauthari rahimahullah dalam ta'liqya terhadap kitab Ibnu al-Jauzi al-Hanbali “Daf'u Syubahi al-Tasybih".

وهؤلاء ابن حامد وابن الزغواني والقاضي أبو يعلي، قال عنهم العلامة ابن الجوزي الحنبلي في دفع شبه التشبيه ص99 فما بعدها (صنفوا كتبا شانوا بها المذهب، ورأيتهم قد نزلوا إلى مرتبة العوام، فحملوا الصفات على مقتضى الحس، فسمعوا أن الله تعالى خلق آدم على صورته فأثبتوا له صورة، ووجها زائدا على الذات، وعينين، وفما، ولهوات، وأضراسا، وأضواء لوجهه هي السبحات، ويدين، وأصابع، وكفا، وخنصرا، وإبهاما، وفخذا ، وساقين، ورجلين) وقالوا: (ما سمعنا بذكر الرأس وقالوا : يجوز أن يمس ويمس، ويدني العبد من ذاته، وقال بعضهم : ويتنفس، ثم يرضون العوام بقولهم: لا كما يعقل 

Mereka semua telah menulis kitab-kitab yang telah merusak madzhab Hanbali, bahkan dengan sebab itu aku melihat mereka telah turun ke derajat orang-orang yang sangat awam. Mereka memahami sifat-sifat Allah secara indrawi. Misalkan, mereka mendapati teks hadits: "إن الله خلق ادم على صورته" lalu mereka menetapkan adanya "Shûrah"(bentuk) bagi Allah. Kemudian mereka juga menambahkan "al-Wajh" (muka) bagi Dzat Allah, dua mata, mulut, bibir, gusi, sinar bagi wajah-Nya, dua tangan, jari-jari, telapak tangan, jari kelingking, jari jempol, dada, paha, dua betis, dua kaki, dan tentang kepala mereka berkata: "Kami tidak pernah mendengar berita bahwa Allah memiliki kepala". Mereka juga mengatakan bahwa Allah dapat menyentuh dan dapat disentuh, dan seorang hamba bisa mendekat kepada Dzat-Nya secara indrawi. Sebagian dari mereka bahkan berkata: "Dia (Allah) bernafas". Lalu --dan ini sangat disesalkan-- mereka mengelabui orang-orang awam dengan berkata: "Itu semua tidak seperti yang dibayangkan dalam akal pikiran.

وقد أخذوا بالظاهر في الأسماء والصفات فسموها تسمية مبتدعة لا دليل لهم في ذلك من النقل ولا من العقل، ولم يلتفتوا إلى النصوص الصارفة عن الظواهر إلى المعاني الواجبة لله تعالى، ولا إلى إلغاء ما يوجبه الظاهر من سمات الحدوث … ثم يتحرجون من التشبيه ، ويأنفون من إضافته إليهم، ويقولون نحن أهل السنة، وكلامهم صريح في التشبيه، وقد تبعهم خلق من العوام … ولقد كسيتم هذا المذهب شيئا قبيحا، حتى صار لا يقال عن حنبلي إلا مجسم … وقد كان أبو محمد التميمي يقول في بعض أئمتكم : لقد شان المذهب شينا قبيحا لا يغسل إلى يوم القيامة).

Dalam masalah nama-nama dan sifat-sifat Allah mereka memahaminya secara zahir (literal). Tatacara mereka dalam menetapkan dan menamakan sifat-sifat Allah sama persis dengan metode yang dipakai oleh para ahli bid'ah, sedikitpun mereka tidak memiliki dalil untuk itu, baik dari dalil naqli maupun dari dalil aqli. Mereka tidak pernah menghiraukan teks-teks yang secara jelas menyebutkan bahwa sifat-sifat tersebut tidak boleh dipahami dalam makna literalnya. Juga mereka tidak pernah mau melepaskan makna sifat-sifat tersebut dari tanda-tanda kebaharuan. Mereka mengaku sebagai orang-orang yang jauh dari keyakinan tasybih, bahkan mereka sangat marah jika akidah tasybîh tersebut disandangkan kepada mereka, mereka berkata: "Kami adalah Ahlussunnah". Sesungguhnya pernyataan mereka bahwa teks-teks mutasyābihât harus dipahami dalam makna zahir pada dasarnya adalah pemahaman tasybih. Yang sangat menyedihkan ialah bahwa mereka ini diikuti oleh orang-orang awam. Kalian telah merusak madzhab ini dengan "bungkus" yang buruk, hingga tidak disebut siapapun seorang yang bermadzhab Hanbali kecuali ia dicap sebagai Mujassim (seorang berkeyakinan sesat bahwa Allah sebagai benda). Bahkan Syekh Abu Muhammad at- Tamimi sampai berkata tentang salah seorang Imam kalian (yaitu Abu Ya'la al-Mujassim): "Dia (Abu Ya'la) telah menodai madzhab ini dengan noda yang sangat buruk, yang noda tersebut tidak akan bisa dibersihkan hingga hari kiamat".

