❓ Bagaimana Cara Memahami Penjelasan Imam Baqillani dalam Bab yang Menjelaskan pertanyaan أين الله / Dimanakah Allah?
فَإِن قَالَ قَائِل أَيْن هُوَ قيل لَهُ الأين سُؤال عَن الْمَكَان وَلَيْسَ هُوَ مِمَّن يجوز أَن يحويه مَكَان وَلَا تحيط بِهِ أقطار. غير أَنا نقُول إِنَّه على عَرْشه لَا على معنى كَون الْجِسْم بالملاصقة والمجاورة تَعَالَى عَن ذَلِك علوا كَبِيرا
Artinya: “Jika seseorang berkata “Dimanakah Allah?” Dikatakan kepadanya “-Pertanyaan- “Dimanakah?” itu pertanyaan tentang tempat. Adapun Allah itu tidak termasuk yang boleh diliputi oleh tempat. Dan tidak ada ruang yang meliputinya. Hanya saja kami akan berkata “Sesungguhnya Allah di atas Arsynya bukan atas makna adanya jisim dengan berdekatan atau bersebelahan. Maha tinggi Allah dari hal itu dengan setinggi-tinggi dan seagung-agungnya”
📌 Kesimpulan:
1. Imam Baqillani menolak pemahaman mujassimah yang meyakini bahwa pertanyaan أين الله “Dimanakah Allah?” itu terkait tempat. Bukti penolakannya adalah perkataan
وليس هو ممن يجوز أن يحويه مكان ولا تحيط به أقطار
“Adapun Allah itu tidak termasuk yang boleh diliputi oleh tempat. Dan tidak ada ruang yang meliputinya.”
2. Imam Baqillani menolak jika dalil-dalil semacam الله فوق العرش itu dipahami dengan makna-makna untuk jisim misalnya makna arah dan tempat. Bukti penolakannya adalah perkataan
لا على كون الجسم بالملاصقة والمجاورة
“Bukan atas makna adanya jisim dengan berdekatan atau bersebelahan.”
Aqidah Imam Baqillani tersebut jelas berbeda dengan aqidah kaum mujassimah yang meyakini bahwa dalil-dalil semacam الله فوق العرش itu adalah dalam arti bahwa Dzat Allah berada di arah atas Arsy atau di sebelah atas dari Arsy, yang jika di perjelas sebenarnya mengarah pada apa yang ditolak oleh Imam Baqillani yaitu الملاصقة والمجاورة “berdekatan dan bersebelahan” sebab kita sering mendengar mereka (kaum mujassimah) menjelaskan bahwa semakin kita ke atas semakin dekat posisi kita kepada dzat Allah karena Dzat Allah berada di arah -sebelah- atas dan makhluk berada di arah -sebelah- bawah. Jelas-jelas aqidah ini ditolak oleh Imam Baqillani. Tapi alih-alih mau mengikuti aqidah Imam Baqillani, sebaliknya justru kaum mujassimah meyakini apa yang ditolak oleh Imam Baqillani.
Saya akan lanjutkan isi kitab tersebut karena ini penting untuk menyucikan Allah dari ruang dan waktu.
بَاب
فَإِن قَالَ قَائِل فَمَتَى كَانَ قيل لَهُ سؤالك عَن هَذَا يَقْتَضِي كَونه فِي زمَان لم يكن قبله لِأَن مَتى سُؤال عَن الزَّمَان
وَقد عرفناك أَنه قديم كَائِن قبل الزَّمَان وَأَنه الْخَالِق للمكان وَالزَّمَان وموجود قبلهمَا
وتوقيت وجود الشَّيْء بعام أَو مائَة ألف عَام يُفِيد أَن الموقت وجوده مَعْدُوم قبل الزَّمَان الَّذِي وَقت بِهِ
وَذَلِكَ مِمَّا يَسْتَحِيل عَلَيْهِ تَعَالَى
“Jika seorang berkata “Kapankah Allah itu ada?” Dikatakan kepadanya “Pertanyaanmu tentang ini akan membawa pada kesimpulan bahwa adanya Allah itu didalam zaman yang mana Allah tidak ada sebelum zaman itu. Karena pertanyaan “Kapankah?” itu pertanyaan tentang zaman. Sungguh kami kenalkan kepadamu bahwa Allah itu qodim (Maha Dahulu) dan ada sebelum adanya zaman. Sesungguhnya Allah adalah pencipta tempat dan waktu. Allah ada sebelum adanya keduanya. Penetapan waktu keberadaan sesuatu pada satu tahun, atau seratus ribu tahun itu menunjukkan bahwa sesuatu yang ditetapkan waktunya itu keberadaannya adalah belum ada sebelum zaman yang ditetapkan waktunya di zaman itu. Hal itu termasuk sesuatu yang mustahil atas Allah Ta’ala”
📌 Jadi, Imam Baqillani didalam bagian ini ingin menjelaskan bahwa Maha Suci Allah dari ruang dan waktu karena Dzat Allah itu ada sebelum adanya ruang dan waktu.
Wallahu a’lam.
Sumber FB Ustadz : Saiful Anwar