14. Ibn Qayyim al-Jawziyyah seorang antropomorfis (Mujassim).

قال الإمام العلامة السبكي الشافعي في السيف الصقيل في الرد على ابن زفيل من ص55 فما بعدها، بعد أن نقل كلاما لابن القيم (انظر هذا الملعون كيف أقام طوائف الشافعية والمالكية والحنفية الذين هم قدوة الإسلام وهداة الأنام في صورة الملاحدة الزنادقة، المقرين على أنفسهم باتباع فرعون وهامان وأرسطو وابن سينا، المقدمين كلامهم على القرآن، 

Al-Imam al-Allamah Al-Subki dalam kitab "Al-Saif Al-Saqil fi al-Rad ala Ibn Zafil", pada halaman 55 dan seterusnya, setelah mengutip pernyataan Ibn Qayyim, mengatakan: "lihatlah bagaimana orang terlaknat ini menggolongkan ulama madzhab Syafi'i, Maliki, dan Hanafi yang merupakan teladan Islam dan petunjuk umat, kedalam golongan orang-orang yang tidak beriman (ateis), zanadiqah, yang mengakui diri mereka mengikuti Fir'aun, Haman, Aristoteles, dan Ibn Sina, yang mengutamakan perkataan mereka di atas Al-Qur'an"

فما أراد هذا إلا أن يقرر عند العوام أنه لا مسلم إلا هو وطائفته التي مابرحت ذليلة حقيرة، وما أدري ما يكون وراء ذلك من قصده الخبيث، فإن الطعن في أئمة الدين طعن في الدين، وقد يكون هذا فتح باب الزندقة ونقض الشريعة، ويأبى الله ذلك والمؤمنون، وجماعة من الزنادقة يكون مبدأ أمرهم خفيا حتى تنتشر ناره ويشتعل شناره، نسأل الله العافية. فينبغي لأئمة المسلمين وولاة أمورهم أن يأخذوا بالحزم، ويحسموا مادة الشر في مبدئه قبل أن يستحكم فيصعب عليهم رفعه، ثم إن هذا الوقح لا يستحيي من الله ولا من الناس، ينسب إلى طوائف المسلمين ما لم يقولوه فيه وفي طائفته وهو يزعم بكذبه أنه متمسك بالقرآن

Tidak ada maksud lain dari semua ini kecuali ingin menegaskan kepada masyarakat luas bahwa tidak ada umat Islam selain dirinya dan kelompoknya yang senantiasa direndahkan dan dihina. Saya tidak tahu apa yang ada di balik niatnya yang keji itu, karena menyerang para pemimpin agama sama dengan menyerang agama itu sendiri. Ini bisa membuka pintu bagi faham zindiq dan menentang syariat, dan Allah serta orang-orang beriman menolak hal itu. Ada sekelompok kaum zindiq yang awalnya tersembunyi hingga api keburukan mereka menyebar dan menyala. Kita memohon kepada Allah agar diberikan perlindungan. Seharusnya para pemimpin Muslim dan penguasa mereka mengambil langkah tegas, dan memutuskan sumber keburukan sejak awal sebelum menjadi parah dan sulit untuk diatasi. Selain itu, orang yang kurang ajar ini tidak merasa malu kepada Allah maupun kepada manusia, ia menisbatkan kepada kaum Muslimin apa yang tidak mereka katakan tentang dirinya dan kelompoknya, sementara ia mengklaim dengan kebohongannya bahwa ia berpegang pada Al-Qur'an

بل هو زيادة من عنده كذب فيها على الله وعلى رسوله، فهل وصلت الزنادقة والملاحدة والطاعنون في الشريعة إلى أكثر من هذا، بل ولا عشر هذا، وإيهامه الجهال أنه هو المتمسك بالقرآن والسنة لينفق عندهم كلامه، ويخفي عنهم سقامه.

Akan tetapi itu adalah tambahan dari dirinya suatu kebohongan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Apakah para zindik, kaum atheis, dan mereka yang mencela syariat telah mencapai lebih dari ini? Bahkan, tidak ada per sepuluh bagian dari ini. Dan dia menipu orang-orang yang bodoh dengan mengklaim bahwa dia adalah orang yang berpegang pada Al-Qur'an dan sunnah agar bisa menyebarkan kata-katanya di hadapan mereka, sambil menyembunyikan keburukannya".

15. Muhammad Bin Abdul Wahhab al-Najdi pengasas sekte Wahhabiyyah

يقول مفتي مكة المكرمة الشيخ أحمد بن زيني دحلان في كتابه خلاصة الكلام في أمراء البيت الحرام (كان ابتداء ظهور محمد بن عبد الوهاب سنة 1143هـ واشتهر أمره بعد الخمسين فاظهر العقيدة الزائفة بنجد وقراها فقام بنصره محمد بن سعود أمير الدرعية فحمل أهلها على متابعته فتابعوه وما زال يطيعه كثير من أحياء العرب حتى قوي أمره فخافته البادية وكان يقول لهم إنما أدعوكم إلى التوحيد وترك الشرك بالله).

ويقصد بالتوحيد عقيدة التجسيم ودعوى فناء النار، وهذا أكثر ما أثر في دعوته التي ورثها عن ابن تيمية وابن القيِّم.

Mufti Agung Mekah, Syaikh Ahmad bin Zaini Dahlan, dalam bukunya "Khulasah al-Kalam fi Umara al-Bayt al-Haram" mengatakan: "Awal munculnya Muhammad bin Abdul Wahhab dimulai pada tahun 1143 H, dan pengaruhnya meluas dikenal setelah tahun lima puluh. Dia menyebarkan keyakinannya yang sesat di Najd dan desa-desanya, dan Muhammad bin Saud, Amir Diriyah, mendukungnya dan mengajak penduduknya untuk mengikutinya. Mereka pun mengikutinya, dan banyak suku Arab yang masih taat kepadanya hingga kekuasaannya semakin kuat, sehingga orang-orang Badui merasa takut. Ia selalu berkata kepada mereka, "Sesungguhnya aku mengajak kalian kepada tauhid dan meninggalkan syirik kepada Allah."

Dan yang ia maksud dengan Tauhid adalah keyakinan Antropomorfisme dan neraka akan punah dan ini adalah hal yang paling berpengaruh dalam dakwahnya yang diwarisi dari Ibn Taimiyah dan Ibn Qayyim.

وقال عنه مفتي الحنابلة في مكة المكرمة الشيخ محمد بن عبدالله النجدي الحنبلي ت 1295هـ في كتابه السحب الوابلة على ضرائح الحنابلة في ترجمة والد محمد بن عبد الوهاب (وهو والد محمد صاحب الدعوة التي انتشر شررها في الآفاق، لكن بينهما تباين مع أن محمداً لم يتظاهر بالدعوة إلا بعد موت والده وأخبرني بعض من لقيته عن بعض أهل العلم عمّن عاصر الشيخ عبد الوهاب أنه كان غضبان على ولده محمد لكونه لم يرض أن يشتغل بالفقه كأسلافه وأهل جهته ويتفرس فيه أن يحدث منه أمر ، فكان يقول للناس : يا ما ترون من محمد الشر، فقدر الله أن صار ما صار ..) ثم قال عن تمجيده لابن تيمية وابن القيم (يرى كلامهما نصاً لا يقبل التأويل، ويصول به على الناس) وقال عن تسليم الله لأخيه سليمان من شره بعد أن ألَّف رسالته فصل الخطاب في الرد على محمد بن عبد الوهاب..(إنه كان إذا باينه أحد ولم يقدر على قتله مجاهرة يرسل إليه من يغتاله في فراشه أو في السوق ليلاً لقوله بتكفير من خالفه واستحلاله قتله).

Mufti madzhab Hanbali di Mekah pada masanya, yaitu syaikh Muhammad ibn 'Abdullah an-Najdi al-Hanbali, wafat tahun 1295 hijriyah, dalam karyanya berjudul as Suhub al-Wabilah 'Ala Dlara-ih al-Hanabilah [Kitab berisi penyebutan biografi tokoh-tokoh di kalangan madzhab Hanbali), dalam menuliskan biografi ayah Muhammad ibn Abdul Wahhab berkata: 

"Dia ('Abdul Wahhab ibn Sulaiman) adalah ayah kandung dari Muhammad yang ajaran sesatnya telah menyebar ke berbagai belahan bumi. Antara ayah dan anak ini memiliki perbedaan faham yang sangat jauh, dan Muhammad ini baru menampakan secara terang-terangan terhadap segala faham dan ajaran-ajarannya setelah kematian ayahnya. Aku telah diberitahukan langsung oleh beberapa orang dari sebagian ulama dari beberapa orang yang hidup semasa dengan syekh 'Abdul Wahhab, bahwa ia sangat murka kepada anaknya; Muhammad. Karena Muhammad ini tidak mau mempelajari ilmu fiqih (dan ilmu ilmu agama lainnya) seperti orang-orang pendahulunya. Ayahnya ini juga mempunyai firasat bahwa pada diri Muhammad akan terjadi kesesatan yang sangat besar. Kepada banyak orang syekh 'Abdul Wahhab selalu mengingatkan: "Kalian akan melihat dari Muhammad ini suatu kejahatan". Dan ternyata memang Allah telah mentaqdirkan apa yang telah menjadi firasat syekh 'Abdul Wahhab ini". 

Kemudian beliau menceritakan tentang pengagungannya terhadap Ibnu Taimiyah dan Ibnu al-Qayyim :"Ia (Muhammad bin Abdul Wahhab) melihat perkataan mereka berdua (Ibnu Taimiyah dan Ibnu al-Qayyim) sebagai teks yang tidak boleh ditakwil, dan ia menggunakannya untuk menyerang orang-orang".

Kemudian beliau menceritakan tentang penyelamatan Allah kepada saudaranya Sulaiman dari keburukan Muhammad bin Abdul Wahhab setelah dia menyusun risalah "Fashl al-Khitab" sebagai bantahan terhadap Muhammad bin Abdul Wahhab:"jika ada yang berbeda pendapat dengannya dan tidak mampu membunuhnya secara terang-terangan, ia mengirimkan seseorang untuk membunuhnya di tempat tidurnya atau di pasar pada malam hari, karena pendapatnya tentang kafirnya orang yang menentangnya dan menghalalkan pembunuhannya".

وقال عنه الشيخ محمد أمين بن عابدين الحنفي في رد المحتار على الدر المختار 4 / 262 كتاب البغاة عند حديثه عن الوهابية (خرجوا من نجد وتغلَّبوا على الحرمين، وكانوا ينتحلون مذهب الحنابلة، لكنهم اعتقدوا أنهم هم المسلمون وأن من خالف اعتقادهم مشركون).

Syaikh Muhammad Amin bin Abidin al-Hanafi dalam kitab "Rad al-Muhtar ala al-Durr al-Mukhtar" 4 / 262 dalam kitab al-Bughah ketika membahas tentang Wahabi, mengatakan: "Mereka keluar dari Najd dan menguasai dua tanah suci, dan mereka berkedok mengikuti mazhab Hanbali, tetapi mereka meyakini bahwa hanya merekalah yang beragama islam dan siapa pun yang berbeda dengan keyakinan mereka adalah orang-orang musyrik".

وقال الشريف عبد الله بن الشريف حسين باشا في صدق الخبر في خوارج القرن الثاني عشر الصفحة الأولى (إن ابتداء ظهور ابن عبد الوهاب ببدعته في نجد كان سنة 1143 هجرية ثم كان استيلاء الوهابيين على مكة سنة 1218 هـ فتسمية الوهابيين بخوارج القرن الثاني عشر هي مبنية على ابتداء ظهور بدعتهم، لا على ابتداء استيلائهم الأول على مكة).

Syarif Abdullah bin Syarif Hussein Pasha dalam kitab "Shidqu al-Khabari fi Khawariji al-Qarni al-Tsani 'Asyar" halaman pertama ,berkata: "Bahwa awal munculnya Ibn Abdul Wahhab dengan bid'ahnya di Najd adalah pada tahun 1143 Hijriyah, kemudian penguasaan Wahabi atas Mekkah pada tahun 1218 H, maka penamaan Wahabi sebagai Khawarij abad kedua belas didasarkan pada awal munculnya bid'ah mereka, bukan pada awal penguasaan pertama mereka atas Mekkah".

وممن انخدع به العلامة الصنعاني صاحب سبل السلام، فقال فيه (سلامٌ على نجدٍ ومن حلَّ في نجْــــدِ وإن كان تسليمي على البعد لا يجدي).

حتى إذا أتاه الخبر اليقين قال (رجعت عن القول الذي قلت في النجدي فقد صحَّ لي عنه خلاف الذي عندي). اهـ

Dan di antara orang yang terpedaya oleh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah al-‘Allamah al-Shan'ani, penulis kitab Sabil al-Salam, yang berkata: "Salamku untuk Najd dan siapa saja yang tinggal sana walaupun salamku dari kejauhan belum mencukupinya".

Hingga ketika ia menerima berita yang pasti, ia berkata, "Saya telah menarik kembali pujian yang saya buat tentang Najd, Sungguh telah benar kekliruan pujiannku terhdapnya". 

Wallahu a'lam

Sumber FB : Ahlus Sunnah W al Jama'ah Riau : Aqidah Asy'ariyyah wal Maturiddiyah

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Salaf Yang Di Maksud Oleh Ibnu Taimiyyah dan Pengikutnya - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®